Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian, Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama para peneliti memetakan kondisi sosial ekonomi dan pelaku industri kreatif di tengah pandemi. Hal ini dibahas dalam Forum Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan pada akhir tahun lalu.
Totok Suprayitno, Pelaksana tugas Balitbang dan Perbukuan, mengatakan ada tiga strategi yang dapat dilakukan seniman dan pelaku industri kreatif untuk bertahan. Pertama, membuka peluang kegiatan secara digital. Kedua, meningkatkan kolaborasi untuk menggali potensi kreativitas lokal melalui kegiatan di lingkup masing-masing. Ketiga, mengenali potensi peluang baru untuk mengubah strategi komunikasi.
Pesan ini sangat mengena, termasuk kepada ekosistem seni rupa sebagai bagian dari industri kreatif nusantara.
Bak gayung bersambut, pasca-penyelenggaraan forum tersebut ajang OPPO Art Jakarta dihelat. Tak kurang dari 38 galeri seni terlibat, di mana 27 di antaranya berasal dari Indonesia, lalu sebelas dari berbagai penjuru dunia. Sekitar 8.00 karya seni para seniman dipamerkan dalam acara tersebut.
Penyelenggaraannya selama dua periode yaitu pada 19 Oktober hingga 15 Desember 2020 dan 16 Desember hingga 15 Februari 2021. Animo kehadiran pengunjung secara virtual sangat luar biasa. Total jumlah pengunjung 30.000 visitor. Diperkirakan transaksi yang terjadi mencapai miliaran rupiah.
OPPO Art Jakarta Virtual 2020 adalah pameran bersama yang telah berjalan sebanyak dua belas kali. Grup MRA sebagai penyelenggara menunjukan konsistensi dan kemampuan untuk terus berinovasi. Event ini diklaim sebagai salah satu pameran seni rupa terbesar di daerah Asia Tenggara, sejajar dengan ArtJog.
Di tahun ke-12 pameran ini diadakan di ruang virtual sebagai cara untuk menjaga optimisme bersama: bahwa berbagai kerja dan karya seni rupa dapat tetap bermakna di tengah berbagai pembatasan fisik. Art Jakarta menggunakan teknologi digital dan internet untuk tetap dapat berkomunikasi, menjaga dan memperkuat jaringan, melakukan kerja kreatif, serta tetap menikmati karya seni rupa dengan cara yang berbeda.
Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayan turut memberi pernyataan yang kuat mengenai penyelenggaraan pameran tersebut. “Saya mendengar bahwa ini akan menjadi art fair virtual pertama di Indonesia. Ini langkah cepat dan sigap dari teman-teman penyelenggara dan juga seniman untuk memindah kegiatan yang sedianya dilakukan di luar jaringan ke dalam jaringan. Inovasi ini sangat diperlukan untuk membuat kegiatan kebudayaan bisa tetap bertahan.”
Digitalisasi Pameran Seni Rupa Indonesia dan Pengoptimalan Big Data
Pandemi corona tentu memukul banyak pihak, mulai dari seniman, para artisan, pekerja studio, seniman, galeri, jasa ekspedisi, hingga para event organizer. Dapat dikatakan bahwa situasi ini tidak terprediksi sebelumnya, sehingga tidak ada mekanisme fool-proof untuk mengejar perubahan yang cepat ini.
Penyesuaian platform penyelenggaraan yang awalnya diselenggarakan dengan mengumpulkan publik kini banyak dipindahkan ke platform digital. Digitalisasi adalah opsi terbaik saat ini, sekaligus menjadi solusi cepat atas peralihan penyelenggaraan atau presentasi gagasan para seniman yang selama ini hadir di ruang fisik ke ruang media. Banyak seniman dan penyelenggara kegiatan masih sangat positif dan produktif dalam berkarya dan terus berstrategi untuk berkarya.
Bentuk digitalisasi justru menjadi ladang eksplorasi menarik dan menjelma menjadi babak baru dalam hal penyajian pameran dari perspektif event management. Hal ini terutama dalam alih venue, manajemen sumber daya manusia, operation cost, sistem transaksi, dan penerapan teknologi itu sendiri.
Akibatnya, ini menjadi peluang bisnis menarik bagi pemasok cipta jasa pameran virtual sekaligus tantangan menghadirkan sebuah live experience berbasis daring. Jangkauan menjadi luas tak terbatas.
Pro kontra dalam hal pengalaman tentu ada, namun itu hal lumrah. Beragamnya sajian bentuk pameran lukisan virtual terbentang dari beberapa daerah menjadi hamparan pengalaman menarik, dari pameran bertajuk Manifesto VII (Galeri Nasional), pameran virtual Pasar Seni Ancol, pameran virtual karya lukis perupa Lampung INTERAKSI, pameran Rupa Pandemi Kita dari Kediri, dan pameran bertajuk 'Virtual Joint Painting Exhibition in December' yang diselenggarakan pasarlukisan-com.
Tidak terkecuali dari kawasan Jagakarsa yang diusung Komunitas Gudskul dan Serum Art Handling dengan beberapa pameran virtualnya seperti Meretas Batas, Di Rumah Tak Berarti Melemah dan Bless on the Mess. Ikut meramaikan eksplorasi bentuk pameran seni rupa secara virtual yakni Ciputra ArtPreneur melalui Hidup Berdampingan dengan Musuh dan Jakarta Biennale.
Dari semua contoh bentuk pameran digital virtual lukisan ini, terdapat beberapa yang menerapkan sitem hybrid yang memadukan daring dengan offline, seperti Festival Kebudayaan Yogyakarta dan ArtJog Resilience.
Aaron Seto, Direktur Museum Macan, menyatakan pandemi membuat kita semakin menyadari betapa pentingnya platform digital. Persoalan disrupsi dan digitalisasi ini pun menjadi perhatian serius Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo, sebagaimana disampaikan melalui sambutan kepada ratusan peserta dari 43 negara secara virtual dalam The Friends of Creative Economy Meeting (FCE) 2020 (11/11).
Digitalisasi, total visitor, dan big data merupakan sebab akibat yang harus dapat dioptimalkan dengan baik. Agar pola transaksi lebih terintegrasi, dapat melibatkan fintech company seperti Linkaja, GoPay, OVO, dan perusahaan sejenis lainnya.
Penyelenggaraan pameran OPPO Art Jakarta yang cukup menggembirakan otomatis menjadi peluang dan tantangan serius karena menjelma menjadi pada pendekatan big data. Big data diharapkan mampu memetakan segi potensi maupun penguatan. Identifikasi big data yang terjadi dalam OPPO Art Jakarta sangat terekam pada beragam volume, velocity dan varietas-nya.
Pemanfaatan big data pada dimensi pameran lukisan masih perlu ditingkatkan agar menjadi penguatan optimal bagi keberlangsungan pameran tersebut. Dampak raksasa dari penyelenggaraan pameran virtual berpotensi menjadi babak baru yang cerah. Sebagai ajang yang bisa mengangkat potensi pariwisata maka pameran lukisan virtual menjadi salah satu opsi penerapan inovasi berbasis teknologi dan pengoptimalan big data dan meningkatkan peluang.
Pengelolaan pameran lukisan berbasis big data di masa depan akan menjadi pola menarik dan hal ini sangat berkesesuaian dengan yang disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, ketika baru dilantik. Bukan hal mustahil kita mampu sejajar dengan event yang disokong situs Artsy sekelas Art Basel dan Art Central yang secara online mampu meraup 105.000 pengunjung sebagaimana dilansir Nikkei Asian Review.
Kolaborasi dengan perusahaan berbasis marketplace, telekomunikasi, logistik dan perbankan sebagai perusahaan yang kental dengan pemanfaatan big data dapat menjadi pilihan serta daya dukung yang solid memajukan industri dan seni rupa Indonesia. Dibutuhkan kesadaran kolektif seluruh stakeholder untuk bekerja sama agar pameran lukisan Indonesia menjadi kebanggaan, kekuatan dan kesejahteraan bagi seluruh stakeholder eksosistem seni rupa.
Pemanfaatan teknologi big data yang optimal diharapkan memperkuat daya jangkau serta kebermanfaatannya. Terakhir, seniman jangan cepat menyerah, sebagaimana filosofi seniman raksasa Pablo Picasso. Maju terus Ekosistem Seni Rupa Indonesia.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.