Gubernur BI Yakin Rupiah Bangkit, Lebih Tangguh dari Mata Uang Lain

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/tom.
Gubenur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampikan laporan hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2024 di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (30/1/2024). KSSK melaporkan hasil rapat berkala KSSK I Tahun 2024 bahwa stabilitas sistem keuangan Indonesia tetap stabil di tengah risiko pelambatan ekonomi dunia dan ketidakpastian pasar keuangan global karena didukung kondisi perekonomian dan sistem keuangan domestik yang resiliensi dan sinergi serta koordinasi dari seluruh komponen KS
20/6/2024, 21.24 WIB

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo optimistis nilai tukar rupiah masih bisa meningkat di tengah tren pelemahan dalam sebulan terakhir. Keyakinan itu menurut Perry lantaran rupiah masih kuat dari sisi fundamental, meski diterpa faktor-faktor teknikal.

Perry awalnya menjelaskan, nilai tukar rupiah selalu dipengaruhi dua faktor. Pertama, faktor fundamental yang mempengaruhi tren jangka panjang dan kedua  faktor teknikal atau sentimen jangka pendek.

“Kalau dilihat dari faktor fundamental, nilai tukar rupiah kita seharusnya akan meningkat,” kata Perry di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/6).

Perry menjelaskan tolok ukur fiskal secara fundamental terdiri dari inflasi Indonesia yang rendah di angka 2,8%. Lalu, pertumbuhan ekonomi 2024 di angka 5,1%. Angka kredit juga bertambah 12%, begitupun dengan imbal investasi Indonesia yang menurutnya masih baik.

Dari sisi teknikal, ia mencontohkan penurunan nilai tukar rupiah pada Mei lalu, saat ada ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Sentimen yang sama juga terjadi saat Suku Bunga The Fed yang awalnya diperkirakan akan turun tiga kali, namun ternyata tidak jadi. Perry memperkirakan, The Fed bakal menurunkan suku bunganya sekali saja dalam tahun ini, yakni pada akhir tahun.

 “Kesimpulannya apa? Rupiah secara fundamental, itu tren ya jangan tanya hari ke hari, akan menguat,” kata Perry. ”Balik lagi faktor fundamental itu panjang, tapi hari ke hari minggu ke minggu faktor sentimen itu akan mempengaruhi gerakannya.”

Lebih Tangguh dari Mata Uang Lain

Di sisi lain Perry mengatakan penurunan nilai tukar mata uang terjadi merata di seluruh dunia. Dari pengamatannya, ia melihat penurunan nilai tukar rupiah justru lebih rendah dibanding negara lain.

“Semua mata uang dunia melemah, karena dolar sangat menguat. Kecuali bbrp negara spt Rusia maupun yang lain,” kata Perry. 

Ia lalu memaparkan nilai tukar rupiah melemah 5,92% dari akhir tahun lalu, Desember 2023, hingga bulan ini. Di periode yang sama, Won Korea melemah 6,78%. Angka ini lebih tinggi dari Indonesia.

 Begitu juga dengan Baht Thailand yang turun 6,92%, Peso Meksiko 7,89%, Real Brazil 10,63%, dan Yen Jepang 10,78%. “Jadi, pelemahan rupiah itu memang relatif masih lebih baik. Dan kami yakin ke depan itu akan menguat. Fundamentalnya akan mengarah ke sana,” ujar Perry. 

Hingga sore hari ini (20/6), nilai tukar dolar terhadap rupiah berada di angka Rp 16.472 per dolar Amerika Serikat. Angka ini kian merangkak naik seminggu belakangan.

Reporter: Amelia Yesidora