"Fungsi Hutan Lindung Tak Boleh Terganggu"

Penulis:
Editor: Arsip
20/2/2015, 15.50 WIB

KATADATA ? Penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) merupakan upaya Presiden Joko Widodo meringkas jalur koordinasi dan mempercepat perizinan investasi. Jokowi pun membentuk pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sehingga semua perizinan yang berada di kementerian dialihkan ke BKPM.

Tak pelak, Menteri LHK Siti Nurbaya harus berlari lebih cepat untuk memenuhi harapan Jokowi. Selain menuntaskan penggabungan dua institusi, ia juga mesti menyiapkan dukungan bagi BKPM. Di samping itu, beberapa urusan sisa-sisa pejabat pendahulunya juga mesti diselesaikan, seperti nasib Badan Pelaksana REDD+ dan ihwal moratorium izin lahan.

Minggu (8/2) lalu, Siti meluangkan waktu menerima tim Katadata di rumah dinasnya, kawasan Kuningan, Jakarta. Meski hari libur, ia menggelar rapat dengan stafnya dan memeriksa sejumlah dokumen. Siti menjelaskan ihwal tekadnya mendukung kebijakan pemerintah untuk memudahkan izin investasi, termasuk di sektor migas. Berikut petikannya:

Ada kekhawatiran penggabungan akan berdampak pada lemahnya fungsi Lingkungan Hidup.

Itu yang sudah saya waspadai, karena kemarin waktu saya baru masuk isu penyatuan ini sangat heboh. Kedua pihak yang digabung ini marah. Orang Kehutanan tidak suka, orang Lingkungan Hidup bingung juga. Tapi akhirnya semua bisa diselesaikan dan selamat.

Kementerian Kehutanan mendapat stigma buruk sebagai perusak lingkungan lewat penerbitan  izin. Juga ada dugaan menteri sebelumnya terkait dengan kasus pembebasan lahan di Riau. Bagaimana pengaruhnya terhadap kementerian sekarang?

Tidak ada masalah dengan hal itu. Secara yuridis belum ada pegawai Kehutanan yang dijadikan tersangka. Secara hukum menteri yang lama (Zulkifli Hasan) juga belum dijadikan tersangka, walaupun di media namanya sudah dihancurkan.

Soal pengisian jabatan Eselon I, kabarnya ada beberapa posisi yang akan dilelang. Apa saja?

Kami perkirakan sih ada 30% yang akan dilelang, antara lain Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim dan Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan dan kehutanan. Jadi pada jabatan yang sifatnya lebih umum.

Apakah nanti Badan Pelaksana REDD+ (Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi hutan) akan dilebur ke kementerian Anda?

Sekarang kami buat tim transisi. Saya minta tolong Pak Rachmat Witoelar yang memimpin.  Saya maunya BP REDD+ bergabung ke kami, tapi sepertinya Pak Heru-nya (Heru Prasetyo, Kepala BP REDD+) tidak mau. Tapi beberapa staffnya dia kasih ke kami. Saya kira yang paling penting kesinambungannya saja.

Apakah Anda akan melanjutkan kebijakan moratorium izin lahan hutan?

Itu masih menjadi perdebatan tajam antara dunia usaha dengan para aktivis lingkungan. Kalau dengar Pak Sofyan Wanandi (mewakili pengusaha) bicara, dia bersikeras sekali bahwa moratorium itu merugikan. Tapi kami melihatnya harus dari segala aspek, termasuk efektifitas yang ada sekarang. Kalau izin yang masih ada belum efektif ya itu saja dulu.

Bagaimana dengan perizinan untuk sektor minyak dan gas? Bukankan pemerintah ingin ada kemudahan izin untuk mencapai kemandirian energi?

Pada dasarnya, migas seperti infrastruktur listrik dan jalan, sebagaimana perintah presiden merupakan agenda prioritas. Jadi perizinan yang kami berikan untuk migas itu pasti kami prioritaskan. Saya belum pernah bertemu khusus dengan SKK Migas, tapi kami sudah pernah bertemu rapat biasanya di Kementerian Perekonomian.  Pesan Wakil Presiden kepada kami adalah supaya migas ini dibantu perizinannya dan jangan sulit-sulit. Sekarang kami berikan kemudahan. Harusnya sudah tidak ada masalah nanti.

Presiden sudah meresmikan izin satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal. Bagaimana dukungan Kementerian LHK?

Presiden memang telah menempuh langkah untuk menyatukan semua perizinan untuk investasi. Tentu kami mendukung, dan kami telah mendelegasikan izin-izin investasi ke BKPM. Kami mengirim empat personil ke BKPM untuk menjadi LO (liaison officer). Pertanyaannya lalu bagaimana prosesnya? Karena masalah kawasan hutan itu aspek teknisnya sangat banyak. Nah, bagian teknis ini kami. Intinya kami berih kemudahan, termasuk izin lingkungan kami percepat.  Saat ini sudah ada pengalihan izin dari menteri kehutanan seperti menteri-menteri lain, kepada kepala BKPM. Jadi kalau persoalan izin-izin itu sudah bisa kami selesaikan.

Bagaimana menyeimbangkan kemudahan izin ini seraya memastikan kelestarian lingkungan, apalagi di kawasan Taman Nasional, misalnya?

Jadi aturan-aturannya sebenarnya memungkinkan, tinggal bagaimana kami menjaga itu supaya prudent (hati-hati), dalam hal konservasi. Yang penting kami jaga fungsi konservasinya tidak boleh tertanggu, itu yang paling utama. Fungsi hutan lindungnya tidak terganggu.

Yang dikhawatirkan nanti Kementerian, lewat BKPM, akan royal memberi izin.

Begini, di setiap usul penggunaan lahan selalu ada tiga syarat, pertama syarat teknis, kedua syarat manajemen, dan syarat konservasi. Ketiga syarat ini pasti melekat pada setiap penggunaan. Misalnya lagi ada permintaan geothermal di cagar alam (yang paling tertinggi larangannya itu cagar alam, lalu taman nasional, lalu hutan lindung, baru hutan produksi dan lain-lain). Rata-rata kalau permintaannya ke cagar alam, pasti saya tolak dulu, sampai ada argumentasi bahwa cagar alamnya memang tidak berfungsi misalnya, atau kekhususan dia makanya dia dinamakan cagar alam sudah tidak ada lagi. Tapi selama itu masih ada dan bisa dikembangkan, kami suruh dia cari tempat lain saja. Untuk memenuhi syarat konservasi di taman nasional ya harus dilakukan dengan bekerjasama dengan orang yang mengerti konservasi. Jadi pemahaman konservasinya built in di dalam usahanya itu.

Bagaimana dengan izin yang tumpang tindih? Apakah akan ada peninjauan?

Nah itu juga sedang kami pelajari, sedang kami kumpulkan datanya di lapangan. Memang kalau mengikuti aturan-aturan di masa lalu, ada izin yang cukup dikeluarkan bupati, nah inilah terjadi tabrakan-tabrakan, dan ini menurut saya sangat mungkin terjadi. Tapi kan sudah ada yang dicabut karena KPK, sudah dua ratusan lebih. Itu harus dicabut oleh bupati kalau tidak dia bisa kena jerat KPK, kan sudah dua tahunan ini KPK menyoroti sektor pertambangan dan migas.

Sebagai menteri, bagaimana Anda menjalin hubungan dengan LSM, pengusaha, dan pers?

Bagi saya, berteman dengan banyak pihak menjadi penting. Mereka semua memiliki kekuatan. Aktivis memiliki kekuatan dengan informasi yang mutakhir. Peneliti itu kuat di metode keilmuannya, lalu perusahaan juga kuat di litbang-litbangnya. Apalagi pers Indonesia, dia yang paling berpengaruh terhadap reformasi di Indonesia, kan semua rakyat bacanya berita. Malahan menurut saya, akan terjadi perkembangan yang sistematis dalam pemerintahan yang melibatkan unsur masyarakat dan LSM ini. Awalnya perusahaan curiga ke saya, mengapa menteri kok tidak mau mendengarkan swasta, hanya mendengarkan LSM. Persoalannya sekarang yang paling banyak teriak kan masyarakat, melalui LSM dan media, dan itu kami dengarkan dulu.  Kalau dunia usaha kan memang sudah sistematis, program, identitas, agendanya sudah jelas jadi tidak rumit untuk mengelolal dan  mencarikan jalan keluarnya.***

Reporter: Redaksi

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.