- Mayoritas atau sekitar 65% UMKM di Indonesia dikelola perempuan.
- Produk keuangan yang netral gender menyulitkan perempuan memperoleh akses permodalan.
- Tak sekadar literasi dan membuka akses, perusahaan jasa keuangan perlu memberikan bimbingan bisnis bagi UMKM perempuan.
Ini sudah tahun kelima Inne Viryani menjalankan usahanya. Diberi nama “Riasafood”, Inne berjualan kurma coklat buatan sendiri. Kurma coklat yang dijualnya, dia proses langsung dari markas bisnisnya di Lebak Wangi, Kabupaten Tangerang.
Jualan ibu dua anak ini moncer pada dua tahun pertama. Dia mengandalkan media sosial dan e-commerce sebagai cara menarik konsumen. Masih belum banyak kompetitor membuat produknya cukup laku.
Namun, semakin banyak penjual makanan ringan dengan metode serupa membuat ceruk pasar Riasafood semakin sempit.
“Sekarang, makin susah. Iklan tidak lagi bisa menjual, voucher-voucher seperti gratis ongkir juga sudah jarang,” kata perempuan berumur 29 tahun itu kepada Katadata.co.id, Senin, 9 Oktober 2023.
Lesunya penjualan di e-commerce membuat Inne memutar otak mencari alternatif distribusi produknya. Dia pun mulai mengikuti bazar-bazaar jajanan dan menitipkan barang jualannya di beberapa toko oleh-oleh di Kabupaten Tangerang.
Tidak berhenti di situ, Inne juga mulai merasa perlu meningkatkan pengetahuan soal berjualan. Mulai dari manajemen keuangan, pemasaran, hingga pengetahuan hukum dalam berwirausaha. Ini dia lakukan agar Riasafood dapat berkembang lebih besar.
Awal 2023, Inne menemukan informasi tentang SisBerdaya di media sosial. SisBerdaya adalah program buatan DANA dan Ant Group yang membimbing pengusaha mikro dan ultra mikro perempuan Indonesia. Bimbingan ini didapat langsung dari pakar.
Ini menjadi kali pertama Inne mengikuti program seperti ini. Di kesempatan pertama, produknya langsung masuk 30 besar. Setelah menyelesaikan pelatihan, dia mendapat tempat pertama untuk usaha mikro Jabodetabek.
Inne pun berhak mendapat dana Rp35 juta untuk mengembangkan bisnisnya. Meski begitu, Inne menekankan, bukan uang yang terpenting yang diperoleh dari SisBerdaya.
“Saya jadi lebih punya keberanian dan lebih percaya diri untuk mencoba bermitra dan memasarkan produk Riasafood,” katanya.
Chief of People and Corporate Strategy DANA, Agustina Samara mengatakan, tujuan utama SisBerdaya memang membantu usaha mikro dan ultra mikro perempuan untuk naik kelas.
“SisBerdaya diharapkan dapat memberi ilmu dan pengalaman yang berguna bagi pengembangan UMKM mikro dan ultra mikro milik perempuan di Indonesia,” kata Agustina kepada Katadata.co.id, Selasa, 10 Oktober 2023.
Program ini membantu pengusaha perempuan mikro dan ultra mikro untuk urusan teknis seperti pembuatan nomor izin berusaha (NIB), manajemen keuangan, dan mengaplikasikan sistem pembayaran digital.
Selain itu, pelatihan pemasaran digital, urusan hukum, pengembangan sumber daya manusia (SDM), hingga pengelolaan usaha yang bertanggung jawab terhadap sosial dan lingkungan (ESG) juga diberikan. Para peserta terpilih yang tersebar dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara juga diberikan pendampingan khusus dalam menjalankan bisnisnya.
Agustina menjelaskan SisBerdaya merupakan salah satu cara DANA menjalankan misi koalisi Inklusi Keuangan Digital Perempuan (IKDP). Koalisi IKDP adalah sinergi Women’s World Banking, pihak pemerintah, industri jasa keuangan, dan lembaga sosial masyarakat.
DANA sebagai bagian dari industri jasa keuangan memiliki misi tersendiri dalam koalisi. Misi ini termasuk peningkatan akses teknologi, akses keterampilan, akses layanan keuangan digital, dan pengumpulan data bagi pengusaha mikro perempuan.
“Ini bentuk kontribusi kami dalam mewujudkan kemandirian ekonomi untuk perempuan Indonesia,” kata Agustina.
Tantangan Lebih Berat Perempuan Prasejahtera
Di sisi lain, melibatkan perempuan dalam jasa keuangan jauh lebih sulit untuk kelompok prasejahtera. Absennya hal-hal esensial dalam jasa keuangan digital seperti ponsel pintar bahkan rekening bank, membuat inklusi keuangan perlu “menjemput bola”.
Di Indonesia, PT Permodalan Nasional Madani (PNM) memiliki peran penting dalam menjemput jutaan perempuan prasejahtera masuk dalam layanan keuangan. Kelompok prasejahtera di sini adalah keluarga berpendapatan Rp800 ribu per bulan.
PNM melakukannya lewat PNM Mekaar yang sudah berjalan sejak 2015. Layanan ini memberikan pinjaman modal untuk perempuan prasejahtera pelaku UMKM yang memiliki keterbatasan akses keuangan. Keterbatasan akses ini bisa karena kendala formalitas, skala usaha, atau ketiadaan agunan.
Executive Vice President of Business Development and Management Services PNM, Razaq Manan Ahmad bercerita, menggaet nasabah kelompok prasejahtera di PNM Mekaar tidak semudah menggaet nasabah kredit perbankan.
Dia mengumpamakan kelompok ini tidak akan datang ke cabang PNM lalu mengajukan pinjaman. Untuk itu, PNM justru harus proaktif mendata dan menawarkan pinjaman untuk calon nasabah dengan masuk hingga ke perkampungan.
Pinjaman PNM memiliki plafon hingga Rp15 juta dengan bunga 4%-7% per tahun. Meski bunganya per tahun, pembayaran angsuran dilakukan setiap minggu. Pembayaran dilakukan dalam pertemuan kelompok mingguan (PKM) yang mempertemukan PNM dengan kelompok nasabah.
Kelompok nasabah beranggotakan 10-30 orang ini yang memungkinkan PNM dapat menawarkan pinjaman tanpa agunan fisik. PNM menghadapi kredit bermasalah dengan sistem tanggung renteng. Ini berarti kredit bermasalah seorang anggota kelompok ditanggung oleh anggota lain dalam kelompok tersebut.
Razaq mengatakan, anggota dalam satu kelompok biasanya sudah saling mengenal, sehingga ikatan antaranggota lebih erat. Ini juga membuat tiap anggota memiliki tanggung jawab antara satu dan lainnya.
Pertemuan mingguan sekaligus menjadi tempat PNM mendeteksi risiko kredit bermasalah dari awal. Jika ada anggota yang bermasalah, PNM dapat memberi masukan atau mengusulkan usaha lain yang memiliki prospek lebih baik.
Razaq menjelaskan, ini yang membuat PNM Mekaar berbeda dengan kebanyakan penyaluran kredit. PNM melihat penyaluran kredit tidak berhenti ketika uangnya disalurkan, tetapi pemanfaatan uangnya terus diarahkan agar tidak berakhir sia-sia.
“Kalau kami cuma kasih kreditnya saja, tanpa pemberdayaan usahanya itu bisa jadi nggak berdampak banyak. Pendampingan itu lebih utama,” kata Razaq kepada Katadata.co.id, Kamis, 12 Oktober 2023.
Dia mengatakan kebanyakan usaha yang dimodali PNM memang bukan usaha besar. Namun, ini cukup untuk menyambung hidup keluarga-keluarga tersebut dan membuat perempuan dapat mandiri secara finansial.
Hingga hari ini, jumlah nasabah aktif PNM Mekaar mencapai 14,6 juta dengan outstanding pinjaman Rp39,4 triliun. PNM telah menyalurkan pinjaman senilai total Rp218,2 triliun sejak Mekaar diluncurkan pada 2015.
Selanjutnya, Mekaar membantu orang-orang tanpa rekening memiliki rekening pertamanya. Hal ini dapat terjadi karena PNM dan BRI bergabung dalam holding ultra mikro. Saat ini, 92% pencairan pinjaman PNM Mekaar sudah dilakukan lewat transfer bank.
Nasabah PNM Mekaar juga didorong untuk melegalkan usahanya. Tahun ini, PNM menargetkan 1 juta usaha nasabah dapat memiliki nomor izin berusaha (NIB). Per Oktober, sudah ada 645 ribu usaha dengan NIB.
Cici Ponso Prihatin adalah salah satu nasabah yang merasakan manfaat PNM Mekaar. Perekonomian keluarganya membaik setelah mendapat pinjaman yang dia pakai untuk berjualan gorengan dan makanan ringan anak-anak.
Setelah perekonomiannya membaik, Cici berinisiatif mengajak perempuan di daerah tempat tinggalnya untuk ikut merasakan manfaat PNM Mekaar. Akhirnya, dia berhasil mengajak 90 orang tambahan bergabung.
“Saya nggak mau kalau sukses sendiri tapi orang di sekeliling saya masih susah,” kata perempuan asal Sidoarjo, Jawa Timur ini.
Pentingnya Produk Berperspektif Gender
Director for Advisory Services Women’s World Banking (WWB), Elwyn Panggabean mengatakan, pentingnya merancang produk dengan perspektif gender. Perspektif ini memastikan produk dan layanan keuangan dapat sepenuhnya menjawab kebutuhan perempuan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sebagian besar UMKM memang dikelola perempuan, tepatnya 64,5%. Namun, penelitian WWB masih menemukan adanya kesenjangan pendapatan antara pelaku UMKM perempuan dan laki-laki.
Penelitian tersebut menunjukkan tingkat penjualan pelaku UMKM perempuan lebih rendah sekitar 22% daripada laki-laki. Dalam penelitian ini, WWB melibatkan pelaku UMKM yang menggunakan e-commerce.
Dalam mengembangkan produk untuk UMKM perempuan, pihak jasa keuangan seharusnya mempertimbangkan tantangan yang dihadapi perempuan sehari-hari.
“Misalnya, beban ganda, tuntutan sosial, ketimpangan dalam akses internet, ketimpangan dalam hal literasi dan kecakapan digital,” kata Elwyn kepada Katadata.co.id, Rabu, 11 Oktober 2023.
Elwyn dan timnya di WWB pun membantu berbagai penyedia jasa keuangan mengembangkan produk yang lebih akomodatif untuk perempuan. Pada akhirnya, produk yang akomodatif ini membantu meningkatkan inklusi dan literasi keuangan untuk perempuan.
Salah satu hasil kerja sama ini adalah ketika WWB membantu DANA mengembangkan layanan pengiriman remitansi pekerja migran Indonesia dari luar negeri melalui dompet digital.
Kerja sama ini membantu DANA dalam memberikan layanan pengiriman remitansi aman dan lebih cepat untuk keluarga pekerja migran di Indonesia. Layanan DANA yang meliputi transaksi berbagai tagihan juga membantu para pekerja migran dan keluarganya.
Dalam prosesnya, program ini juga membantu lebih banyak orang bergabung dalam jasa keuangan. Praktisnya transaksi di dompet digital juga mengurangi sedikit beban pekerja migran perempuan dalam keluarganya.
Elwyn mengatakan, kesalahan utama kebanyakan penyedia jasa keuangan saat ini adalah mendesain produknya secara netral gender. Maksudnya, produk tidak didesain mempermudah baik laki-laki maupun perempuan.
Masih banyaknya beban yang harus ditanggung perempuan, terutama seorang ibu, membuat desain netral gender tidak sepenuhnya ramah perempuan. Perlu ada penekanan khusus pada perempuan untuk membuat sebuah produk jasa keuangan benar-benar mengakomodasi semua pihak.