Skema lama restrukturisasi Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 akhirnya dibatalkan. Kerja sama dengan PT Bumiputera Investasi Indonesia Tbk alias PT Evergreen Invesco Tbk sudah diakhiri. Selanjutnya, AJB Bumiputera yang sempat setahun lebih ‘beku’ alias berhenti menerima pemegang polis baru, bakal kembali beroperasi normal.
Dalam salinan surat yang diperoleh Katadata, AJB Bumiputera telah menandatangani akte pembatalan perjanjian dengan Evergreen pada 10 Januari 2018. Kabar pembatalan tersebut disambut positif oleh beberapa pemegang polis yang selama ini mengkritik skema yang ada.
Pengelola Statuter AJB Bumiputera bidang SDM, Umum dan Komunikasi Adhie M Massardi membenarkan pembatalan tersebut. “Kerja sama dengan Evergreen sudah dibatalkan karena ada perubahan persepsi,” kata Adhie kepada Katadata, Jumat (18/1).
Dengan pembatalan tersebut, maka AJB Bumiputera akan mengembalikan uang yang sudah diterima dari investor terkait pengambil alihan perusahaan asuransi baru PT Asuransi Jiwa Bumiputera yang berada di bawah payung Evergreen.
Total uang yang sudah diterima yaitu sekitar Rp 530 miliar, namun yang akan dikembalikan sekitar Rp 430 miliar lantaran sebesar Rp 100 miliar dipotong untuk pembentukan PT.
Di sisi lain, Evergreen akan mengembalikan hak-hak yang sebelumnya diberikan AJB Bumiputera, di antaranya penggunaan nama Bumiputera. Saat ini, PT Asuransi Jiwa Bumiputera dikabarkan telah bersalin nama menjadi PT Asuransi Jiwa Bhinneka. “Restrukturisasi akan dilanjutkan tanpa melibatkan Evergreen,” ucapnya.
(Baca juga: Pengelola Buka-bukaan, Bumiputera Terancam Defisit Tiap Tahun Rp 2,5 T)
Meski kesepakatan dengan Evergreen batal, Adhie menolak jika skema restrukturisasi sebelumnya disebut gagal total. Sebab, dengan skema tersebut, pihaknya berhasil merampingkan jumlah pegawai dari 3.200 menjadi 2.100 orang. Hal itu lantaran pegawai setuju pindah ke PT Asuransi Jiwa Bumiputera. “Layoff tanpa huru-hara,” ucapnya.
Selain itu, pihaknya mengklaim telah berhasil melakukan 'pembersihan' administrasi perusahaan. Melalui 'pembersihan' tersebut ditemukan adanya pemegang polis yang sudah dibayar klaimnya tapi belum dibukukan. Ada juga yang klaimnya sudah dua kali dibayarkan.
“Dari membersihkan secara administrasi dan pembayaran klaim, sudah berkurang 1 juta (pemegang polis) selama 2017,” kata dia. Alhasil, jumlah pemegang polis telah berkurang dari 6 jutaan menjadi sekitar 4,5-5 jutaan.
(Baca juga: Penyelamatan Tak Pasti, Bumiputera Jual Aset untuk Bayar Klaim)
Ke depan, pengelola statuter akan fokus melakukan pembenahan di internal, termasuk membangun sistem dan pengawasan yang benar. Harapannya, aktivitas bisnis menjadi lebih tertib. Adapun AJB Bumiputera ditargetkan untuk kembali beroperasi normal mulai Maret 2018.
Menurut Adhie, beberapa terobosan untuk menyokong keuangan AJB Bumiputera sedang dibangun. Ada rencana monetisasi aset-aset properti, penerbitan produk-produk asuransi modern, hingga penggunaan teknologi keuangan (financial technology).
“Sekarang masih ada terobosan-terobosan masih dibangun, sambil menunggu PP (Peraturan Pemerintah) mutual yang lagi dibahas di Kementerian Keuangan,” kata dia. Nantinya, restrukturisasi AJB Bumiputera akan mengacu pada Peraturan Pemerintah tersebut.
Peran Evergreen
Skema restrukturisasi yang melibatkan Evergreen terbilang kompleks. Detail skema tersebut juga sudah beberapa kali berubah. Yang jelas, posisi awal Evergreen adalah perusahaan cangkang yang akan mencari pendanaan bagi AJB Bumiputera melalui penerbitan saham baru alias rights issue. Penggunaan Evergreen sebagai 'kendaraan' lantaran investor tidak bisa langsung menyuntikkan modal ke AJB Bumiputera yang berbadan hukum mutual.
Peran Evergreen tersebut tergambar dalam prospektus yang dipublikasikan di website Bursa Efek Indonesia pada 2016. Evergreen menyatakan akan melakukan rights issue untuk membayar utang kepada AJB Bumiputera. Utang tersebut muncul lantaran anak usahanya, PT Pacific Multi Indutri (PMI) telah mengambil alih perusahaan holding yang dibuat AJB Bumiputera dengan janji menanggung seluruh kewajiban AJB Bumiputera kepada pemegang polisnya.
Adapun perusahaan holding tersebut memayungi tiga anak usaha yang masing-masing bergerak di bidang asuransi (PT Asuransi Jiwa Bumiputera), investasi (PT Bumiputera Investama Indonesia), dan properti (PT Bumiputera Properti Indonesia). Anak-anak usaha tersebut dirancang untuk mewarisi beberapa aset AJB Bumiputera.
Belakangan, rencana rights issue batal, setelah nilai rights issue sempat direvisi dari Rp 30 triliun menjadi hanya Rp 10,3 triliun. Menurut Sumber Katadata, pembatalan terjadi lantaran sejumlah investor yang dijajaki akhirnya mengurungkan niatnya.
Dalam konferensi pers di penghujung 2016, pengelola statuter mengumumkan ada konsorsium investor yang sepakat masuk ke PT Asuransi Jiwa Bumiputera melalui Evergreen. Dalam konsorsium itu diketahui ada nama pengusaha Erick Thohir. (Baca juga: Erick Thohir Suntik Bumiputera Lewat Surat Utang Evergreen Rp 3 T)
Konsorsium investor menyanggupi untuk memberikan 40% laba PT Asuransi Jiwa Bumiputera kepada AJB Bumiputera setiap tahun selama 12 tahun. Di samping itu, investor akan menyetor modal Rp 3,3 triliun melalui surat sanggup bayar alias Promisorry Note yang akan diterbitkan Evergreen. Setoran tersebut untuk biaya pengambil alihan beberapa aset properti AJB Bumiputera.
Namun, di awal 2017, pengelola statuter AJB Bumiputera menyatakan transaksi tersebut ditunda lantaran masih ada poin-poin yang ingin dinegosiasikan. (Baca juga: Pengelola Bumiputera Tunda Transaksi dengan Erick Thohir)
Perubahan sejak tahun lalu
Tanda-tanda bakal adanya perubahan skema restrukturisasi AJB Bumiputera sudah terbaca sejak tahun lalu. Pada November 2017, Direktur Eksekutif Pengawas Lembaga Keuangan Nonbank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi sempat mengungkapkan, pihaknya tengah mencari skema yang tepat.
Menurut dia, pihaknya sudah meminta pengelola statuter untuk menyiapkan skema baru yang lebih berorientasi kepada pemegang polis. "Kami masih tunggu. Nanti kami lihat dan bandingkan dengan (skema) yang sekarang ada," kata dia, ketika itu.
Dari penjelasan Adhie Massardi, ada beberapa penyebab skema restrukturisasi yang melibatkan Evergreen dibatalkan. Penyebab utamanya, ada perubahan persepsi setelah pemegang saham Evergreen berubah.
“Sebelumnya karena Evergreen bagian dari (skema) restrukturisasi, kendali di kami (AJB). Tapi, setelah ada perubahan pemegang saham di Evergreen, (posisi AJB) berubah menjadi partner bisnis,” kata Adhie.
Alhasil, AJB Bumiputera bakal sulit mendorong persyaratan yang dibuat sebelumnya untuk terealisasi. Ia mencontohkan, persyaratan pemegang saham untuk menyetorkan modal ke Evergreen.
Selain itu, penggunaan Promisorry Note untuk pengambil alihan beberapa aset properti AJB Bumiputera jadi persoalan. “Dalam bisnis Promisorry Note itu alat transaksi yang sah, tapi dalam restrukturisasi kami tidak mau Promisorry Note. Itu jadi masalah,” kata dia.
Persoalan lainnya, ketika Evergreen harus melakukan rights issue untuk memenuhi permodalan, akan terjadi ketidakadilan bagi masyarakat yang memegang saham. Sebab, anak usahanya yaitu PT Asuransi Jiwa Bumiputera akan menyetor 40% labanya kepada AJB Bumiputera.
"Dengan perhitungan bisnis jadi tidak klop, maka terjadi pembatalan (kesepakatan dengan Evergreen),” kata dia.