Bank DBS Indonesia memprediksi nilai tukar rupiah akan menguat ke level Rp 15.800 per dolar Amerika Serikat pada akhir 2024. Namun, target ini hanya bisa tercapai jika Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve menurunkan suku bunga acuannya.
Global Financial Markets DBS Bank Terence Wu mengatakan, pada kuartal III 2024 nilai tukar rupiah diprediksi bergerak mendatar atau kemungkinan melemah tetapi tidak signifikan. Salah satu pemicunya selain The Fed adalah mata uang Asia lainnya yang juga melemah terhadap dolar AS, seperti yen (JPY) dan renminbi (CNY).
Melansir data Bloomberg, nilai tukar yen terkoreksi 0,3% atau 0,49 poin ke level 161,93 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Rabu (3/7) pukul 18.12 WIB. Sementara itu, mata uang Cina yakni renminbi atau yuan juga melemah tipis 0,03% ke level 7,27 per dolar AS.
"Biasanya kalau mereka masih melemah, tendensinya rupiah juga akan melemah (terhadap dolar AS)," kata Terence dalam acara Navigating the Currency Volatility: Exploring Economic Projections with Bank DBS Indonesia, Rabu (3/7).
Terence memproyeksikan rupiah akan diperdagangkan di rentang Rp 16.000 sampai 16.500 per dolar AS pada kuartal ketiga. Namun, ia optimistis rupiah bisa berbalik bangkit pada akhir tahun ini dengan asumsi penurunan suku bunga The Fed terlaksana.
"Akhir tahun, ekspetasinya rupiahnya mungkin mengalami penguatan mungkin sekitar Rp 15.800," tuturnya. Namun proyeksi ini bisa berubah jika The Fed menunda untuk memangkas suku bunganya.
Pelemahan Rupiah Membebani APBN
Pelemahan rupiah memang menimbulkan masalah, misalnya saja dampaknya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang pernah disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. "Pengaruhnya pada belanja-belanja pemerintah yang memakai mata uang asing, seperti subsidi listrik, bahan bakar minyak (BBM), dan elpiji," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (24/6).
Pemerintah memasang kurs rupiah untuk APBN 2024 Rp 15.000 per dolar AS. Sementara, pergerakan rupiah berkisar di Rp 16.300 sampai Rp 16.400 saat ini.
Memang pelemahan rupiah tidak selalu berdampak negatif. Pelemahan rupiah justru menambah keuntungan bagi perusahaan tambang dalam negeri dari aktivitas ekspor.
Namun, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif mengatakan pelemahan rupiah tentu akan menambah pengeluaran bagi pembelian alat atau barang dari luar negeri. Artinya, hanya sedikit imbas dari pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang bisa dinikmati.