Asuransi dan Dana Pensiun Mulai Lirik Proyek Infrastruktur

Thampapon Otavorn/123rf
Penulis: Safrezi Fitra
19/9/2019, 08.56 WIB

Pembiayaan proyek infrastruktur pemerintah mulai dirasa menarik bagi lembaga keuangan. Perusahaan dana pensiun (dapen) dan asuransi mulai ramai masuk ke pembiayaan sektor ini. Mereka masuk ke proyek infrastruktur melalui skema Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA).

Chief Executive Officer PINA Eko Putro Adijayanto mengatakan ada beberapa pemain dapen dan asuransi jiwa yang mulai masuk ke pembiayaan infrastruktur. Dia menyebutkan di antaranya PT Taspen (Persero), PT Prudential Life Assurance, PT AIA Financial, dan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

“Taspen dan AIA berinvestasi ke proyek PT Waskita Karya Tbk (WSKT) yaitu gedung Bandara Kertajati di Jawa Barat melalui reksadana penyertaan terbatas (RDPT),” ujarnya seperti dikutip Kontan.co.id, Senin (16/9). Adapun Prudential menempatkan dananya pada obligasi yang berbasis proyek (project bond) terbitan PT Jasa Marga Tbk (JSMR).

(Baca: Solusi Pembiayaan Infrastruktur)

BPJS Ketenagakerjaan berencana investasi secara langsung pada proyek-proyek infrastruktur. Jalan tol dan bandara menjadi proyek yang disasar. Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan Amran Nasution mengatakan  salah satunya Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) ruas Pondok Indah-Kebun Jeruk.

BPJS Ketenagakerjaan akan menempatkan dananya 10% dari total modal pengelola tol tersebut, Marga Lingkar Jakarta, perusahaan patungan Jasa Marga (65%) dan Jakarta Marga Jaya (35%).  Selain itu, ada beberapa proyek potensial yang sedang dijajaki, di antaranya Tol Jakarta-Cikampek II Elevated, serta Bandara Kulon Progo dan Batam.

Pembangunan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II (ANTARA FOTO/Muhamad Ibnu Chazar)

Masalahnya, rencana penempatan dana secara langsung ini masih terhambat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Aturan ini membatasi BPJS Ketenagakerjaan melakukan investasi penyertaan langsung maksimal 1% dari total dana peserta yang dikelolanya.

Aturan ini membuat BPJS Ketenagakerjaan berhati-hati dalam menempatkan dana secara langsung di sektor infrastruktur. Makanya, hingga kini investasi penyertaan langsung Lembaga ex-Jamsostek ini di infrastruktur masih di bawah 1%.

(Baca: BPJS Ketenagakerjaan Biayai Infrastruktur Rp 60 Triliun di 2017)

Amran berharap pemerintah segera merevisi aturan tersebut dan BPJS Ketenagakerjaan bisa menempatkan dana kelolaannya untuk investasi langsung hingga 10%. Hingga saat ini total dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp 391 triliun. Jika batas penyertaan investasi langsung dinaikkan menjadi 10%, maka ada sekitar Rp 39 triliun yang bisa dialokasikan untuk membiayai infrastruktur.

Selama ini BPJS Ketenagakerjaan memang sudah menempatkan dananya secara tidak langsung di sektor infrastruktur. Misalnya dengan membeli surat utang yang diterbitkan perusahaan untuk membangun infrastruktur. Hingga tahun lalu, tercatat sudah Rp 73 triliun.

Asuransi Jiwa Minta Insentif

Selama ini, asuransi patungan (joint venture) masih lebih banyak berinvestasi di sektor infrastruktur dibandingkan asuransi lokal. Namun, kini asuransi lokal pun mulai melirik investasi di sektor ini.

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyatakan anggotanya banyak yang tertarik menempatkan dana pada proyek infrastruktur pemerintah. Apalagi, karakteristik penempatan dana asuransi jiwa sangat cocok ditaruh di instrumen investasi jangka panjang, seperti proyek infrastruktur.

"Kami melihat pemerintah sedang gencarnya melakukan pembangunan infrastruktur di banyak tempat. Kami melihat bahwa seharusnya asuransi jiwa bisa ambil peran lebih," kata Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon, di Jakarta, Rabu (11/9).

Hanya saja, kata dia, sejauh ini instrumen investasi yang memfasilitasi kebutuhan perusahaan asuransi masih terbatas di pasar modal. Perusahaaan asuransi jiwa juga belum berani berinvestasi langsung di proyek infrastruktur. Budi mengatakan mereka lebih tertarik menempatkan dananya di surat utang yang diterbitkan BUMN konstruksi untuk pembangunan proyek infrastruktur.

(Baca: Utang BUMN Mengancam Keuangan Negara)

 AAJI mengapresiasi langkah pemerintah yang telah memangkas Pajak Penghasilan (PPh) final atas bunga obligasi dari semula 15% menjadi 5%. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2019 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi yang terbit bulan lalu.

Namun, insentif ini dirasa belum cukup. Perusahaan asuransi jiwa juga mengusulkan insentif pajak dalam bentuk penurunan PPh untuk pembayaran premi asuransi. Jika itu dikabulkan, maka masyarakat akan semakin tertarik untuk membeli produk asuransi.

Dengan begitu, masyarakat akan tertarik membeli asuransi, dan dana kelolaan asuransi bisa semakin besar untuk ditempatkan di sektor infrastruktur. "Total aset kami sudah mencapai Rp 550 triliun, kalau lebih tinggi maka sumber dana infrastruktur makin besar,” ujarnya.

Potensi Dana Pensiun Luar Negeri

Tak hanya di dalam negeri, pemerintah meyakini dana pensiun luar negeri juga mulai menunjukkan ketertariknnya berinvestasi di proyek infrastruktur di Tanah Air. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro pernah mengungkapkan sudah ada beberapa dapen global yang sedang dijajaki tahun lalu, yakni dari Australia, Jepang, dan Kanada. "Mereka belum bicara jumlah tetapi cara masuk dulu,” ujarnya.

Bambang mengatakan dana pensiun global saat ini jumlahnya sangat besar. Potensinya mencapai ratusan triliun dolar Amerika Serikat. Dana tersebut sudah banyak yang dialirkan untuk investasi infrastruktur di berbagai negara. Namun, belum ada satu pun yang mampir ke Indonesia.

(Baca: Pemerintah Bidik Dana Pensiun Danai Proyek Infrastruktur Rp570 Triliun)

 Menurut CEO PINA Eko Putro Adijayanto, dana pensiun dari Australia, Superannuation, cukup potensial. Dana yang dikelola lembaga tersebut bernilai ratusan miliaran dolar. "Superannuation sudah membuka pembiayaan infrastruktur di India. Kenapa tidak buka di Indonesia?” ujarnya.

Selain Australia, dapen Kanada juga tertarik masuk ke India. Biasanya, dapen global memarkirkan dananya ke negara-negara emerging market yang jumlah penduduknya besar, struktur ekonomi dan kekayaan sumber daya yang melimpah, seperti India dan Indonesia.

Dia mengatakan sebenarnya sudah banyak perusahaan asuransi jiwa dan dana pensiun yang ingin masuk membiayai infrastruktur di Indonesia. Namun, mereka ingin ada insentif pajak yang meringankan untuk investasi secara langsung.

Saat ini regulator, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan lembaga terkait tengah membicarakan apa saja regulasi atau ketentuan untuk mengoptimalkan pendanaan infrastruktur dalam negeri. Tujuannya agar kapabilitas asuransi jiwa dan dapen dalam proyek ini meningkat.

Sejak 2017, pemerintah telah menyiapkan skema PINA untuk membiayai pembangunan proyek-proyek infrastruktur strategis. Pemerintah memfokuskan skema ini pada proyek-proyek yang memiliki tingkat pengembalian investasi atau Internal Rate of Return (IRR) di atas 13%. Skema ini dibuat untuk memanfaatkan berbagai instrumen keuangan, seperti dana pensiun, asuransi, kekayaan negara, hingga perusahaan investasi strategis, masuk ke infrastruktur.

Tahun lalu, pembiayaan infrastruktur yang masuk melalui skema PINA mampu melampaui target. Totalnya sepanjang tahun lalu mencapai Rp 47 triliun, dari target Rp 35 triliun. Tahun ini Bappenas menargetkan investasi yang masuk melalui skema PINA mencapai Rp 84 triliun - Rp 100 triliun, dari total 30 proyek infrastruktur. Namun, hingga Agustus 2019, dana yang masuk baru Rp 15 triliun.

Sebelas Proyek PINA yang Dinilai Sukses