Membendung Varian Omicron Sejak Dini Agar Kesalahan Tak Berulang

123RF.com/troyzen
Ilustrasi. Upaya mencegah masuknya Omicron, varian baru Covid-19.
Penulis: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing
30/11/2021, 19.18 WIB
  • Sejauh ini gejala orang yang terinfeksi Omicron ringan dan penyembuhannya bisa ditangani di rumah.
  • Berkaca dari penularan varian Delta, pemerintah sebaiknya melakukan langkah antisipasi.
  • Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis pemulihan ekonomi dalam negeri dapat terus terakselerasi.

Pengetatan aktivitas masyarakat mulai berlangsung. Per hari ini, Selasa (30/11), DKI Jakarta dan beberapa daerah di Jawa-Bali kembali masuk pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM level 2

Keputusan ini bukan hanya untuk mengantisipasi kenaikan kasus virus corona saat liburan Natal dan Tahun Baru alias Nataru. Pemerintah juga mewaspadai masuknya varian Covid-19 baru, bernama Omicron

Varian yang terdeteksi pertama kali di Afrika Selatan itu sudah masuk ke Hong Kong sebanyak tiga kasus. Lalu, Australia juga mencatat dua kasus. Semua pasien berasal dari luar negeri. Bahkan pasien di Negeri Kanguru sempat melakukan transit di Singapura.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Omicron sebagai varian yang perlu diwaspadai. Namun, belum jelas apakah varian ini lebih mudah menular dibandingkan varian lainnya. Tidak terang juga soal apakah jenis terbaru ini menyebabkan gejala yang lebih berat.

Data awal menunjukkan ada kenaikan jumlah orang yang dirawat di rumah sakit di Afrika Selatan. Namun, angkanya belum spesifik menyangkut infeksi Omicron.

Sejauh ini gejala orang yang terinfeksi Omicron ringan dan penyembuhannya bisa ditangani di rumah. Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan Dokter Angelique Coetze mengatakan kepada Reuters, tidak seperti varian Delta, para pasien tidak melaporkan kehilangan penciuman atau rasa. Tingkat saturasi oksigennya juga tidak anjlok.

WHO memperingatkan, virus tersebut akan menyebar secara internasional dan menimbulkan risiko global sangat tinggi. “Omicron memiliki jumlah mutasi lonjakan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Beberapa di antaranya mengkhawatirkan dampaknya," tulisnya kemarin. 

Hingga saat ini, tidak ada laporan kematian terkait varian Omicron. Namun, penemuan kasusnya membuat banyak negara meningkatkan kewaspadaan. Jepang telah memberlakukan larangan warga asing masuk ke negaranya sejak kemarin.

Di hari yang sama, Negeri Sakura mengonfirmasi kasus pertama varian tersebut. Seorang diplomat asal Namibia berusia 30-an terbukti positif virus corona di Bandar Udara Narita, Tokyo. 

Pemerintah setempat lalu melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dari pengujian tersebut ditemukan virus B.1.1.529 alias Omicron.

Australia telah menangguhkan keputusan membuka pintu masuk kedatangan internasional. Norwegia menambah masa isolasi orang-orang yang terinfeksi, meskipun negara ini belum menemukan varian tersebut.

Satu kasus Omicron ditemukan di Kanada. Negara tetangganya, yaitu Amerika Serikat, lalu memberlakukan larangan perjalanan di delapan negara Afrika bagian Selatan.  

Presiden AS Joe Biden menyebut Omicron mengkhawatirkan, tapi bukan membuat panik. Karena itu tidak perlu melakukan lockdown, asal masyarakat melaksanakan vaksinasi dan memakai masker. 

Badan kesehatan Belanda menyebut ada 13 kasus varian baru tersebut di negaranya. Para pasien berasal dari dua penerbangan berbeda yang tiba di Amsterdam dari Afrika Selatan pada Jumat lalu. 

Negeri Kincir Angin telah melakukan pengujian lebih dari 600 penumpang di kedua penerbangan tersebut. Hasilnya, 61 orang dinyatakan positif. “Ini mungkin seperti puncak gunung es,” kata Menteri Kesehatan Hugo de Jonge.

Pandemi corona di Afrika Selatan. (ANTARA FOTO/REUTERS/Siphiwe Sibeko/HP/dj)

Mewaspadai Gelombang Ketiga 

Varian Omicron teridentifikasi pertama kali di Afrika Selatan dan menyebar dengan cepat setelahnya. Spesimennya diambil pada 9 November 2021 dengan status variant of under investigation. Tak lama, pada 24 November, WHO langsung meningkatkan status varian ini menjadi variant of concern.

“Kenapa varian Omicron ini menjadi variant of concern sangat cepat? Karena mutasi-mutasi yang berbahaya dari sebelum ada di sini,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, pekan lalu. 

Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menyebut Omicron punya waktu yang lebih cepat untuk menginfeksi dari satu orang ke orang lain. Untuk varian Delta perlu sekitar tiga bulan untuk mendominasi 50% sebagai varian yang bersirkulasi di satu tempat atau wilayah. 

“Tapi untuk Omicron hanya perlu tiga menit. Ini saja sudah menjadi perbandingan bagaimana lebih efektif dan efisiennya Omicron dalam menularkan,” kata Dicky kepada Katadata.co.id, kemarin.

Seperti varian Covid-19 yang lainnya, populasi yang paling rentan adalah kelompok lansia, kelompok masyarakat yang belum divaksin, atau bahkan belum terinfeksi. 

Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, masyarakat agar tetap tenang, asalkan sudah mendapatkan vaksinasi. “Kalau ada yang sudah vaksin kemudian terinfeksi dan meninggal, mungkin ada komorbid atau lanjut usia,” ujarnya.

Berkaca dari penularan varian Delta, para pengamat menyarankan agar pemerintah melakukan tiga langkah antisipasi. Pertama, membatasi pelaku perjalanan dari negara yang sudah terkonfirmasi kasus Omicron. Kedua, memperpanjang masa karantina. Terakhir, survey genomika.

Per 28 November 2021, pemerintah telah memperpanjang masa karantina bagi warga negara asing (WNA) ataupun warga negara Indonesia (WNI) yang melakukan perjalanan dari luar negeri menjadi tujuh hari dari sebelumnya hanya tiga hari. 

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, aturan itu berlaku bagi WNA yang dalam 14 hari terakhir berkunjung atau berada di Afrika Selatan, Lesotho, Eswatini, Namibia, Botswana, Zimbabwe, Mozambique, Malawi, Zambia, Angola, dan Hong Kong.

Dicky memperkirakan gelombang ketiga dapat terjadi di negara ini. “Yang rawan adalah populasi yang belum memiliki imunitas, entah belum vaksinasi atau terinfeksi,” ujarnya. Dalam hitungannya, sekitar 40% penduduk Indonesia dalam kondisi rawan.

Varian baru virus corona bukan satu-satunya faktor yang menjadi dasar prediksi tersebut. Faktor lain yang tak kalah penting adalah pengabaian 5M, lemahnya 3T dan survey genomika, serta kurang maksimalnya vaksinasi.

Sebagai informasi, 5M adalah mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Sedangkan 3T adalah tes (testing), telusur (tracing), dan tindak lanjut (treatment). 

Pandu menyebut gelombang ketiga dan kenaikan PPKM hingga level ketiga adalah ketakutan yang tidak perlu. Semua wilayah cukup menjalankan pembatasan sesuai level masing-masing tapi diperketat. Semua masyarakat harus tetap patuh terhadap protokol kesehatan atau prokes.

Sampai saat ini efek infeksi Omicron kepada manusia dan kemampuannya menghindari antibodi masih belum tergambar dengan jelas. Butuh waktu dua hingga empat minggu untuk meneliti varian ini lebih lanjut.

WHO sedang berkoordinasi dengan sejumlah besar peneliti di seluruh dunia untuk lebih memahami Omicron. Studi yang  berlangsung termasuk penilaian penularan, tingkat keparahan infeksi (termasuk gejala), kinerja vaksin dan tes diagnostik, dan efektivitas pengobatan.

Organisasi ini pun merekomendasikan agar setiap individu tetap menegakkan disiplin prokes guna mencegah penularan Omricon. Langkah paling efektif yang utama adalah dengan menjaga jarak fisik minimal satu meter dari orang lain. 

Lalu, memakai masker, dan membuka jendela untuk meningkatkan ventilasi. “Hindari ruang yang berventilasi buruk atau ramai, menjaga tangan tetap bersih, batuk atau bersin ke siku atau tisu yang tertekuk, dan vaksinasi," tulis WHO pada situs resminya. 

Untuk setiap negara, WHO mendorong adanya peningkatan pengawasan dan perunutan kasus. Termasuk di dalamnya adalah berbagi urutan genom pada database yang tersedia untuk umum dan melaporkan kasus atau klaster awal.

Setiap negara juga didorong untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kapasitas medisnya. Yang tak kalah penting adalah menyelesaikan masalah ketidakadilan dalam akses vaksin Covid-19.

Ilustrasi pembatasan warga negara asing atau WNA masuk Indonesia. (ANTARA FOTO/Fauzan/rwa.)

Omicron Bayangi Pemulihan Ekonomi Nasional

Presiden Joko Widodo mengatakan kebijakan untuk mengantisipasi Omicron harus diterapkan sedini mungkin. Dengan begitu, program reformasi struktural dan pemulihan ekonomi nasional tidak terganggu.

Jokowi mengingatkan agar jajaran pemerintah pusat dan daerah tetap waspada karena pandemi belum berakhir. Menghadapi ketidakpastian ini, Presiden mengatakan, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 telah disusun sebagai instrumen fiskal yang responsif, antisipatif, dan juga fleksibel. 

Terdapat enam fokus kebijakan utama pada APBN 2022. Pertama, melanjutkan kebijakan pengendalian Covid-19 dengan tetap memprioritaskan sektor kesehatan. Kedua, menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial bagi masyarakat yang kurang mampu dan rentan.

Kemudian, peningkatan sumber daya manusia yang unggul. Keempat, melanjutkan pembangunan infrastruktur dan kemampuan adaptasi teknologi. Selanjutnya, penguatan desentralisasi fiskal untuk peningkatan dan pemerataan kesejahteraan antardaerah.

"Keenam, melanjutkan reformasi penganggaran dengan menerapkan zero based-budgeting agar belanja lebih efisien," ucap Jokowi, kemarin.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyebut pemerintah mulai mewaspadai kehadiran varian baru tersebut.  “Kami sangat waspada dan mencermati apa yang sedang terjadi di berbagai belahan dunia termasuk meningkatnya kasus atau mutasi Omicron,” katanya tadi siang.

Sejauh ini, ia optimistis pemulihan ekonomi dalam negeri akan terus terakselerasi. Indonesia telah berhasil melewati dua momen puncak kasus Covid-19. Yang pertama adalah usai libur Natal dan Tahun Baru 2020. Terakhir, saat Juli hingga Agustus 2021 ketika muncul varian Delta. 

Pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi tahun ini di angka 3,5% sampai 4%. Sri Mulyani memastikan fiskal pemerintah akan terus mendukung hingga tahun depan mengingat masih adanya ketidakpastian pada perkembangan Covid-19.

Reporter: Amelia Yesidora, Antara