Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) pada Rabu (5/11) menunjukkan sinyal kuat akan membatalkan tarif global yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump.
Para hakim menilai dasar hukum penggunaan Undang-Undang Kewenangan Ekonomi Darurat Internasional (International Emergency Economic Powers Act/IEEPA) 1977 untuk menerapkan tarif tersebut tidak jelas dan berpotensi melampaui kewenangan presiden.
Selama sidang dengar pendapat, sebagian besar hakim mempertanyakan keabsahan tarif yang dikenakan Trump dengan alasan keadaan darurat nasional. Undang-undang IEEPA tidak menyebutkan secara eksplisit soal tarif, melainkan hanya mengatur pembatasan impor pada kondisi darurat.
“Berdasarkan pertanyaan para hakim, tampaknya tarif IEEPA berada dalam posisi terancam,” ujar pimpinan BDO USA Damon Pike yang menangani layanan kepabeanan dan perdagangan dikutip dari Reuters, Kamis (6/11).
Pike menambahkan, hampir semua hakim kecuali Samuel Alito dan Clarence Thomas skeptis terhadap kewenangan presiden untuk mengenakan tarif tanpa batas terhadap seluruh produk impor dari berbagai negara.
Namun, Pike memperkirakan jika pemerintahan Trump kalah di pengadilan, pihaknya akan segera beralih menggunakan dasar hukum lain untuk tetap menjalankan kebijakan tarif.
“Jika kalah, mereka hanya akan menggunakan undang-undang perdagangan lain,” katanya.
Pandangan ini juga disetujui oleh sejumlah pengacara perdagangan, pejabat senior pemerintahan Trump, serta pelaku usaha.
Ketidakpastian Baru di Dunia Usaha
Kondisi ini membuat pelaku usaha kembali khawatir terhadap ketidakpastian kebijakan dagang. Selama setahun terakhir, stabilitas perdagangan mulai pulih berkat gencatan dagang AS–Cina dan sejumlah kesepakatan dengan negara Asia Tenggara yang menurunkan tarif IEEPA ke level lebih terkendali.
Namun eksekutif kebijakan di Conference Board David Young mengatakan perusahaan kini kembali gamang menghadapi masa depan kebijakan tarif.
“Kami masih belum punya kejelasan apa pun. Para CEO berada dalam posisi yang sangat tidak pasti soal masa depan,” ujarnya setelah memberi pengarahan kepada sekitar 40 CEO usai sidang Mahkamah Agung.
Young memperkirakan putusan Mahkamah Agung baru akan keluar pada awal 2026. Selama itu, perusahaan belum tahu apakah mereka akan mendapatkan pengembalian dana dari lebih dari US$100 miliar tarif IEEPA yang telah dibayar sejauh ini.
Masalah Pengembalian Dana Bisa Jadi Kekacauan
Hakim Amy Coney Barrett menyoroti potensi kekacauan administratif jika pengadilan memutuskan tarif ilegal dan pemerintah harus mengembalikan dana ke importir.
Sementara itu, pengacara penggugat Neal Katyal mengatakan lima perusahaan kecil yang menggugat tarif akan otomatis mendapat pengembalian jika menang. Namun, perusahaan lain harus mengajukan protes administrasi terlebih dahulu.
“Ini hal yang sangat rumit dan bisa memakan waktu lama,” kata Katyal.
Ahli hukum kepabeanan Joseph Spraragen menambahkan, jika keputusan tidak mencakup pengembalian dana, maka akan muncul gelombang gugatan baru dari importir.
“Kalau tarif itu ilegal hari ini, maka seharusnya juga ilegal pada Februari atau April saat tarif timbal balik diberlakukan,” ujarnya.
Menurut Spraragen, Mahkamah Agung kemungkinan akan menyerahkan kembali perkara ini ke pengadilan yang lebih rendah untuk memerintahkan pemerintah membatalkan tarif dan mengatur pengembalian dana melalui sistem bea cukai otomatis. Namun, proses ini bisa memakan waktu hingga setahun.
Trump Bisa Gunakan Jalur Hukum Lain
Analis Natixis Christopher Hodge menilai kekalahan di Mahkamah Agung hanya akan menjadi “kemunduran sementara” bagi agenda perdagangan Trump.
Pemerintah dapat beralih ke Section 232 Undang-Undang Ekspansi Perdagangan 1962 yang memberi kewenangan pengenaan tarif demi keamanan nasional, atau Section 122 Undang-Undang Perdagangan 1974 yang memungkinkan tarif sementara 15% selama 150 hari.
“Namun proses penerapan aturan baru bisa memakan waktu lama dan memperpanjang ketidakpastian kebijakan perdagangan,” tulis Hodge dalam catatannya.
Dampak ke Kebijakan Moneter
Ketidakpastian ini juga menarik perhatian Federal Reserve. Gubernur The Fed Stephen Miran mengatakan keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan tarif bisa memunculkan dampak terhadap kebijakan moneter.
“Jika ketidakpastian meningkat akibat situasi tarif, hal itu bisa menjadi hambatan bagi ekonomi,” kata Miran dalam wawancara dengan Yahoo Finance.
Namun, Miran menilai potensi pelemahan ekonomi itu dapat diimbangi oleh kebijakan suku bunga yang lebih longgar, tergantung pada inflasi dan kondisi pasar tenaga kerja.