Beda Suara Presiden dan Menkeu Soal THR PNS?
Banyak yang berpendapat kekecewaan PNS hingga munculnya petisi ini disebabkan adanya perbedaan pendapat antara Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan. Awalnya Jokowi ingin memberikan THR PNS secara penuh, tapi nyatanya Menteri Keuangan mengumumkan besaran THR PNS tahun ini masih sama dengan tahun lalu.
Bahkan, dalam komentar di petisi tersebut, beredar informasi mengenai pencairan tunjangan kinerja hingga empat kali di lingkungan Kementerian Keuangan. Tunjangan ini dibayarkan sebelum jadwal pencairan THR.
Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun menilai pencairan THR PNS 2021 dilaksanakan melalui formulasi yang berbeda antara Peraturan Pemerintah (PP) dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). "Saya tidak tahu apa motivasi Menkeu membuat formulasi yang berbeda. Ini jelas kontroversial," ujarnya dalam siaran pers (4/5).
Pihak Istana pun langsung membantahnya. Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Panutan S. Sulendrakusuma mengatakan semua komponen pemerintah satu suara mengacu pada regulasi yang sama yaitu PP 63/2021 dan PMK 42/2021.
Dalam pasal 6 PP Nomor 63 Tahun 2021 disebutkan bahwa THR dan gaji ke-13 PNS, PPPK, prajurit TNI, anggota Polri, pejabat negara, dewan pengawas KPK, lembaga penyiar publik, dan pegawai non-pegawai ASN yang bertugas di lembaga penyiar publik, terdiri dari: gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan jabatan atau tunjangan umum. Ketentuan tersebut serupa dengan yang diatur dalam pasal 6 PMK Nomor 42 Tahun 2021.
“Jadi tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan pendapat antara Presiden dengan Menkeu terkait THR ASN,” ujarnya.
Panutan menjelaskan PMK 42/2021 merupakan petunjuk teknis (juknis) dari PP 63/2021. Sehingga ketentuannya akan konsisten tanpa perbedaan antara dua regulasi tersebut. Menurutnya, saat pendiskusian dalam proses penyusunan regulasi mungkin saja ada perbedaan ide dan pendapat. Ini merupakan hal yang normal dalam pembahasan suatu regulasi.
Pemerintah Minta PNS Bijak Menerima THR
Terkait perhitungan THR tanpa komponen tunjangan kinerja, dia mengatakan hal ini disebabkan kondisi keuangan negara yang memang sedang mengalami tekanan akibat pandemi COVID-19. Formula ini pun sudah diterapkan dalam perhitungan THR tahun lalu.
“Sehingga tidak bijaksana jika kita membandingkannya dengan THR 2019. Kita semua tahu, 2019 merupakan kondisi sebelum COVID-19,” ujar Panutan.
Pemerintah memahami kebutuhan para ASN sebagaimana kebutuhan masyarakat pada umumnya, terutama mendekati Lebaran. Namun untuk saat ini, komponen THR tersebut yang dapat diberikan karena banyak hal juga yang menjadi pertimbangan.
Menurutnya, pemerintah melihat petisi daring terkait THR ASN 2021 merupakan wujud demokrasi dan sebagai saran kepada pemerintah. Namun, kebijakan memang tidak akan bisa memuaskan semua pihak, dalam hal ini ASN/PNS. “Tapi kalau tuntutannya adalah THR seperti tahun 2019 (sebelum COVID-19), itu kurang bijak dan kurang realistis,” kata Panutan.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga meminta PNS tetap bersyukur atas kebijakan THR saat ini. Di tengah kontraksi keuangan yang berat, pemerintah masih tetap memberi THR di luar tunjangan kinerja.
Dia pun membandingkan dengan pembayaran THR pegawai swasta. Banyak perusahaan yang saat ini masih kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. Bahkan, banyak juga masyarakat yang menganggur lantaran terdampak pandemi Covid-19.
"Mereka tidak dapat apa-apa, siapa yang mau memberikan THR? Jadi tolonglah beri pengertiannya, syukuri apa yang sudah ada," katanya dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021, Selasa (4/5).
Total alokasi anggaran untuk membayar THR tahun ini lebih besar. PNS juga tetap mendapatkan gaji ke-13 yang akan dibayarkan pada Juni. Tambahan penghasilan ini tetap diberikan meski di tengah keuangan negara yang masih mengalami tekanan.
Kondisi keuangan negara yang tertekan terlihat dari defisit anggaran yang mencapai Rp 144,2 triliun per Maret 2021. Defisit terjadi karena besarnya pengeluaran pemerintah dalam menangani pandemi di tengah penerimaan pajak yang masih rendah.
Penerimaan pajak per Maret 2021 turun 5,6% menjadi Rp 241,6 triliun. Kementerian Keuangan juga mencatat posisi utang pemerintah per akhir Maret 2021 mencapai Rp 6.445,07 triliun, naik Rp 1.252,5 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto pun membengkak menjadi 41,64%.