Pemerintah mengantisipasi dampak resesi yang mengancam Amerika Serikat. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kondisi yang sedang terjadi di negara tersebut di bawah ekspektasi.
“Kami akan terus memantau karena gejolak tersebut harus diantisipasi,” katanya saat ditemui di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (6/8).
Ancaman resesi AS muncul usai rilis data pengangguran yang lebih tinggi dari perkiraan padapekan lalu. Di saat bersamaan, bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), masih mempertahankan suku bunga acuan yang tinggi.
Febrio melihat dinamika tingkat suku bunga AS dan ekspektasinya sudah berubah sejak sejak awal 2024. “Nah, sekarang dengan data yang terbaru memang konsensusnya mengarah ke pemotongan suku bunga lebih banyak,” ujar Febrio.
Dalam konteks stabilitas makroekonomi Indonesia, ia menyebut dampaknya positif untuk sementara waktu. Saat kebijakan suku bunga AS diturunkan maka membuat tekanan untuk aliran modal asing keluar dari Indonesia alias capital outflow berkurang.
“Ini artinya, tingkat suku bunga kita di dalam negeri akan relatif cukup menarik bagi investor,” kata Febrio.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pemerintah kini mewaspadai risiko yang dihadapi Indonesia apabila Amerika Serikat mengalami resesi ekonomi.
Kondisi tersebut dapat memicu keluarnya aliran modal dari pasar domestik Indonesia ke AS alias capital flight. Sebab, tingkat suku bunga dalam negeri lebih tinggi dari laju inflasi.
Bank Indonesia pada bulan lalu masih mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25%. Tingkat inflasi pada Juli 2024, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sebesar 2,13% secara tahunan.
"Kami melihat tingkat suku bunga kita dibandingkan inflasi gap-nya agak tingi. Kami terus monitor dan berharap tingkat suku bunga acuan AS pada kuartal keempat 2024 dapat turun, walaupun belum ada yang menjamin,” kata Airlangga.
Sebelumnya, tingkat pengangguran AS melonjak ke level tertinggi hampir tiga tahun, yakni sebesar 4,3%, pada bulan Juli 2024. Peningkatan tersebut mendorong ekspektasi pemotongan suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), pada September 2024.
Ekonom Goldman Sachs Group melihat kemungkinan resesi Amerika Serikat pada 2025 meningkat menjadi 25% dari sebelumnya 15%. Namun, masih ada kemungkinan resesi tidak terjadi meski angka pengangguran melonjak.
"Kami terus melihat risiko resesi terbatas," kata ekonom Goldman yang dipimpin Jan Hatzius dikutip dari The Straits News, Selasa (6/8).
Goldman Sachs Group meyakinkan perekonomian AS masih baik secara keseluruhan. Tidak ada ketidakseimbangan keuangan yang besar dan The Fed memiliki banyak ruang untuk memangkas suku bunga dan dapat melakukannya dengan cepat jika diperlukan.