Indonesia Negeri Terindah: Paradoks dalam Secercah Asa?

Katadata/Ilustrasi: Joshua Siringo-Ringo
Luki Safriana, pengajar paruh waktu Prodi S1 Event Universitas Prasetya Mulya, Mahasiswa Doktoral PSL-IPB University
Penulis: Luki Safriana
27/2/2022, 07.30 WIB

Dengan sebaran lanskap 17.508 pulau yang membentang dari barat ke timur serta memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang luar biasa, Indonesia meraih pengakuan diposisi 6.  Tercata pada Instagram Presiden Jokowi (3 Februari 2019) dengan bangga menyebutkan, hasil jajak pendapat Rough Guides semakin mengukuhkan posisi Indonesia sebagai destinasi wisata kelaas dunia. Artinya, reputasi Rough Guides sangat diperhitungkan, berkesesuaian dan membanggakan di mata seorang presiden.

Laporan 2022 versi Rough Guides meletakan Indonesia pada peringkat ke 17, berbeda jauh dari hasil money.co.uk. Indonesia dalam pemeringkatan versi Rough Guides terbaru kalah jauh di bawah negara seperti Selandia Baru (1), Italia (2), Kanada (3), Swis (4), France (5), United Kingdom (6), Norway (7), Australia (8). Artinya terjadi gap besar antara money.co.uk dan Rough Guides termsuk memperbandingkan 8 peringkat negara dari kedua sistem pemeringkatan yang berpotensi menimbulkan perdebatan.

Rough Guides sangat mempertimbangkan seluruh potensi kekayaan alam budaya secara meluas, sedangkan kajian money.co.uk cenderung lebih spesifik dengan hanya menghitung jumlah kawasan lindung di setiap tempat dan selanjutnya semua negara kemudian diberi peringkat dengan menghitung banyak hal indah yang dimiliki per 100.000 kilometer persegi.

Guna menunjang analisa paradoksial ini, dengan mengacu pada dua pembanding lainnya kian mengkhawatirkan validasi “negara terindah dunia” tersebut. Pertama, data dari survei World Competitiveness Yearbook 2021 yang dilakukan IMD justru menempatkan daya saing Indonesia pada peringkat 37 dari total 64 negara yang didata.

Peringkat Indonesia di 2021 sedikit meningkat dari posisi 2019 di peringkat 40. Kedua adalah berdasarkan data Travel & Tourism Competitiveness Index, (https://ttci.kemenparekraf.go.id/about) yang menempatkan Indonesia hanya pada peringkat 90 dari 140 negara. Meski demikian patut diapresiasi adalah terjadinya kenaikan score secara kesuluruhan dari semula -0,94 (2019) melonjak ke 3,48 (2021). Dapat disimpulkan, pelabelan “terindah” versi money.co.uk seharusnya juga ditopang dengan daya saing yang kuat, faktanya tidak “selaras”. 

Terlepas adanya paradoks ambigu, penghargaan dari money.co.uk tetap patut disyukuri. Sedangkan untuk data pembanding lainnya yang menunjukan perbedaan harus kita sikapi sebagai alarm agar terus berimporvisasi menuju hasil yang paripurna.

Penguatan produktif juga dilontarkan Sandiaga Uno. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini menyebutkan, tren pemulihan pariwisata pascapandemi berfokus pada empat faktor yaitu kebersihan, rendah sentuhan, lebih sedikit mobilitas, dan tidak beramai-ramai.

Melalui upaya tersebut, Sandiaga menargetkan pada 2022 nilai devisa pariwista dan kontribusi Produk Domestik Bruto naik menjadi Rp 16,83 triliun. Ini signal positif agar daya saing kian terdongkrak serta kian memvalidasi makna “indah” secara action.

Terakhir, pemaknaan “indah” pada prinsipnya terus mengingatkan manusia kepada Sang Pencipta bahwa alam adalah ciptaan-Nya yang harus kita jaga dan rawat selalu khususnya dapat berdmpak positif bagi kemajuan pariwisata Indonesia. Beda-beda pandumaning dumadi.

Halaman:
Luki Safriana
Pengajar Paruh Waktu Prodi S1 Event Universitas Prasetiya Mulya, Mahasiswa Doktoral PSL-IPB University

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.