Surga Ikan Indonesia, Bibit Ketegangan Luhut-Susi

Arief Kamaludin|KATADATA
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti
Penulis: Muchamad Nafi
5/8/2016, 15.52 WIB

Ada 11 zona sumber ikan tangkap di Indonesia yang selama ini menjadi fokus Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Daerah dengan produksi tertinggi yakni Laut Jawa, Selat Karimata, Natuna, Laut Cina Selatan, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali. (Baca:Mendulang Untung dari Bisnis Ikan Pindang).

Pada 2013, pengelolaan  tujuh dari 11 WPP belum optimal. Sedang empat lainnya mengalami over fishing yakni produksi telah melebihi potensi wilayah tersebut. Sebelumnya, pada 2010, over fishing hanya terjadi di dua WPP, yakni Selat Malaka dan Laut Banda. Untuk wilayah over fishing, pemerintah tidak lagi menerbitkan izin penangkapan baru.

Selain produksi berlebih, illegal fishing turut menyumbang menurunnya komoditas tangakapan laut Indonesia. Ketika masih aktif menjadi pengusaha, kata Susi, dalam sehari ia memperoleh belasan ton ikan dan lobster. Sebagian hasilnya diekspor, aktivitas bisnis yang terakhir kali dilakukan pada 2003. Sebab, setelah itu, susah mendapatkannya. “Paling utama penyebabnya adalah penangkapan ikan illegal fishing, masif,” kata Susi.

Atas aksi pencurian besar-besaran tersebut, Kementerian Kelautan dibantu dengan aparat penegak hukum berburu pelaku tersebut. Kapa-kapal yang tertangkap ditenggelamkan setelah dinyatakan benar-benar melanggar. (Baca: Dalam 10 Bulan, Menteri Susi Tenggelamkan 101 Kapal Ikan).

Kapal Negara Mana Paling Banyak Ditenggelamkan? (Katadata)

Setelah tindak tegas tersebut, beberapa produk laut kembali mudah didapatkan, di antaranya lobster. Dia mengklaim satu setengah tahun terakhir proses pemulihan, hasil tangkapan nelayan lebih banyak. Jumlah ikan yang diperoleh meningkat, begitu pula dengan nilai ekspornya. Sebagai contoh, ekspor ikan tuna ke Jepang saat ini nomor satu.  

Karena itu, Susi berharap Indonesia menjadi produsen terbesar ke tiga di Asia, bukan nomor tiga di Asia Tenggara. Hal itu bisa dicapai jika moratorium kapal asing untuk menangkap ikan di Indonesia dilaksanakan dengan tegas. (Baca: Jokowi: Potensi Perikanan di Natuna Hanya Mampu Tergarap 8,9 Persen).

Atas dasar itu, bila Kementerian Koordinator Kemaritiman meneruskan rencananya untuk merombak Daftar Negatif Investasi terkait investasi asing di penangkapan ikan, Susi menegaskan akan meninggalkan kabinet. “Kalau sampai perikanan tangkap diberikan ke asing, saya siap mengundurkan diri,” katanya. “Reforming perikanan itu harus disiplin dan itu untuk kepentingan sustainability.”

Karenanya, Susi hanya mempersilakan asing masuk ke industri pengelolaan ikan hingga 100 persen. Untuk itu tinggal dikembangkan kerja sama dengan nelayan, pemilik kapal, koperasi, atau pengusaha dlam negeri. 

Dalam beberapa kesempatan, Susi memang kerap mengungkapkan ajakannya kepada asing untuk berperan dalam industri pengolahan. Misalnya, tahun ini akan dilakukan percepatan pembangunan sentra perikanan terpadu di Pulau Natuna, di antaranya dengan membangun tempat penyimpanan atau cold storage berukuran raksasa.

Atas rencana ini dia menyebutkan satu perusahaan Rusia telah menyatakan ketertarikannya. Black Space Rusia, perusahaan tersebut, akan membuka 10 cold storage dengan menggandeng perusahaan dalam negeri, Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perindo). (Baca: Menteri Susi: Banyak Bangkai Kapal Hilang).

Dia menegaskan saat ini merupakan momen Indonesia untuk menegakkan kedaulatan di kelautan. “Dulu diizinkan saja banyak kamuflase, apalagi nanti kalau diizinkan lagi,” ujar Susi. Di sini, langkah Luhut membuka keran bagi asing akan mendapat ganjalan.

Halaman: