Lalu lintas maritim termasuk sektor yang berupaya mengurangi emisi karbondioksida secara besar-besaran. Berdasarkan laporan peta jalan dekarbonisasi sektor perkapalan sampai 2050 yang disusun International Renewable Energy Agency (IRENA), pada 2030 International Maritime Organization (IMO) telah menetapkan target pengurangan emisi sebesar 45% pada sektor maritim. Salah satu solusinya adalah dengan mendorong pencarian bahan bakar alternatif untuk mesin diesel perkapalan laut.
Studi Greenhouse Gas (GHG) keempat International Maritime Organization (IMO) pada 2020 melaporkan bahwa total kebutuhan energi sektor maritim secara global mencapai 11 EJ (Exajoules) yang menghasilkan 1 miliar ton CO2 dan menyumbang 3% emisi gas rumah kaca (GRK) per tahun secara global.
Marine Fuel Oil (MFO) merupakan bahan bakar yang paling banyak digunakan di sektor maritim yaitu sebesar 73% dari total konsumsi energi. Bahan bakar MFO biasanya digunakan oleh kapal-kapal yang berukuran besar seperti kapal tanker dan kapal kontainer.
Satu alternatif yang baru-baru ini disebut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan adalah minyak jelantah. Minyak bekas dari kegiatan menggoreng masakan itu ternyata menyimpan potensi besar untuk diolah menjadi Used Cooking Oil Methyl Ester (UCOME), atau biodiesel minyak jelantah yang ramah lingkungan dan dapat diaplikasikan di berbagai sektor, termasuk industri maritim.
Luhut menyebut Malaysia dan Singapura sudah lebih dahulu melakukannya. Indonesia Indonesia sendiri memiliki potensi produksi minyak jelantah mencapai 1 juta liter per tahun, namun 95% nya masih diekspor.
Dari Gorengan Masuk Lambung Kapal
Minyak jelantah umumnya berasal dari proses penggorengan di rumah tangga dan industri makanan. Minyak ini mengandung trigliserida yang dapat dikonversi menjadi biodiesel melalui proses transesterifikasi.
Meskipun mengandung impurities seperti air, sisa makanan, dan asam lemak bebas, minyak jelantah dapat dimurnikan melalui proses degumming, netralisasi, dan bleaching untuk menghilangkan kontaminan dan meningkatkan kualitasnya.
Biodiesel minyak jelantah yang menjadi produk turunan ini memiliki karakteristik unggul dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Jika dibandingkan dengan standar Fatty Acid Methyl Ester yang berlaku di Indonesia (SNI 7182:2015), biodiesel minyak jelantah memiliki bilangan setana yang lebih tinggi, berkisar antara 56-65, melampaui standar minimum FAME sebesar 48.
Bilangan setana yang tinggi mengindikasikan waktu penyalaan yang lebih singkat dan pembakaran yang lebih sempurna, sehingga meningkatkan efisiensi bahan bakar dan mengurangi emisi.
Keunggulan biodiesel minyak jelantah terlihat saat dibandingkan dengan standar Marine Fuel Oil (MFO) yang umum digunakan di kapal. Biodiesel minyak jelantah memiliki kandungan sulfur yang jauh lebih rendah, yaitu kurang dari 0,5%, dibandingkan dengan MFO yang dapat mencapai 3,5%.
Rendahnya sulfur pada biodiesel minyak jelantah berdampak signifikan pada penurunan emisi sulfur dioksida, gas berbahaya yang berkontribusi pada hujan asam dan polusi udara.
Penggunaan biodiesel minyak jelantah di sektor maritim dapat memberikan banyak manfaat, antara lain: mengurangi emisi gas rumah kaca, karena biodiesel ini menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil, sehingga berkontribusi pada upaya mitigasi perubahan iklim.
Biodiesel ini juga meningkatkan kualitas udara, karena rendahnya sulfur yang membantu mengurangi emisi SO2 (Sulphur Dioxide), yang berdampak positif pada kualitas udara di sekitar pelabuhan dan jalur pelayaran.
Selain itu, biodiesel minyak jelantah ini meningkatkan ketahanan energi. Pemanfaatan jelantah sebagai bahan baku biodiesel mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil impor dan mendorong diversifikasi energi.
Pengembangan biodiesel minyak jelantah ini juga menciptakan lapangan kerja. Pengembangan industri biodiesel berbasis jelantah dapat menciptakan lapangan kerja baru di bidang pengumpulan, pengolahan, dan distribusi.
Biodiesel minyak jelantah mendukung ekonomi sirkular. Pengolahan jelantah menjadi biodiesel merupakan contoh nyata penerapan ekonomi sirkular, di mana limbah diolah menjadi produk yang bernilai guna.
Meskipun menjanjikan, adopsi biodiesel minyak jelantah di sektor maritim masih menghadapi beberapa tantangan. Ketersediaan pasokan menjadi krusial, sehingga dibutuhkan sistem pengumpulan dan pengolahan jelantah yang terintegrasi dan efisien untuk memastikan pasokan jelantah yang stabil dan dalam jumlah besar.
Infrastruktur dan teknologi juga perlu ditingkatkan, sehingga dibutuhkan investasi untuk membangun fasilitas pengolahan biodiesel minyak jelantah yang modern dan ramah lingkungan, serta mengembangkan teknologi yang lebih efisien.
Tantangan lain datang dari regulasi dan kebijakan. Dibutuhkan regulasi dan kebijakan yang mendukung pengembangan industri biodiesel berbasis jelantah, seperti insentif fiskal, subsidi harga, dan standar kualitas biodiesel minyak jelantah. Selain itu, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pengolahan jelantah dan manfaat produk turunannya juga menjadi faktor penting.
Untuk memaksimalkan potensi biodiesel minyak jelantah di sektor maritim, diperlukan sinergi dan kolaborasi dari berbagai pihak. Pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang mendukung pengembangan industri biodiesel berbasis jelantah, menyediakan insentif fiskal, dan mendorong penggunaan biodiesel minyak jelantah di sektor maritim.
Pelaku industri perlu berinvestasi dalam pembangunan fasilitas pengolahan biodiesel, mengembangkan teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan, serta memastikan kualitas produk.
Peran lembaga riset juga tak kalah penting, yaitu dengan melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut mengenai potensi dan aplikasi biodiesel minyak jelantah di sektor maritim, serta memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah.
Terakhir, masyarakat perlu didorong untuk memilah dan mengumpulkan minyak jelantah bekas gorengan agar dapat diolah menjadi energi yang bermanfaat, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengolahan limbah minyak jelantah.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.