Wilayah Kalimantan Selatan masih didominasi lahan rawa. Data Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalsel menunjukkan, luas lahan rawa mencapai 4,9 juta hektare, terdiri dari gambut, rawa pasang surut, dan rawa lebak.
Di tengah hamparan lahan rawa, masyarakat Banjar telah mengembangkan sistem pertanian yang mampu beradaptasi dengan kondisi air tergenang yaitu padi apung. Inovasi ini merupakan ide kreatif warga untuk tetap bisa bercocok tanam sekaligus menjaga ketahanan pangan.
Padi apung, dengan kemampuan tumbuh di air, menjanjikan solusi bagi petani yang hidup di tengah lahan rawa pasang surut dan gambut. Sistem ini tidak hanya memastikan pasokan pangan stabil, tetapi juga mengoptimalkan potensi lahan yang sebelumnya terabaikan.
Suparlan (55) adalah contoh keberhasilan inovasi ini. Dia mengalami gagal panen akibat banjir besar tahun 2021 di Desa Sampurna, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala. Ia kemudian bangkit dengan menerapkan teknik padi apung.
Menggunakan 76 lembar styrofoam sebagai media pengapung, ia menanam lebih dari 1.500 rumpun padi di atas air. Styrofoam berfungsi sebagai penopang, dan tiang-tiang kayu yang mencegah pergeseran tanaman, memungkinkan padi tumbuh dengan optimal.
Menurut Suparlan, budi daya Padi Apung memerlukan perhatian ekstra, mirip dengan hidroponik. "Setiap hari, pertumbuhan tanaman harus diperhatikan dengan telaten," katanya.
Pada Mei 2023, Suparlan menjadi satu-satunya petani di desanya yang berhasil panen Padi Apung, menghasilkan sekitar 240 kilogram gabah kering dari sawah seluas 340 meter persegi.
Padi Apung tidak hanya memperkenalkan teknologi pertanian baru, juga menjadi alternatif vital dalam menghadapi perubahan iklim dan solusi lahan pertanian. Dengan kemampuannya untuk tumbuh di lahan rawa, Padi Apung menunjukkan potensi besar dalam menjaga ketahanan pangan di Indonesia.