Mutasi Virus Corona Kebal Vaksin, Memperpanjang Pandemi?

123RF.com/lightwise
Ilustrasi mutasi dan penyebaran virus corona.
Penulis: Safrezi Fitra
8/4/2021, 18.49 WIB

Lebih Kuat dan Penularannya Lebih Cepat

Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Profesor Tjandra Yoga Aditama mengatakan E484K bukan varian baru Covid-19, melainkan mutasi baru virus tersebut. Mutasi E484K ini cukup mengkhawatirkan karena diduga berdampak kepada respons sistem imun tubuh dan mungkin mempengaruhi efek vaksin.

E484K juga disebut sebagai mutasi pelarian atau penghindaran (escape mutation) karena dapat membuat virus lolos dari pertahanan imun tubuh manusia. Data laboratorium menunjukkan virus Covid-19 varian B117 kalau ditambah mutasi E484K akan membuat tubuh perlu meningkatkan jumlah antibodi serum untuk dapat mencegah infeksinya.

"Varian B117 sudah terbukti jauh lebih mudah menular, sehingga kalau bergabung dengan mutasi E484K tentu akan menimbulkan masalah cukup besar bagi penularan Covid-19 di masyarakat," ujarnya.

Profesor Tjandra Yoga Aditama pernah menjabat Direktur Penyakit Menular di WHO Asia Tenggara dan mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes. Dia baru saja terpilih menjadi member COVAX Independent Allocation of Vaccines Group (IAVG) yang dipimpin bersama oleh Aliansi Vaksin Dunia (GAVI), Koalisi untuk Inovasi Persiapan Epidemi (CEPI) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Dia menjelaskan E484K sudah ada dalam variant of concern WHO per 1 April 2021. Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) malah telah lebih dulu melakukannya pada 24 Maret 2021.

"Mutasi E484K ini oleh sebagian pakar disebut sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan dan merupakan sebuah peringatan," kata Tjandra dalam keterangan tertulis, Selasa (6/4).

Profesor Tjandra mengatakan mutasi ini pertama kali diidentifikasi pada varian virus corona Covid-19 yang dilaporkan dari Afrika Selatan (B1351) dan Brasil (B1128). Belakangan juga dilaporkan ada pada varian asal Inggris (B117). Inggris mengidentifikasinya sesudah memeriksa 214.159 sampel sekuens genom.

Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Profesor Zubairi Djoerban juga menilai adanya kemungkinan mutasi baru virus Corona E484K akan berdampak pada efikasi vaksin. "E484K dianggap lebih mudah menginfeksi penyintas Covid-19 dan orang yang sudah divaksinasi," kata Prof Zubairi, dikutip dari akun Twitternya @ProfesorZubairi, Rabu (7/4).

Infografik_vaksinasi bukan akhir pandemi (Katadata)

Dalam sebuah pengujian laboratorium, E484K terbukti membantu virus corona menghindari antibodi yang dihasilkan infeksi sebelumnya. Sehingga membuat orang yang terkena virus mutasi ini kurang rentan terhadap obat antibodi, termasuk vaksin. Menurutnya E484K merupakan mutasi varian P.1 yang memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi pada anak muda.

BBC menjuluki E484K sebagai "double mutant" atau mutasi ganda. Sebab, virus ini mengandung dua mutasi yang cukup mengkhawatirkan dalam komposisi genetiknya. Ini berdasarkan identifikasi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Aserika Serikat atau U.S. Centers for Disease Control and Prevention.

Nadia yang juga merupakan Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan mutasi virus corona E484K kemungkinan bisa mempengaruhi efektivitas vaksin Covid-19. "Dari dugaan dapat mempengaruhi efikasi vaksin. Tetapi dari studi di Afrika Selatan semua vaksin masih efektif sampai saat ini," ujarnya mengutip Kompas.com, Senin (5/4).

Saat ini memang belum ada hasil penelitian yang dapat memastikan vaksin yang saat ini sudah tersedia, mampu mengatasi infeksi mutasi virus E484K. Namun, para ilmuwan mengatakan vaksin dapat didesain ulang dan disesuaikan agar efektif digunakan mengatasi varian baru.

Halaman: