Hiruk pikuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bisa jadi lebih menarik untuk diikuti ketimbang Konferensi Perubahan Iklim Dunia ke-29 (COP29) pada 11-22 November 2024 di Baku, Azerbaijan. Sayang isu perubahan iklim dan net zero emission belum menjadi arus utama dalam tema debat Pilkada.
COP29 yang penyelenggaraannya beririsan dengan pelaksanaan Pilkada telah menunjukkan bahwa isu lingkungan hanya menjadi “isu pusat.” Padahal, upaya menghadapi dampak perubahan iklim akibat pemanasan global membutuhkan kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah.
Salah satu indikasi kalau daerah memiliki komitmen untuk menempatkan isu perubahan iklim sebagai isu strategis, yang harus diperhatikan adalah rancangan kebijakan pembangunannya.
Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur adalah satu-satunya kabupaten yang secara eksplisit merumuskan strategi kebijakan pembangunan daerah yang pro-lingkungan hidup.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045, Trenggalek menyematkan visi pembangunan “Mewujudkan Kabupaten Net Zero Carbon, Berpendapatan Tinggi, dan Berdaya Saing Kolektif.”
Trenggalek secara geografis adalah kabupaten pegunungan. Dari 14 kecamatan, separuh lebih merupakan “kecamatan pegunungan.” Proporsi terbesar penggunaan lahannya merupakan kawasan hutan yang mencapai lebih dari 50%. Hutan lindungnya seluas 17.909,8 hektare dan areal hutan produksi seluas 44.230,9 hektare.
Sektor yang menopang perekonomian Kabupaten Trenggalek adalah pertanian. Sumbangan sektor ini terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) mencapai 25,9%.
Sebagai daerah agraris, Trenggalek memiliki potensi sumber daya air yang berasal dari air tanah dan air permukaan. Ketersediaan sumber air tanah sangat bergantung pada tingkat curah hujan dan kemampuan peresapan air ke dalam tanah.
Sementara untuk air permukaan sebagian besar berasal dari sungai besar dan anak sungai yang jumlah keseluruhannya 28 sungai. Dengan kondisi geografis seperti ini, Trenggalek akan merasakan dampak langsung atas perubahan iklim yang terjadi.
Sebagai langkah dan tindakan mitigasi dan adaptif, Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin “menetapkan kebijakan” konsep strategi pembangunan berwawasan lingkungan guna menjaga kualitas daya dukung dan daya tampung sumber daya alam. Karena jika tidak ada tindakan yang efektif, dampak pemanasan global dan perubahan iklim akan memberikan tekanan nyata bagi keseluruhan kegiatan ekonomi di sektor agraris dan berpotensi terjadi bencana lingkungan (bencana hidrometeorologi).
Tak sedikit yang meragukan bagaimana cara mewujudkan visi net zero carbon karena dinilai tidak operasional dan sulit untuk merumuskan indikator capaiannya. Tapi justru karena itu, Bupati Trenggalek memilih menggunakan secara eksplisit diksi “net zero carbon” dalam rumusan visi RPJPD 2025-2045. Tujuannya, agar organisasi perangkat daerah (OPD) teknis terkait memiliki indikator capaian yang jelas.
Trenggalek punya “modal” untuk mewujudkan visi net zero carbon di tahun 2045. Dalam empat tahun terakhir program kebijakan penurunan emisi karbon di Kabupaten Trenggalek menunjukkan capaian yang signifikan.
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Trenggalek pada 2022 meningkat di atas IKLH Provinsi Jawa Timur, bahkan nasional. Ke depan, Trenggalek melakukan banyak inisiatif mulai dari menjalin kerja sama dengan beberapa pihak seperti asosiasi, lembaga donor, dan lembaga riset dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi kebijakan pembangunan rendah karbon.
Konsep kebijakan pembangunan rendah karbon Kabupaten Trenggalek terdiri atas perspektif spasial dan sektoral. Artinya pengelolaan potensi sumber daya sektoral dan spasial dilakukan berwawasan lingkungan.
Kemudian agar kebijakan ini bisa implementatif sesuai kewenangan kabupaten, rancangan strategi ke kebijakan rendah karbon dirumuskan berbasis data-data hasil analisis teknokratik yang mencakup: Pertama, identifikasi dan inventarisasi emisi gas rumah kaca (GRK); Kedua, analisis pemilihan sektor-sektor ekonomi yang emisi karbonnya rendah (PDRB Hijau); Ketiga, kebijakan strategi penataan ruang wilayah daerah yang lestari.
Sebenarnya apabila mau sedikit mencermati, tahapan penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan bagian tahapan yang tidak terpisah dari “proses politik” Pilkada. Sebagaimana diketahui salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh bakal calon kepala daerah pada saat mendaftarkan ke KPU adalah menyerahkan rumusan visi-misi politik.
Rumusan visi-misi yang disusun harus mengacu pada dokumen rancangan teknokratik (rantek) RPJMD yang telah disusun Bappeda. Selanjutnya setelah nanti ada pemenang Pilkada, kepala daerah definitif yang terpilih harus menjabarkan visi-misi politiknya ke dalam rumusan visi-misi RPJMD guna merealisasikan janji-janji politiknya. Karenanya sangat ironi ketika isu lingkungan seperti pemanasan global dan perubahan iklim tidak menjadi arus utama dalam tema kampanye dan debat Pilkada.
Pendekatan pembangunan berkelanjutan dalam pengertian kekinian (saat ini) menjadi satu keniscayaan yang harus dilakukan secara menyeluruh dan bersama-sama (global) demi menyelamatkan kehidupan di muka bumi. Indonesia sebagai bagian dari tatanan masyarakat internasional secara resmi juga berkomitmen untuk ikut berkontribusi dalam tindakan penurunan emisi karbon. Komitmen ini dituangkan ke dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC).
Jadi apa yang dilakukan Kabupaten Trenggalek, semangatnya sama seperti pemerintah daerah lainnya yaitu ingin menjabarkan visi pembangunan nasional (RPJPN 2025-2045) ke dalam rumusan visi RPJPD dan RPJMD.
Bedanya adalah mewujudkan rumusan visi itu ke dalam langkah-langkah teknokratik yang terukur dan berbasis data, analisa potensi daerah dengan emisi karbon rendah sampai ke penataan ruang secara komprehensif. Mari bersama-sama kita saksikan bagaimana proses Trenggalek mewujudkan visi dan misi baru ini pasca Pilkada ke depan.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.