Ancaman Delta dalam Lonjakan Kasus Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi RI

123RF.com/lightwise
Ilustrasi kenaikan kasus Covid-19
Penulis: Sorta Tobing
17/6/2021, 19.32 WIB
  • Varian Delta yang berasal dari India membuat penularan Covid-19 menjadi lebih cepat. 
  • PPKM mikro dinilai tidak efektif karena Covid-19 di Indonesia sudah memasuki tahap community transmission
  • Para ekonom berpendapat penyelesaian pandemi yang tidak serius akan membuat perekonomian terus tertekan. 

Angka kasus Covid-19 di Indonesia naik tajam dalam sepekan terakhir. DKI Jakarta bahkan bersiap memasuki fase genting. Rumah sakit mulai kewalahan menerima tambahan pasien.

Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran telah menambah dua ribu ranjang. Lalu, Tower 8 RSD Wisma Atlet Pademangan juga bersiap menerima pasien. Tower tersebut selama ini berfungsi sebagai tempat isolasi mandiri pekerja migran yang baru kembali ke Indonesia. 

Nantinya, para pekerja migran akan pindah ke Tower 9 dan 10. Sedangkan Tower 8 khusus pasien positif Covid-19. Dengan begitu, kapasitas RSD Wisma Atlet naik menjadi 9.566 tempat tidur.

Penambahan kasus di ibu kota per Kamis (17/6), menyentuh angka 4.144 pasien. “Jika kita kilas balik, kasus hari ini mendekati angka tertinggi yang pernah terjadi pada 7 Februari 2021, yaitu 4.213 kasus dalam sehari,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Dwi Oktavia. 

Untuk keterisian tempat di rumah sakit ibu kota, dari total 8.524 ranjang, yang terisi mencapai 85%. Sedangkan tempat tidur di unit perawatan intensif (ICU) yang terisi mencapai 74% dari 1.186 ranjang. 

Ia meminta seluruh warga tetap waspada terhadap mutasi virus corona yang baru dan mudah menular. Gejala yang timbul lebih berat dari varian sebelumnya. 

Dari hasil pemeriksaan whole genome sequencing atau WGS, tiga varian sudah masuk ke Jakarta. Ketiganya adalah Alpha (B.1.1.7), Beta (B.1.351), dan Delta (B.1.617.2). 

Lonjakan pasien Covid-19 di Jakarta. (Muhammad Zaenuddin|Katadata)

Mengapa Kasus Covid-19 Naik Lagi?

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengatakan dalam sepuluh hari terakhir lonjakan kasus terjadi karena varian baru Covid-19. Varian Delta yang berasal dari India membuat penularan virus corona menjadi lebih cepat. 

Sebagai informasi, Negeri Bollywood sebelumnya diterjang tsunami Covid-19. Gelombang kedua itu begitu parah, sampai angka kasus hariannya pada Mei lalu sempat mencapai 400 ribu pasien. Saat ini jumlahnya berangsur-angsur turun ke 60an ribu kasus per hari. 

Masdalina mengatakan, varian inilah yang mendorong empat provinsi di Pulau Jawa kini berada di zona merah kembali. Episentrumnya berada di Kudus (Jawa Tengah), Bandung (Jawa Barat), dan Jakarta.

Secara agregat, DKI Jakarta akan mengalami kenaikan kasus 400%, Depok 305%, Bekasi 500%, Jawa Tengah 898%, dan Jawa Barat 104%. Lonjakan ini terjadi, menurut dia, bukan karena dampak mudik Lebaran pada bulan lalu. “Tapi karena kegagalan cegah-tangkal, yang berakibat masuknya varian baru ke Indonesia,” katanya.

Ia menyebutnya kebobolan. Banyak orang masuk ke Indonesia dari luar negeri dengan ketentuan hanya lima hari karantina. “Padahal, seharusnya 14 hari berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),” ujar Masdalina. 

Databoks di bawah ini menunjukkan provinsi dengan kasus aktif terbanyak di Indonesia.

Protokol kesehatan yang belum terlaksana dengan baik juga menjadi pemicu lonjakan kasus Covid-19.  Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono menyebut interaksi antar manusia kian meningkat karena mobilitas penduduk yang tinggi dan masif.

Masalahnya, setiap terjadi libur panjang, pemerintah hanya memberi imbauan jangan melakukan mobilitas. “Ini tidak ada manfaatnya. Pemerintah bersikap seakan-akan melakukan sesuatu, padahal tidak,” ujarnya kepada Katadata.co.id.

Sementara, Epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman memprediksi potensi puncak kasus Covid- 19 terjadi pada akhir Juni 2021 “Angka kasus ini sebetulnya bukan naik, memang sejak awal tinggi. Ini merupakan akumulasi perjalanan satu tahun pandemi kita yang tidak terkendali,” katanya.

Dicky mengatakan, situasinya memburuk karena kemunculan varian baru Covid-19. Varian Alpha akan memimpin dan mendominasi puncak pertama di akhir Juni ini. Selanjutnya, yang jauh lebih serius dan berbahaya lagi adalah varian Delta. 

“Varian Delta dapat membuat chaos layanan kesehatan kita. Itu sebabnya ada potensi puncak kembar, puncak yang berdekatan,” kata Dicky.

 RSDC Wisma Atlet Pademangan. (Muhammad Zaenuddin|Katadata)

Seberapa Efektif PPKM Mikro?

Dicky berpendapat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM mikro tidak akan efektif. Situasi Covid-19 di Indonesia sudah memasuki tahap community transmission, sudah menyebar di mana-mana. 

Langkah menjadi PPKM tidak logis karena tidak diiringi penguatan 3T, yaitu pengetesan (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment).“Testing-nya tidak kuat sehingga tidak efektif. Masalahnya pandemi corona ini sudah besar, responnya harus lebih dalam skala besar,” ucapnya.

Masalah lainnya, pemerintah belum menyampaikan komunikasi risiko yang tepat ke masyarakat. Data-data yang tersaji harus lebih transparan, bukan hanya menciptakan glorifikasi dan positivisme. “Yang ada hanya rasa aman semu,” kata Dicky. 

Tak hanya itu, membangun kepatuhan protokol kesehatan harus terlaksana di lapangan. Termasuk perilaku pejabat publik dan tokoh masyarakat. Ini menjadi pekerja besar untuk pemerintah. 

Pandu mengatakan, sudah tidak mungkin melakukan pembatasan gerak sosial yang ketat alias lockdown. Pemerintah menganggap hal itu membuat kehidupan mati. Padahal, negara lain telah melakukan langkah serupa dan berhasil keluar dari pandemi.

Perbedaan persepsi ini yang membuat penanganan pandemi di Indonesia menjadi lamban. “Tidak mencapai sasaran yang diharapkan,” ujar Pandu. 

Pemerintah juga belum menempatkan masyarakat sebagai garda terdepan penanggulangan Covid-19. Sejak awal, warga hanya menjadi objek. “Disuruh, dilarang, disalahkan,” katanya. 

Masyarakat harus diajak mengedukasi lingkungannya. Dengan begitu, tidak ada kelompok yang menolak memakai masker atau tidak mau divaksin. 

Penanganan pasien Covid-19. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.)

Apa Dampak Kenaikan Kasus Covid-19 ke Perekonomian?

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan lonjakan kasus Covid-19 sudah pasti berdampak pada perekonomian di Indonesia. Kasus yang naik akan membuat pembatasan sosial yang lebih ketat lagi dan mengganggu kegiatan ekonomi.

Hal tersebut otomatis mengurangi kesempatan masyarakat bekerja optimal. “Ini akan berdampak ke daya beli. Dari sisi pengusaha, produktivitasnya akan turun dan mengganggu iklim investasi,” katanya. 

Penyelesaian masalah ekonomi harus dari akarnya. Saat ini sumber masalahnya adalah pandemi Covid-19. Memprioritaskan pandemi bukan berarti mengabaikan perekonomian. “Kalau pemerintah tidak segera fokus menyelesaikan pandemi secara serius, justru artinya mengabaikan ekonomi. Ini bukan pilihan,” kata Enny.

Perekonomian yang anjlok sejak tahun lalu merupakan imbas pandemi. Karena itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi 5% adalah dengan penanganan Covid-19.

“Tempat wisata yang dibuka terlalu dini pada waktu libur Lebaran, hasilnya kasus harian naik. Terus yang rugi siapa? Pelaku usaha dan ritel terdampak,” ujarnya. 

Pemerintah saat ini dinilai belum serius. Kebijakan antar-kementerian masih tidak konsisten. Dampaknya, perekonomian akan kembali ke situasi yang berat.

Target pemerintah pertumbuhan ekonomi Tahun ini di 7% sampai 8% akan sulit. Bulan Juni atau pasca-Lebaran menjadi momen krusial. Daya beli masyarakat seharusnya naik karena adanya tunjangan hari raya (THR) “Tapi dengan lonjakan kasus, situasi akan berbeda,” kata Bhima.

Belanja pemerintah juga berpotensi menjadi lebih berat. Defisit anggaran belanja dan pendapatan negara (APBN) sedang ditekan. Lalu, muncul wacana perluasan pajak pertambahan nilai (PPN), pengampunan pajak (tax amnesty) jilid dua, dan lainnya. “Kalau kasus Covid-19 meledak lagi, defisit akan melonjak. Ujungnya, utang bertambah dan jadi beban baru,” ucapnya.

Penyumbang bahan: Alfida Febrianna (magang)

Reporter: Antara

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan