- Bulog akan berkolaborasi dengan BGR Logistik dan PT Pos Indonesia untuk mendistribusikan minyak goreng.
- Saat ini Bulog masih menunggu Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian untuk menjalankan tugasnya tersebut.
- Pemerintah melalui BPDPKS harus menyiapkan dana subdisi untuk mengganti selisih harga minyak goreng dari produsen.
Sudah dua pekan berlalu sejak pemerintah memberlakukan larangan ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya. Namun, pasar masih merespons kebijakan tersebut dengan lambat. Pasokan minyak goreng memang sudah mulai terlihat lancar. Harga jual migor juga terpantau turun sejak larangan ekspor diberlakukan.
Kendati demikian, kebijakan ini belum mampu menekan harga minyak goreng hingga ke level Rp 14.000 per liter seperti yang diinginkan pemerintah. Di Pasar Bendungan Hilir, Jakarta Selatan misalnya, harga masih migor curah masih ada di kisaran Rp 18.000-Rp20.000 per kilogram. Sementara itu, harga migor kemasan justru masih stagnan di rentang Rp 24.000-Rp 25.000 per liter.
Saat satu penyebab masih tingginya harga minyak goreng adalah soal distribusi. Ketua Bidang Infokom Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Muhamad Najib mengatakan distribusi memang masih menjadi tantangan.
Sepekan setelah larangan ekspor diberlakukan, pedagang pasar masih direpotkan oleh persoalan administrasi. Ini misalnya, pedagang harus melakukan pembayaran saat transaksi dengan distributor. Padahal, sebelumnya pedagang bisa melakukan pembayaran beberapa hari setelah pengantaran minyak goreng.
Guna mengatasi persoalan distribusi, pemerintah pun berencana melibatkan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog). Dalam konferensi pers pelarangan ekspor pada akhir April silam, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut Bulog akan mendistribusikan migor ke pasar-pasar tradisional.
“Terutama dari [produsen] minyak goreng yang tidak memiliki jaringan distribusi di dalam negeri,” kata Airlangga.
Pelibatan Bulog dalam urusan minyak goreng ini sejatinya agak terlambat. Sumber Katadata menyebut Bulog sejatinya sudah menunggu-nunggu penugasan ini sejak Februari silam. Namun, baru pada akhir April, Kemenko Perekonomian akhirnya memberikan lampu hijau kepad Bulog.
Sumber tersebut bercerita keterlibatan Bulog kali ini merupakan arahan langsung dari Presiden Joko Widodo. Menurutnya, Presiden punya pengalaman baik dengan Bulog terutama di masa-masa awal Covid-19.
“Waktu itu Bulog bisa tuntaskan tugas bansos beras Presiden dalam dua pekan,” katanya.
Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Menjaga Ketahanan Pangan Nasional, Bulog sejatinya mendapatkan mandat menjaga stabilisasi harga untuk 11 komoditas, termasuk minyak goreng. Namun, cuma tiga komoditas yakni padi, jagung, dan kedelai yang menjadi kewajiban utama.
Kendati demikian, beleid itu juga memungkinkan Bulog ikut terlibat menangani distribusi minyak goreng melalui penugasan di tingkat kementerian lewat Peraturan Menteri.
Sekretaris Perusahaan Bulog Awaludin Iqbal mengatakan pihaknya sudah melalukan pembahasan dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk penugasan ini. Dalam hal ini, BPDPKS nantinya akan berperan sebagai penyokong dana penugasan tersebut.
“Prinsipnya kami ini kan operator. Jadi tinggal nunggal perintah dari regulator saja, baru kami jalan,” kata Awaludin kepada Katadata, Kamis (12/5).
Sementara itu, salah satu petinggi Bulog yang dihubungi Katadata mengatakan kebijakan distribusi minyak goreng oleh Bulog ini memang tinggal menunggu payung hukumnya saja. “Dari Kemenko Perekonomian sudah oke. Tinggal nunggu dari Mendag dan Industri [Menteri Perindustrian],” katanya.
Mekanisme Distribusi
Sementara menunggu regulasi Peraturan Menteri diluncurkan, Bulog mulai aktif mencari rekanan. Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengatakan setidaknya tiga produsen sudah menyatakan komitmen menyediakan minyak goreng untuk didistribusikan oleh Bulog. Sayangnya, pria yang akrab disapa Buwas ini enggan merinci siapa saja ketiga produsen tersebut.
Sumber Katadata menyebut salah satu produsen tersebut adalah PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dan beberapa BUMN lain. “Kalau dari swasta belum tahu,” katanya.
Sementara itu, cucu usaha RNI yakni PT Bhanda Ghara Reksa (BGR Logistik), disebut-sebut memang akan dilibatkan dalam urusan distribusi minyak goreng. Direktur Utama RNI Frans Marganda Rambunan mengatakan pihaknya akan menyalurkan 46 juta liter minyak goreng curah kepada 23 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
"Tapi ini baru pengajuan dan masih dalam pembahasan,"kata Direktur Utama ID FOOD Frans Marganda Tambunan kepada Katadata, Selasa (10/5).
Adapun mekanismenya, Bulog akan menyerap minyak goreng curah dari produsen yang sudah dalam bentuk kemasan. Minyak goreng ini nantinya akan didistribusikan oleh BGR Logistik dan dibantu oleh PT Pos Indonesia dengan harga Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kg.
Direktur Bisnis Bulog Febby Novita mengatakan pihaknya tidak memiliki fasilitas untuk mengemas minyak goreng. Dengan demikian, pihaknya akan mendapatkan minyak goreng curah yang sudah dikemas oleh produsen.
"Pokoknya, Bulog [hanya] menyalurkan karena tidak ada (fasilitas) repacker. Kami harus terima yang sudah dikemas, Kementerian Perindustrian mintanya seperti itu," kata Febby.
Meskipun dikemas sederhana, Febby menegaskan minyak goreng yang akan diserap oleh Bulog masih curah. Sebab, produk yang terglong kategori minyak goreng kemasan harus melalui penyaringan terlebih dahulu. Sementara minyak goreng yang akan diserap oleh Bulog merupakan hasil langsung dari pengubahan refined bleached deodorized (RBD) Palm Olein.
Siapkan Dana Subsidi
Keterlibatan Bulog dalam distribusi migor curah bukan tanpa tantangan. Ekonom Indef Tauhid Ahmad menilai Bulog harus bekerja keras untuk memastikan program ini bisa berjalan dengan baik. Bulog juga harus berkolaborasi dengan pihak lain agar bisa menjangkau hingga ke pasar-pasar tradisional. Kerja sama dengan BGR Logistik dan PT Pos Indonesia dinilai bisa mengatasi persoalan tersebut.
Kendati demikian, Tauhid juga mewanti-wanti soal penggunaan data penerima manfaat migor curah tersebut. Menurutnya, PT Pos Indonesia biasanya mengandalkan data dari Kementerian Sosial yang seringkali tumpang tindih dan tidak diperbarui.
“Sebetulnya lebih bagus pakai data BKKBN [Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional] karena lebih valid dan update,” katanya kepada Katadata.
Selain soal data, pemerintah juga harus menyiapkan subsidi untuk menjamin Bulog bisa menjalankan tugasnya tersebut. Pasalnya, Bulog akan menjual minyak goreng dengan harga Rp 14.000 per liter kepada masyarakat. Namun, dengan harga CPO yang masih tinggi, tidak menutup kemungkinan ada selisih yang harus dibayar Bulog kepada produsen.
“Selisih inilah yang harus dibayarkan oleh pemerintah,” kata Tauhid.
Mengenai nilai program ini, Sekper Bulog Awaludin Iqbal mengaku sudah menghitung besaran kebutuhan dananya. Namun, ia belum mau membuka ke publik berapa angkanya.
“Nanti tunggu saja kalau regulasinya sudah keluar,” ujarnya.