Seiring pembatasan ruang gerak dan kegiatan masyarakat selama pandemi Covid-19, produk digital e-commerce Bukalapak makin berkibar. Layanan yang paling diminati masyarakat antara lain pembelian token listrik dan pulsa.
“Memang menarik karena ada kenaikan transaksi secara virtual dibandingkan tahun sebelumnya. Bisa dua kali lipat,” kata President BukaFinancial & Digital Victor Lesmana kepada Katadata.co.id, belum lama ini.
Meski masih menghadapi tantangan dalam pengembangan warung digital terutama di daerah, Victor optimistis masyarakat Indonesia bisa beradaptasi dengan cepat. “Bagaimana kami bisa memahami perilaku pengguna supaya bisa menjangkau mereka,” ujarnya.
Victor sempat menyinggung mengenai potensi penggunaan mata uang kripto dalam perdagangan di Bukalapak. Bukalapak tak sekadar menimbang regulasi, tapi sejauh mana perkembangan penggunaan mata uang tersebut di masyarakat.
"Kami wait and see supaya jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan merugikan konsumen," kata dia dalam wawancara dengan Desy Setyowati dan Yuliawati dari Katadata.co.id. Berikut petikannya:
Bagaimana perkembangan transaksi produk digital Bukalapak saat pandemi ?
Saat ini produk kita dibagi menjadi dua distribusi kanal yang besar, yaitu melalui aplikasi marketplace dan melalui mitra. Kami memiliki 42 produk yang terbagi dalam beberapa kategori, seperti prabayar, pascabayar, travel, kemasyarakatan, entertainment, kemudian yang bersifat offline seperti mobil, motor dan rumah.
Dari sisi transaksi selama masa pandemi memang menarik karena ada kenaikan transaksi secara virtual dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan yang tinggi yakni tagihan listrik dan paket data karena selama pandemi banyak yang bekerja dan belajar dari rumah. Tentu beberapa kategori seperti travel atau entertainment mengalami penurunan.
Perbandingan kontribusi produk digital di marketplace dan mitra Bukalapak seperti apa?
Sebenarnya hampir sama, biasanya produk di aplikasi marketplace jauh lebih menantang karena diakses oleh semua orang. Kebutuhan di mitra Bukalapak kan lebih banyak diakses oleh pengguna sehari-hari, seperti token listrik. Sedangkan di aplikasi marketplace, perkembangannya cukup merata di tagihan seperti kartu kredit, multipanel, dan isi voucher.
Apakah Mitra Bukalapak di daerah juga mengalami peningkatan transaksi saat pandemi ?
Di daerah cukup meningkat misalnya pembayaran pulsa atau pembayaran tagihan lainnya. Karena dengan ada pembatasan, mereka tak bisa pergi jauh ke ATM atau gerai. Mungkin karena terjadi peningkatan transaksi, baik digital maupun eksponensial. Itu menjadi tren yang positif karena membantu masyarakat menghindari bepergian yang terlalu jauh. Kami juga mau mitra Bukalapak membantu menjangkau masyarakat yang masih butuh waktu mengadopsi digital.
Untuk warung, apakah ada perbedaan transaksi sebelum dan sesudah pandemi ?
Penggunaan dan adopsi QRIS memang meningkat dari awalnya orang belum terbiasa. Selama tiga bulan terakhir di 2020, kenaikannya bisa sampai dua kali lipat. Lalu selama pandemi, BI menggratiskan biaya QRIS. Ini membantu merchant untuk menawarkan pembayaran dengan QRIS agar pencatatan menjadi lebih baik. Kalau menggunakan tunai, pencatatannya agak susah. Memang masih awal, karena adopsi e-money di daerah ini masih baru. Tapi trennya positif dan berpeluang terus meningkat.
Ini menunjukkan orang mulai terbiasa bertransaksi secara digital. Ini ekosistem yang baik, karena mereka menggunakannya di warung juga. Mitra juga mendapatkan transaksi dari e-money seperti OVO, GoPay, dan DANA juga.
Untuk 2021, apakah Bukalapak telah menyiapkan produk baru untuk transaksi digital ?
Kami melihat untuk produk yang sudah muncul 2020 masih banyak potensi yang dapat digarap. Belum semua daerah sudah mengadopsinya dan belum aware serta terbiasa. Untuk melahirkan produk baru, kami akan cukup selektif karena saat ini sudah memiliki cukup banyak produk pada platform kami. Kami selektif dengan melihat apa yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. Misalnya kalau ada produk - produk yang ternyata masih dibutuhkan dan ada gap yang belum terisi, kami baru akan fokus ke sana.
Kira-kira berapa persen kontribusi dari pengembangan produk digital terhadap target pertumbuhan Bukalapak pada 2021 ?
Dari sisi kontribusi sudah positif secara keseluruhan, sesuai visi kami untuk menjadi perusahaan Unicorn dengan kontribusi finansialnya positif dan pengguna yang lebih loyal. Bila mengembangkan produk - istilahnya burning money- itu bisa dimanajemeni lebih baik dengan produk - produk digital dan akan membantu performa perusahaan.
Selain pulsa, apakah ada produk digital yang potensial lainnya?
Kalau untuk marketplace, kebanyakan penggunanya adalah hardcore user teknologi. Jadi memang determinasinya bisa menjadi lebih besar. Kalau di aplikasi mitra Bukalapak, karena memang kebanyakan adalah warung - warung, jadi yang memakai itu pekerja harian yang penggunaannya tak sebesar jika full online, paling hanya puluhan ribu.
Karena itu kami memang fokusnya lebih banyak ke inovasi misalnya produk finansial seperti menabung emas (BukaEmas), sehingga masyarakat itu bisa menabung dari kecil seperti Rp 5.000 sampai Rp 10 ribu. Di masyarakat Indonesia emas menjadi salah satu sarana penyimpanan aset.
Produk emas ini diburu saat ekonomi tidak stabil. Ke depan apakah potensinya akan terus menarik ?
Kalau dari sisi produk, saya rasa ada beberapa segmen yang menggunakan emas sebagai sarana alokasi aset kalau situasi tidak pasti. Sedangkan kalau ekonomi berkembang, akan masuk ke aset lain. Tapi, itu tergantung market ke depan. Kami juga akan terus melihat produk-produk apa lagi yang diminati tapi saat ini, dalam jangka pendek, kami melihat emas masih dimanfaatkan.
Selain itu, apakah mata uang kripto bisa menjadi peluang Bukalapak jika regulasinya sudah jelas ?
Peluang sudah ada. Ini bukan hanya terkait regulasi di Indonesia, tetapi juga global. Bitcoin misalnya, peningkatannya luar biasa. Di satu sisi, ini produk yang bukan hanya tergantung regulasi, tapi tidak mudah dimengerti. Kami harus lihat dalam jangka panjang apakah membawa mudarat atau manfaat.
Kalau dari manfaat baik, regulasi ada, dan dari sisi konsumen baik, kami akan lihat. Tapi kalau belum, kami wait and see supaya jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan merugikan konsumen.
Kalau emas, harganya enggak akan naik sampai lima kali lipat dalam sebulan. Jadi produknya lebih mudah dimengerti. Kalau produk lain, kami lihat keamanannya. Karena memang secara global perlindungan konsumennya masih cukup rendah untuk produk seperti kripto. Kalau sudah ada kejelasan, rambu-rambunya jelas, dan terbukti di market bahwa ini membantu perekonomian, kami bisa eksplorasi lebih lanjut.
Bappebti telah memperbolehkan 13 pedagang aset kripto. Berarti perlu berapa lama Bukalapak melakukan kajian ?
Kami tergantung seberapa cepat masyarakat mengadopsi karena ini produk yang masih baru sekali. Kadang-kadang ini juga disalahartikan untuk mencari keuntungan. Padahal bisa mendapatkan keuntungan dan juga kerugian. Seringkali, yang disalahkan bukan currency-nya tetapi platform-nya. Padahal platform hanya menjadi perantara. Ini karena banyak yang belum mengerti.
Jadi tergantung seberapa cepat masyarakat mengerti. seperti reksa dana kan ada prosesnya. Ada bank kustodian dan lainnya. Jadi framework sudah jelas. Dari sisi konsumen harus memahami dulu dan tahu risikonya apakah sebanding dengan keuntungan yang mungkin didapatkan. Kripto ini spekulatif.
Dari yang saya lihat di media sosial, semua orang hanya membicarakan kenaikan (harganya) saja. Belum ada yang edukatif menjelaskan apa saja yang harus diperhatikan. Saya khawatir ini menjadikan masyarakat yang belum paham justru salah mengambil langkah.
Apa tantangan memasarkan produk digital di warung yang ada di daerah?
Ini menarik karena ada tantangan dan peluang. Di Bukalapak, 70% konsumen berada di luar tier satu dan sesuai dengan komitmen kami. Tantangannya, setiap daerah memiliki consumer behaviour dan awareness yang berbeda. Misalnya, kami sudah bisa untuk membayar pajak dan lain-lain di warung. Nah, mereka masih tanya “memang benar?” Tantangannya di sini, bagaimana kami bisa memahami perilaku pengguna supaya bisa menjangkau mereka. Seringkali, Mitra Bukalapak menjadi bagian yang tidak terpisahkan, karena mereka bisa membantu untuk mengedukasi masyarakat di sekitar. Ini menjadi sinergi Bukalapak dengan warung.
Peluangnya besar, karena lewat warung dan Mitra, kami mendapatkan masukan mengenai kebutuhan atau produk yang dicari. Ini membantu kami membuat produk yang tepat. Kami berhati-hati menawarkan produk karena tujuannya membangun kepercayaan untuk menjadi user base yang loyal. Itu tantangan dan peluang yang kami percaya kalau kami lakukan dengan baik akan positif bagi perekonomian. Di satu sisi membantu pemerintah untuk digitalisasi.
Dengan cara apa Bukalapak mempelajari perilaku konsumen ini ?
Kami melakukan riset dengan menghubungi langsung pengguna dan turun langsung ke lapangan. Ini tujuannya untuk mengerti secara langsung dan melihat dari sisi kompetisi. Dengan semakin banyak (pesaing), kami bisa tahu produk yang dicari masyarakat seperti apa. Kalau (pesaing) meluncurkan produk tertentu dan diminati, berarti ada kebutuhan di masyarakat. Tentunya, kami mempelajari dari case study yang terbukti berhasil.
Apakah penggunaan big data akan signifikan dalam mempelajari perilaku konsumen ?
Pasti ada dari sisi analisis, tapi digunakan hanya untuk validasi atau melengkapi sumber data lain. Misalnya kami memiliki banyak transaksi, dari user (tahu) sukanya belanja apa, lalu di daerah tertentu produksnya seperti apa. Tapi tentunya kami sangat berhati-hati dan memastikan hanya untuk kebutuhan internal dan tidak untuk dijual lagi. Karena di Bukalapak kami harus melindungi privacy.
Monetisasi produk digital di market place dan e-warung seperti apa ?
Kami melihatnya, sebagai ekosistem karena ada produk yang memang make sense untuk dimonetisasi tapi ada juga produk yang lebih untuk menjadi sarana atau layanan tambahan mitra Bukalapak.
Misalnya QRIS banyak digunakan agen dan saat ini tidak dikenakan biaya tambahan lagi. Ini bisa membantu meningkatkan volume transaksi, pencatatan lebih baik dan menambah loyalitas. Karena bermanfaat, sehingga yang bertransaksi dan menggunakan QRIS akan lebih banyak dalam ekosistem Bukalapak.
Jadi beberapa produk memang monetisasinya lebih banyak dinikmati mitra Bukalapak yang saat ini berjumlah 7 juta. Dampak positifnya mereka bertransaksi lebih banyak dan penjualan produk lebih banyak. Strong point Bukalapak kan bisa beli barang grosir, mereka jadi bisa beli barang lebih murah dan dengan pengiriman cepat sekaligus banyak. Jadinya ekositem mendukung.
Adopsi pembayaran digital akan memudahkan e-commerce berkembang. Apa tantangan e-warung dalam mengadopsi ini ?
Pembayaran digital salah satunya membutuhkan bank account dan beberapa warung belum ada sehingga perlu solusi untuk bisa bantu jembatani mereka ke sana. Kedua, karena ini sesuatu yang baru, jadi ada kebiasaan (perlu diubah) seperti mengganti tunai. Lebih ke barrier seperti itu. Namun saya rasa dengan teknologi dan inklusi keuangan diharapkan dalam waktu dekat bisa menawarkan solusi yang membantu
Dengan kondisi seperti itu, Indonesia masih jauh dibandingkan Tiongkok untuk adopsi digital ?
Kondisi sekarang memang terlihat jauh, tapi kadang-kadang masyarakat Indonesia cepat mengadopsi seperti e-money, dan Tiktok. Bila bertemu caranya, saya rasa bisa cepat (adopsinya). Saya rasa masyarakat Indonesia kalau dapat dorongan yang tepat akan bisa. Tapi perlu koordinasi dan kerja sama dari berbagai pihak baik swasta, negara, mungkin juga NGO di lapangan. Butuh banyak koordinasi.
Strategi Bukalapak sendiri dalam menghadapi e-commerce lain seperti apa ?
Dari sisi platform, jika ada yang menawarkan produk serupa saya rasa sah saja. Di satu sisi malah mungkin bagus juga karena menawarkan awareness bahwa produk tersebut sudah ada dan menambah kepercayaan masyarakat.
Perbedaannya, setiap platform mempunyai strategi dan target segmen berbeda-beda. Di Bukalapak, kami fokus di tier two dan punya loyal user based di daerah. Misi kami juga untuk mewujudkan sustainable company dan pemerataan. Di tempat lain mungkin ada strategi, target, dan cara yang berbeda. Karena menurut saya market di Indonesia itu besar, ditopang 270 juta populasi dan tidak bisa hanya satu platform saja yang melayani. Masing-masing bisa mengembangkan solusi yang spesifik sehingga seluruh Indonesia bisa terjangkau secara penuh.