- Dua pejabat publik, Erick Thohir dan La Nyalla Mattalitti mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PSSI bersama dengan tiga sosok lainnya.
- Dalam sejarahnya, jabatan Ketua Umum PSSI seringkali menjadi batu loncatan bagi para politisi untuk mengincar posisi penting di pemerintahan.
- Erick Thohir dan La Nyalla tidak menyinggung urusan politik saat mendatangi kantor PSSI. Keduanya sama-sama mengajukan alasan ingin membenahi dunia sepak bola Indonesia.
Matahari belum bersinar terik tetapi kantor PSSI di area Gelora Bung Karno pada Minggu (15/2) itu sudah mulai riuh. Beberapa figur publik seperti Raffi Ahmad, Atta Halilintar, dan Kaesang Pangarep terlihat memasuki kantor organisasi itu.
Mereka hadir untuk mendampingi Menteri BUMN Erick Thohir menyerahkan berkas. Ia datang untuk mencalonkan diri sebagai ketua umum PSSI periode 2023-2027.
“Kita dukung karena kita yakin Pak Erick punya nyali untuk membenahi sepak bola Indonesia,” ujar Raffi Ahmad yang memiliki klub bola Rans Nusantara.
Tidak hanya figur publik, turut hadir juga petinggi klub seperti Direktur PT Persib Bandung Bermartabat, Teddy Tjahjono. Kemudian pemilik Bali United, Pieter Tanuri yang masih berstatus sebagai Komite Eksekutif PSSI. Kedua pihak ini juga sudah menyatakan dukungannya kepada Erick Thohir.
Erick bukan satu-satunya calon nahkoda PSSI. Beberapa pejabat publik seperti Ketua DPD RI AA La Nyalla Mattalitti, Komisaris Utama PT Asabri Fary Djemy Francis juga ikut memanaskan persaingan. Kemudian ada juga CEO Nine Sport Arif Putra Wicaksono dan CEO Bandung Premier League Doni Setiabudi.
Di antara kelima nama ini, cuma Erick dan Doni yang jadi pendatang baru. Adapun sisanya, sudah pernah bersaing dengan Ketum PSSI saat ini, Mochamad Iriawan, dalam kontestasi ketum di 2019 silam.
Doni sebenarnya juga mendaftar kepengurusan PSSI 2019-2023, tetapi Komite Banding Pemilihan (KBP) menilai dia tidak layak. Pasalnya, salah satu peraturan menjadi ketua umum PSSI adalah sudah pernah berkecimpung dalam kegiatan sepakbola di bawah naungan PSSI selama lima tahun.
Erick Unggul di Survei
Mundur beberapa bulan ke belakang, lembaga riset Indikator Politik melakukan survei terkait sikap publik terhadap tragedi Kanjuruhan. Survei ini dilaksanakan dari 30 Oktober hingga 5 November 2022 terhadap 1.220 orang sampel.
Salah satu pertanyaan yang diajukan terkait siapa yang pantas menjadi ketua PSSI. Ada tiga nama yang mendapat suara terbanyak, yakni Erick Thohir (40%), Mochamad Iriawan alias Iwan Bule (8,4%), serta La Nyalla Mattalitti (5,1%). Sisanya (46,5%) menolak menjawab atau menjawab tidak tahu.
Bila ditelisik dari seluruh sampel, Menteri BUMN ini dinilai pantas di tiap kelompok demografi dan wilayah. Begitu pun bagi sebagian besar penyuka olahraga, kelompok penggemar klub domestik, dan organisasi masyarakat sipil.
“Namun perlu diingat, pemilihan ketua PSSI ini tidak seperti Pemilu. Yang punya suara itu voter.,” kata Bawono Kumoro, peneliti Indikator Politik Indonesia.
Dalam pemilihan ketua umum PSSI, ada 86 pemilih yang punya hak suara. Mereka terdiri dari 18 klub Liga 1, 16 klub Liga 2, 16 klub Liga 3, 34 asosiasi provinsi, dua asosiasi, dan satu federasi futsal Indonesia.
Hasil penghitungan suara ini nantinya akan terkuak dalam Kongres Luar Biasa alias KLB PSSI pada 16 Februari 2023. Oleh sebab itu, survei pun tidak menyebutkan apa alasan publik menilai Erick Thohir pantas menjadi ketua PSSi.
“Boleh jadi itu karena track record dia berkecimpung di dunia olahraga. Lalu ketika FIFA datang ke Indonesia, Erick turut mendampingi Jokowi. Jadi mungkin dari situ publik menilai dia cukup pantas,” ujar Bawono
Lagu Lama PSSI Menjadi Kendaraan Politik
Mengutip data dari survei Indikator Politik per November 2022, sepakbola memang menjadi ladang subur bagi kegiatan politik. Pasalnya, inilah olahraga yang paling digemari oleh warga Indonesia di kelompok umur 17 tahun ke atas. Hal ini terlihat dari porsi warga Indonesia yang gemar bermain sepakbola senilai 21%, paling tinggi dari olahraga lainnya.
Selain itu, hampir 30% warga Indonesia sering menyaksikan pertandingan bola. Bahkan untuk porsi warga yang hadir ke stadion untuk menonton pertandingan mencapai 20%.
“Makanya itu menjadi magnet politik, banyak pendukungnya, banyak penggemarnya, dan bisa meraup lebih banyak suara. Jadi kalau PSSI dimasuki politisi dan menjadikannya sebagai kendaraan politik, itu sangat besar kansnya,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin.
Kesempatan ini sudah diintai petinggi PSSI sebelumnya. Sebut saja Edy Rahmayadi yang memiliki latar Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat alias Pangkostrad. Ia menjadi ketua PSSI dari 2016 hingga 2020, dan akhirnya memenangkan Pilgub Sumatera Utara pada 2018.
Begitu juga ketua PSSI saat ini, Iwan Bule yang memiliki pangkat terakhir Komisaris Jenderal Polisi. Akhir tahun lalu, ia menyatakan siap maju ke bursa calon pemilihan Gubernur Jawa Barat.
Saat mendatangi kantor PSSI, Erick Thohir sendiri tidak menyinggung urusan politik. Ia menyebut pencalonan dirinya sebagai ketua umum PSSI karena merasa terpanggil dan punya nyali untuk membenahi karut-marutnya sepakbola Indonesia.
“Sebagai anak bangsa, saya terpanggil untuk mengubah keadaan, membuat yang bengkok menjadi lurus. Yang dibutuhkan PSSI untuk maju hari ini adalah nyali untuk menerobos keterbatasan dan berani menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan industri sepakbola nasional,” ujarnya.
Menurut Erick, masalah sepakbola Indonesia dari dulu tak pernah berubah. Ini misalnya pembinaan usia muda yang tak berjalan dengan baik, pengelolaan kompetisi liga yang semrawut, integritas dan fair play dalam kompetisi, serta industri sepakbola yang tidak profesional. Membenahi sepakbola, lanjutnya, bukan hanya urusan teknis sepakbola seperti taktik atau formasi, melainkan juga urusan manajerial, bisnis, penegakan hukum, juga urusan political will dan dukungan.
Sementara itu, La Nyalla menyebut dirinya ingin membenahi sejumlah persoalan seperti pembinaan usia muda dan memberantas 'mafia' dengan menjadi Ketua Umum PSSI.
"Saya mau bekerja untuk PSSI agar bisa kembali berjaya," katanya, saat menyerahkan berkas di kantor PSSI.
Menurut Nicky Fahrizal, peneliti departemen politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Erick sebenarnya sudah punya kekuatan politik dengan berhasil menjadi frontman Presiden Jokowi. Mulai dari ketua panitia pelaksana Asian Games 2018, kemudian Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf dalam Pemilu 2019 silam. Lalu, ketika Jokowi kembali menjadi presiden, Erick duduk sebagai Menteri BUMN.
Menurutnya, bila Erick mencalonkan diri sebagai ketua umum, maka langkah ini tidak terlepas dari bursa calon wakil presiden, bahkan calon presiden. Sementara La Nyalla, menurutnya, ingin memantapkan posisinya sebagai ketua DPD Jawa Timur. Nicky menilai La Nyalla sebagai seorang politisi senior yang memiliki basis massa besar di Jawa Timur dan dikenal di berbagai organisasi masyarakat.
“Jadi memang ini akan menjadi kendaraan dia untuk memantapkan posisi lima tahun ke depan sebagai DPD, atau mungkin lebih dari DPD. Kita nggak tahu juga,” tuturnya.
Erick juga berpengalaman di sepakbola internasional. Pada 2013, Erick membeli 70% saham Inter Milan dan menjadi presiden klub bola asal Italia tersebut. Selang tiga tahun, valuasi klub meningkat 16% dan berhasil menggaet investor asal China, Suning Group.
Meski begitu, Erick telah menjual saham Inter pada pertengahan 2016, namun jabatan presiden Inter Milan masih tersemat padanya hingga Oktober 2018.
Meski mengantongi bekal tersebut, Nicky menilai bahwa kursi ketua PSSI masih Erick butuhkan untuk meningkatkan pengaruh politiknya. Sebab, Erick menguasai suara masyarakat kalangan menengah.
“Kalau dia menjadi ketua umum PSSI lalu mampu membenahi urusan sepakbola kita, itu bisa meningkatkan leverage dia,” jelas Nicky.
Bila ditelisik dari survei Poltracking Indonesia per November 2022, Erick Thohir selaku calon wakil presiden unggul dengan elektabilitas 15,1%. Setingkat di bawahnya, ada nama Ridwan Kamil dengan elektabilitas 14%, seperti Databoks berikut:
Angka elektabilitas Erick ini tercatat mengalami kenaikan signifikan dari Oktober 2021 hingga November 2022. Dari Oktober 2021, Erick hanya memiliki elektabilitas 7,6%, kemudian meningkat 12,4% pada Mei 2022. Elektabilitas itu sempat menurun menjadi 10,8% pada Agustus 2022 dan melejit menjadi 15,1% pada November 2022.
Di sisi lain, Bawono Kumoro menggarisbawahi rangkap jabatan yang mungkin terjadi bila Erick terpilih sebagai Ketua PSSI. Pertama, ia mengkhawatirkan Erick untuk fokus membenahi sepakbola atau perusahaan plat merah. Belum lagi ada beberapa BUMN yang nyaris bangkrut dan darurat untuk dibenahi.
Selain itu, KLB akan diselenggarakan pada Februari sementara pendaftaran calon presiden-wakil presiden akan diadakan pada Agustus-September. Apakah di selang waktu itu, Erick bisa membuat terobosan di PSSI sekaligus melanjutkan kerja politik di laga Pemilu?
Bawono turut menyebut Piala Dunia U-20 yang akan berlangsung dari Mei hingga Juni, terhitung tiga bulan pasca ketum PSSI menjabat. Mampukah ketua umum PSSI mendatangkan kemenangan bagi Indonesia?
Menurutnya, bila Erick menjadi ketua umum PSSI dan berhasil membawa kemenangan bagi Tanah Air, ia akan memperoleh insentif elektoral. Begitupun sebaliknya, bila performa Indonesia pada U-20 lebih buruk dari AFF, maka kepercayaan publik atasnya akan berkurang.
“Jadi ini memang pisau bermata ganda. Bisa mendatangkan keuntungan dan kerugian sekaligus,” katanya.
Harapan Masa Depan PSSI
Catatan lain juga diungkapkan dari pengamat olahraga. Menurut koordinator Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali, siapapun ketua umumnya harus fokus pada niatan untuk membenahi sepakbola Indonesia bukan untuk batu loncatan politik.
“Oleh karena itu penting bagi La Nyalla dan Erick Thohir membuat pakta integritas, berkomitmen empat tahun tidak maju ke kontestasi apapun. Berani enggak?” tuturnya.
Selain itu, ia menggarisbawahi adanya kepemilikan dan hubungan klub sepak bola dengan Erick Thohir, yakni Persib Bandung, Persis Solo, dan Nusantara United FC. Dalam penuturannya, hal ini menyalahi Statuta FIFA pasal 15.
Katadata mencatat Erick memiliki 20% saham klub Persis Solo sejak Maret 2021 lalu, bersama dengan putra Jokowi, Kaesang Pangarep, dengan kepemilikan 40%. Namun Erick tidak memiliki jabatan di klub bola tersebut, melainkan putranya, Mahendra Agakhan Thohir menjadi Komisaris Utama PT Persis Solo Saestu.
Sebelumnya, pada 2009 Erick menjadi manajemen Persib Bandung melalui Mahaka Group. Lima tahun kemudian, ia didapuk menjadi Wakil Komisaris Utama Persib. Sejak ia didapuk menjadi Menteri BUMN, Erick mundur dari posisinya sebagai Komisaris Utama PT Persib Bandung Bermartabat.
Di sisi lain, Nusantara United FC adalah klub bola milik Garibaldi Thohir, CEO Adaro Energy sekaligus kakak Erick Thohir. Tampuk kepemimpinan klub olahraga ini dipegang oleh Gamma Thohir, anak dari Garibaldi Thohir.
“Harusnya kalau Erick mau maju jadi ketua PSSI, ia tidak boleh memiliki saham di klub bola apapun,” ujar Akmal.
Pandangan lain datang dari pengamat sepakbola, Johanes Indra. Berkecimpung di dunia jurnalistik sepakbola selama bertahun-tahun, Indra melihat bahwa memimpin PSSI sama halnya dengan memimpin negara. Sebab asosiasi ini memiliki cabang di masing-masing provinsi hingga kota. Oleh sebab itu, ia tidak sepakat akan rangkap jabatan yang mungkin terjadi di dua politisi ini.
“Untuk benahi sepakbola Indonesia, harus fokus. Kita punya harapan tinggi agar sepakbola Indonesia terus ada dan tidak ada supporter yang jadi korban. Sekarang supporter itu jadi komoditas dan petinggi PSSI yang menikmati bagi hasil yang tidak transparan,” jelas Indra.
Sementara itu, Akmal berpendapat rangkap jabatan tidak masalah terjadi. Sebab menurutnya kedua calon ini sama-sama memiliki kekuatan, baik dari segi materi, politik, hingga pengalaman. Masalah utamanya adalah apakah ketua umum berani melawan mafia sepakbola, serta “memotong” satu generasi pengurus sepakbola Indonesia.
“Ini El Clasico kalau di bola, Real Madrid lawan Barcelona. Sama-sama kuat. Siapapun yang terpilih, mereka layak. Tapi mereka berani lawan mafia atau enggak? Kalau mafia enggak dibenahi, kita enggak akan bisa berprestasi,” ujar Akmal Marhali.