Kebijakan pemerintah mencabut subsidi listrik pada mayoritas kelompok pelanggan daya 900 Volt Ampere (VA) tahun ini menuai kehebohan. Apalagi, pencabutan tersebut dilakukan secara bertahap sejak awal tahun sehingga masyarakat merasa tarif dasar listrik (TDL) naik saban bulan.
Selanjutnya, kelompok pelanggan tersebut akan membayar TDL sesuai harga pasar. Meski begitu, masih ada kelompok masyarakat yang tidak mampu, yaitu pelanggan daya 450 VA dan sebagian kecil pelanggan 900 VA, yang tetap disubsidi pemerintah.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Kelistrikan Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hendra Iswahyudi mengatakan, subsidi itu banyak dinikmati masyarakat golongan mampu. "Rumah tangga mampu menggunakan daya listrik yang lebih banyak daripada yang miskin," ujarnya saat wawancara khusus dengan wartawan Katadata, Anggita Rezki Amalia, di kantornya, Jakarta, Rabu (14/6) pekan lalu.
Belakangan, Hendra membarui penjelasannya setelah pemerintah memastikan tidak akan menaikkan tarif listrik golongan daya 900 VA pada 1 Juli nanti hingga akhir tahun. Berikut petikan wawancaranya.
Berapa besar anggaran subsidi listrik saat ini dan untuk golongan pelanggan mana saja?
Alokasi subsidi listrik pada APBN 2017 sebesar Rp 44,98 triliun. Perinciannya, untuk rumah tangga daya 450 VA menerima subsidi sebesar Rp. 23,94 triliun sedangkan rumah tangga miskin dan tidak mampu daya 900 VA menerima subsidi Rp. 11,76 triliun.
Berapa sebenarnya tarif subsidinya masing-masing untuk 450 VA dan 900 VA?
Kalau dilihat tarif 450 VA itu sebesar Rp 415 per kwh, padahal keekonomiannya mencapai Rp 1.467 per kwh. Jadi, selisihnya itu yang ditanggung pemerintah. Sedangkan tarif 900 VA itu sebesar Rp 605 per kWh, namun tarif keekonomiannya Rp 1.467 per kwh. Kalau tidak mampu maka kita subsidi. Sedangkan (pelanggan) yang mampu, kita sesuaikan pelan-pelan (tarifnya).
Agar tidak terlalu memberatkan, sesuai Peraturan Menteri ESDM No 28/2016, pemerintah menerapkan penyesuaian tarif secara bertahap terhadap rumah tangga mampu daya 900 VA. Kenaikan pertama pada Januari 2017 menjadi Rp 791/kWh, dilanjutkan Maret 2017 menjadi Rp. 1.034/kWh, dan pada Mei 2017 menjadi Rp. 1.352/kWh.
Saat ini kan tarifnya sudah Rp 1.352 per kWh. Jadi untuk pelanggan 450 VA miskin atau tidak mampu tetap disubsidi sebesar Rp 1.052 per kWh. Sedangkan pelanggan 900 VA miskin atau tidak mampu subsidinya Rp 862 per kWh dan pelanggan 900 VA mampu subsidinya Rp 115 per kWh.
Pencabutan subsidi pada Juli nanti mungkin bersamaan dengan kenaikan harga BBM. Berapa besar dampaknya terhadap inflasi?
Sesuai kajian dari Bank Indonesia, diperkirakan menyumbang inflasi sebesar 0,95 persen. Sebenarnya ini tidak cukup berarti lah ya.
Masih berapa banyak pelanggan yang akan menikmati subsidi listrik?
Subsidi listrik diberikan untuk seluruh pelanggan rumah tangga daya 450 VA, yaitu sebanyak 23.171.253 rumah tangga. Sedangkan pelanggan rumah tangga daya 900 VA yang diberikan subsidi listrik adalah pelanggan rumah tangga yang termasuk golongan miskin dan tidak mampu, yaitu sebanyak 3.287.106 pelanggan. Ini berdasarkan data Mei 2017.
Bagaimana dengan data subsidi yang tidak tepat sasaran?
Menurut Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin (Data Terpadu), jumlah rumah tangga miskin dan tidak mampu yang berlangganan listrik daya 900 VA sebesar 4,1 juta rumah tangga. Pada akhir Desember 2016, total pelanggan 900 VA sebanyak 23,1 juta pelanggan. Jadi, dapat disimpulkan ada sekitar 19 juta pelanggan yang tidak berhak menerima subsidi listrik.
Apa yang mendorong pemerintah mencabut subsidi tahun ini?
Pemerintah tetap memberikan subsidi listrik, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Dana subsidi yang disediakan pemerintah hanya diperuntukkan bagi kelompok masyarakat tidak mampu.
Pelanggan rumah tangga daya 900 VA bulan Desember 2016 berjumlah 23,1 juta pelanggan, terdiri dari rumah tangga mampu, kost-kost atau kontrakan mewah yang tiap kamar dipasang masing-masing kWh/meter. Rumah tangga mampu menggunakan daya listrik yang lebih banyak daripada rumah tangga miskin. Akibatnya subsidi listrik yang diberikan kepada rumah tangga mampu tersebut lebih besar daripada kepada rumah tangga miskin. Hal inilah yang mendasari perlunya pembenahan pemberian subsidi listrik dengan memberlakukan kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran (SLTS).
Seperti apa teknis keputusannya?
Kebijakan SLTS ini sejak 1 Januari 2017 untuk memastikan subsidi listrik dinikmati oleh masyarakat miskin dan tidak mampu. Berdasarkan hasil rapat kerja Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR pada 22 September 2016 telah disepakati bahwa subsidi listrik tidak diberikan bagi rumah tangga daya 900 VA yang mampu secara ekonomi. Selain subsidi bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan subsidi bagi Usaha Kecil dan Menengah (bisnis kecil, industri kecil) dan fasilitas sosial seperti masjid, musola, langgar, pura, vihara, gereja, puskesmas atau rumah sakit.
Pelanggan rumah tangga daya 900 VA miskin yang disubsidi itu sebanyak 4,1 juta. Namun, ada 2,06 juta pelanggan yang secara adminstrasi terdaftar di TNP2K sebagai pelanggan 450 VA, pada kenyataannya sewaktu dilakukan pemadanan data oleh PLN merupakan pelanggan 900 VA. Jumlahnya berpotensi meningkat menjadi 2,44 juta tahun ini. Dengan demikian pelanggan 900 VA miskin yang mendapat subsidi tahun 2017 sebanyak 4,1 juta ditambah 2,44 juta menjadi 6,54 juta. Jadi, diperlukan tambahan alokasi subsidi melalui APBN-P 2017, yang usulan total nilainya Rp 52,13 triliun.
Bagaimana pemilahan pelanggan yang berhak dan tidak berhak menerima subsidi?
Pelaksanaan kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran mengacu pada Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin (Data Terpadu) yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial. Data Terpadu tersebut berasal dari Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) yang dilakukan tahun 2015 dan telah ditetapkan oleh Menteri Sosial melalui Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 32/HUK/2016.
Data Terpadu mencakup informasi nama dan alamat serta kondisi sosial-ekonomi 40 persen rumah tangga terbawah atau sekitar 25,7 juta rumah tangga atau setara dengan 97 juta jiwa dengan status kesejahteraan terendah di Indonesia. Pelanggan rumah tangga daya 900 VA yang tidak termasuk dalam Data Terpadu tidak menerima subsidi listrik. PLN menyisir data terpadu tersebut ke pelanggannya, caranya mencocokkan dengan ID tiap-tiap pelanggan.
Berapa dana yang bisa dihemat dari pencabutan subsidi?
Potensi penghematan anggaran sekitar Rp 22 triliun di akhir 2017. Anggaran ini akan dipergunakan salah satunya untuk meningkatkan rasio elektrifikasi nasional yang saat ini baru mencapai sekitar 91 persen. Kalau 900 VA tidak dicabut subsidinya maka anggarannya bisa bengkak Rp 70 triliun.
Sebagai gambaran, rasio elektrifikasi 6 tahun yang lalu atau tahun 2010 baru mencapai 67 persen. Tahun 2016, telah berhasil kami tingkatkan menjadi sekitar 91 persen. Tapi, masih ada 9 persen masyarakat kita yang belum mempunyai akses terhadap listrik. Angka ini kira-kira sejumlah 6 juta rumah tangga yang belum berlistrik.
Dengan konsisten melakukan penghematan, maka dana subsidi dapat dialokasikan untuk listrik pedesaan. Sesuai target RPJMN pemerintah diharapkan tahun 2019 rasio elektrifikasi dapat mencapai 97 persen. Hal ini bisa tercapai dengan subsidi semakin turun sehingga kebijakan fiskal longgar.
Pemerintah bisa fokus untuk hal-hal produktif lain, misalnya terutama untuk ketenagalistrikan bagi masyarakat belum dapat listrik. Masih mendingan orang yang tidak mampu tapi bisa akses listrik. Ini ada orang yang tidak mampu tapi hidup tanpa ada listrik. Ini bagaimana?
Presiden pernah menyebut adanya makelar listrik. Bagaimana dengan inefisiensi PLN yang juga jadi faktor mahalnya tarif listrik?
Pemerintah terus mendorong PLN untuk menyediakan tenaga listrik yang lebih efisien. Hal ini dapat tercermin dari menurunnya porsi bauran bahan bakar minyak (BBM) dalam pembangkitan tenaga listrik. Bauran BBM yang pada tahun 2011 masih 23 persen, dari tahun ke tahun diturunkan sehingga pada akhir 2016 lalu sudah tinggal 6,9 persen. Tahun 2017 diharapkan dapat ditekan menjadi 4,66 persen.
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan regulasi yang mendorong efisiensi pembelian tenaga listrik antara lain Permen ESDM No 10 Tahun 2017, No 12 Tahun 2017, dan No 19 Tahun 2017 dalam upaya menurunkan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik.