Saat mulai mengembangkan SKB Food, apa yang Anda terapkan?
Tahun 2018 itu kita mulai launching yang namanya ghost kitchen [dapur virtual yang biasanya hanya melayani pengiriman]. Ternyata ketika pandemi melanda di 2020, itu menjadi salah satu jalan keluar kita untuk bertahan. Kita pivot dari buka outlet secara konvensional, sekarang kita bisa buka secara online.
Salah satu proses ikhtiar saya adalah melakukannya dengan cara yang berbeda. UMKM makanan di Indonesia rata-rata hanya masih fokus pada berdagang produk, padahal produk itu kan sebenarnya tidak memberikan nilai tambah apapun.
Sebagai founder Baba Rafi, Anda justru menyerahkan jabatan CEO SKB Food kepada orang lain, apakah ini salah satu strategi untuk mengubah bisnis?
Selama ini memang to be honest saya yang memimpin idenya. Saya yang merencanakan ekspansi mau ke arah mana. Nah, saya ingin mengurangi itu. Jadi saya merasa ini eranya anak muda.
Saya sadar sudah hampir 19 tahun bergelut di bidang ini. Kadang, ketika kita sudah terlalu lama bergelut di bidang tersebut, kita tidak bisa melihat dunia luar. Way of thinking-nya sudah beda dari zaman saya dahulu. Ketika memimpin perusahaan, cara kita melihat masa lalu yang sukses itu kadang bisa jadi hambatan, menurut saya. Saya harus banyak belajar hal baru dan saya harus memberikan kepada orang yang mempunyai kapabilitas di bidang tersebut.
Saya sekarang as a founder masih memegang posisi sebagai Business Development Director. Dari sini saya juga ternyata menemukan dunia baru. Saya ternyata itu tipenya senang ketemu orang. Saya itu senangnya mengolah opportunity dari tidak ada menjadi ada dan ayo dieksekusi.
Saat ini SKB Food dipimpin oleh anak-anak muda, Eko Pujianto [CEO] masih 29 tahun sedangkan Jadug Trimulyo yang menjadi Komisaris Utama bahkan masih 26 tahun. Visi apa yang ingin Anda bangun dengan melibatkan anak-anak muda?
Zaman saya dulu, karena mungkin serba terbatas, anak muda bisa dinilai dari pengalamannya. Dari jam terbang. Sekarang, belum tentu. Semua informasi ada di handphone, selama memang kita mau belajar dan mau mencari. Anak muda sekarang luar biasa dengan cara percepatannya masing-masing.
Jadi oleh karena itu saya setuju banget dengan the way of thinking this new company Baba Rafi diubah dengan melibatkan anak muda. Oleh karena itu, CEO kita masih 29 tahun dan Komisaris Utama kita juga berusia 26 tahun. Tapi mereka adalah orang yang sudah sangat matang.
Contoh CEO kami Pak Eko itu juga dulu presiden BEM di UNS. Jadi cara dia berbicara, cara dia mengambil keputusan itu juga memang orang yang sudah punya jam terbang, sudah matang. Dan saya cukup bahagia dan puas dengan apa yang terjadi. Ibaratnya perusahaan yang bertransformasi sekarang adalah perusahaan yang sangat transparan, sesuai jobdesc masing-masing, tidak tergantung pada saya.
Sejauh ini ketika saya menunjuk Pak Eko sebagai CEO, beliau itu luar biasa bagaimana menyelesaikan masalah. I think he is doing very good even better than my expectations.
Sejak kapan SKB Food merencanakan untuk IPO?
Kita merencanakan IPO selama 3 tahun kemarin. Pelan-pelan kita bangun satu-satu. Ternyata alhamdulilah ketika di tahun 2022 ini kita sudah mulai meluncurkan saham perdana. Jadi ini memang benar-benar dream comes true.
Bagaimana perusahaan yang saya bangun, benar-benar dari kaki lima, dari trotoar yang kalau musim hujan dikejar orang gila karena mereka ambilin roti kita. Atau kejar-kejaran sama Satpol PP, gerobak diangkut nangis-nangis. I’ve been through all those things. Jadi kemarin itu saat IPO benar-benar enggak bisa berkata-kata. Speechless.
Bagaimana strategi Anda membangun SKB Food sampai bisa IPO?
Langkah pertama di bisnis makanan adalah going online. Oleh karena itu kita bikin ghost kitchen di 2018. Setelah itu going reseller. Nah, yang ketiga adalah franchise atau waralaba.Selain itukita mulai dengan menggandeng partner bisnis atau investor di dalam perusahaan kita supaya mengerjakannya tidak sendirian. Tapi mencari partner ini tricky. Salah nyari partner juga wassalam. Jadi ini kita kan ibarat sebuah pernikahan ya harus hati-hati. Chemistry juga harus dibangun, sama-sama mengerti hak dan kewajiban, itu yang paling penting.
Langkah selanjutnya adalah bagaimana kita bisa menjadi perusahaan yang korporatisasi. Kita ingin melibatkan masyarakat Indonesia untuk menjadi pemilik supaya brand Baba Rafi ini menjadi brand yang harapannya bisa sustain di Indonesia. Dari dulu saya itu ingin banget Baba Rafi ini bukan hanya brand yang dimiliki orang per orang, tapi menjadi brand yang memang bisa dibanggakan Indonesia.
Terkait franchise, kita fokus pada bagaimana kita berikan nilai tambah. Contohnya di Baba Rafi kita tidak fokus pada penjualan kebab. Kebab is one thing, tapi kita juga fokus pada menjual franchise, what is franchise?
Actually [franchise] adalah IP (intellectual property). Kita menjual knowledge kita, bagaimana pengalaman kita jatuh bangun menjalankan bisnis selama 19 tahun. Tapi kita lakukan benar-benar dengan sistem, support karyawan, support marketing, dengan nama brand menjadi satu kesatuan di mana support system ini yang kita berikan ke franchise. Jadi mereka enggak perlu buka usaha dari 0 dan itu yang kita fokuskan.
Kalau melihat portofolio perusahaan, SKB Food bukan hanya menjual brand Baba Rafi, apa sebetulnya fokus bisnis perusahaan?
Memang di waralaba kita ada beberapa brand lain, tidak hanya Baba Rafi. Lini bisnis lainnya ada di supply chain sebenarnya. Kalau waralaba itu dulu fokusnya bagaimana membuat cabang sebanyak-banyaknya. Itu diperlukan karena memang ekspansi dan juga eksistensi diperlukan pada saat itu.
Makin kesini kita juga sudah mempunyai tim operasional yang kuat, sampai akhirnya kita mulai menggeluti dunia supply chain. Dari waralaba yang ada tadi, ternyata kita bisa menggali lebih, enggak cuma sekadar berjualan makanannya saja tapi bahan bakunya benar-benar dimaksimalkan.
Kita menjadikan jaringan-jaringan kita tadi untuk menjual bahan baku yang bisa dijual ke luar juga. Baik bahan baku jadi maupun setengah jadi. Jadi lebih ke business to business.
Ini ternyata luar biasa disambut pasar dan mungkin karena keahlian dari partner kita juga salah satunya itu. Ini kan jadi kayak menggabungkan sebuah keahlian.
Pandemi menghantam banyak bisnis di Indonesia, bagaimana Anda bertahan?
Jadi sebetulnya 95% bisnis kita itu ada di supply chain. Adapun sisanya adalah waralaba, termasuk Baba Rafi. Waktu pandemi itu kita sudah punya ghost kitchen, dan itu membantu sekali. Bisnis konvensional kan ada 3 hal yang membuat biaya-biaya itu tinggi: biaya sewa tempat, karyawan, dan operasional.
Ternyata dengan ghost kitchen ini bisa memangkas biaya-biaya tadi. Ibaratnya kita melakukan disrupsi karena zamannya sekarang sharing asset dan sharing economy.
Waktu pandemi itu orang mau investasi baru itu susah banget, makanya kita fokus di supply chain. Kalau sekarang sudah mulai bagus dan mulai banyak minat masyarakat utuk berinvestasi. Jadi waralaba sudah mulai jalan lagi.
Apa target yang dipatok setelah IPO?
Mohon maaf kalau soal angka-angka, saya tidak bisa menyebutkan karena saya lebih suka ngomongin kulturnya mungkin ya. Tapi memang kita akan akuisisi beberapa bisnis baru, sesuai yang ada di prospektus. Salah satunya adalah akusisi PT Laziza Rahmat Sentosa karena ini adalah perusahaan yang kita lihat dan kita nilai sangat kuat pada operasionalnya.
Kita juga melihat peluang untuk masuk ke lokasi-lokasi strategis seperti halte Trans Jakarta atau MRT. Kemarin kita baru tanda tangan agreement juga dengan pihak MRT, Trans Jakarta, dan Dewan Koperasi Indonesia. Jadi nanti kita mau membuka outlet di aset-aset koperasi yang biasanya sangat konvensional banget. Ini kita mau modernisasi untuk membuka cabang-cabang Baba Rafi di aset-aset mereka yang tersebar di seluruh Indonesia.
Anda berhasil mengubah kultur UMKM yang biasanya cair dan luwes menjadi sangat terstruktur dan bahkan sekarang masuk ke lantai bursa yang sangat teregulasi, apa tipsnya?
To be honest, saya masih baru di sini [di Bursa Saham]. Kalau ditanya tips mengubah ya kita harus sama-sama mau berkomitmen dan sama-sama menyadari posisi sekarang. Karena kalau kita masih, maaf masih mental attitude yang saya dulu begini sukses kok, itu enggak akan ke mana-mana. Ini adalah masalah kerja tim, bukan masalah personal.
To be honest it is hard for me. I am the founder, terus sekarang tiba-tiba mau ambil keputusan harus melalui banyak birokrasi. Tapi ini pelajaran baru dan saya sadar juga dengan adanya peraturan-peraturan di pasar modal akan menjadikan perusahaan lebih terbuka, lebih terstruktur, dan lebih transparan.
Saya pernah mengalami waktu masih jadi founder punya kekuasaan hampir absolut boleh dibilang. Tapi it is very hard ketika kita bekerja sendiri, sekarang kan kita bekerja beramai-ramai. Ada CEO dan saya bukan di posisi itu. Ada group of investors juga, pemegang saham, ada juga komisaris yang mengawasi, dan lain-lain. Jadi saling mengingatkan tapi tujuannya sama.
Apa fokus bisnis SKB Food ke depan setelah IPO?
Kita akan tetap fokus pada FnB dan juga kita tetap akan fokus pada supply chain untuk sekarang. Kita akan membuka beberapa outlet terutama di lokasi-lokasi strategis di Indonesia.
Berapa jumlah outlet yang akan dibangun?
Kalau jumlahnya belum bisa kami sebutkan.
Setelah IPO, SKB Food yang menaungi Baba Rafi banyak menjadi rujukan bahwa UMKM ternyata bisa menjadi korporat dan bisa IPO, ada saran bagi UMKM lainnya?
Sebenarnya ketika kita melakukan korporatisasi di Baba Rafi lantas IPO, itu selain pembuktian kepada kita sendiri, juga kita sebenarnya berusaha untuk mendorong UMKM lainnya.
Saya juga penggiat UMKM dan menjadi mentor untuk beberapa program pemberdayaan UMKM di beberapa Kementerian. Kita sering juga menyemangati UMKM dan mendorong bagaimana UMKM ini bisa bertumbuh menjadi skala besar.
Ini juga pembuktian bahwa kalau selama kita mimpinya besar dan mau berubah, fokus pada misi yang kita terapkan, kita bisa menjadi apapun. Karena memang to be honest, kalau melihat PKL [pedagang kaki lima] jualan martabak pakai gerobak di pinggir jalan misalnya, saya kembali teringat pengalaman 19 tahun lalu dengan segala naik turunnya.
Saya rasa UMKM kalau mereka ingin melakukan yang sama, harus berani mengambil risiko. Kedua adalah not superman attittude ya, karena kalau kita menjadi owner itu kita merasa yang paling berkuasa. Jadi harus mau membagi beban dan tanggung jawab dengan tim. Selain itu, kita juga harus mau belajar dan berinovasi untuk menjadi perusahaan besar. Karena menjadi perusahaan besar itu tidak selalu nyaman apalagi as a founder karena kita dibatasi kewenangannya.
Kalau memang kita mau tumbuh, kita harus mau melalui semua itu. Dan saya rasa UMKM Indonesia ini luar biasa potensinya. Indonesia menawarkan berbagai potensi dan kemudahan yang terkadang bikin lupa untuk punya visi tumbuh lebih besar.
Tapi kalau kita ingin perusahaan memberi manfaat bagi banyak orang, go to IPO. Bila ingin menjadi perusahaan yang sustainable, yang bisa dibanggakan Indonesia, you go to IPO. tapi tergantung lagi, kembali kepada founder-nya, kepada UMKMnya, are you willing to do that?
Sebagai perempuan yang telah melewati banyak sekali tantangan, mindset seperti apa Anda pertahankan sampai sekarang?
Ini mungkin berkaitan dengan background. Saya anak tunggal enggak punya saudara, jadi dari kecil itu sepertinya sudah disiapkan oleh orang tua kalau kamu sendirian, enggak punya kakak, enggak punya adik.
Biar bagaimanapun harus bisa hidup sendiri, berdiri di kakimu sendiri. Mungkin itu yang saya pegang dari kecil sehingga saya itu adalah orang yang sangat mandiri. Orang tua saya enggak ada background pengusaha. Bapak saya kerja di bank, ibu saya kerja di Jamsostek.
Mereka berasal dari level biasa saja. Saya masih kecil pun kemana-kemana naik angkot di Surabaya. Tapi memang orang tua concern dengan pendidikan jadi mereka menetapkan standar yang tinggi untuk saya. Being a high achiever in life itu ada sisi baik dan buruknya di kehidupan. Sisi baiknya adalah kita selalu tahu goals kita ke mana, arahnya ke mana, kita akan melakukan apapun tentunya yang positif. Kita berkenalan, kita berkoneksi, menggali sebuah tujuan untuk mencapai goals itu.