Pertamina dan ExxonMobil berhasil menemukan potensi karbon dioksida (C02) dengan kapasitas hingga 1 miliar ton di lapangan migas Pertamina. Kapasitas besar ini bisa menyimpan secara permanen CO2 yang dihasilkan emisi seluruh Indonesia pada rata-rata saat ini, hingga 16 tahun ke depan.
Penemuan potensi C02 yang besar ini menjadi titik cerah pengembangan bisnis Carbon Capture and Storage (CCS) serta upaya dekarbonisasi di Indonesia. Atas dasar itulah Pertamina dan ExxonMobil memperkuat kerja sama pengembangan CCS sebagai upaya penurunan emisi karbon sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi melalui investasi, pembukaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan bagi negara.
Kerja sama tersebut ditandai dengan ditandatanganinya Head of Agreement (HoA) oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan Presiden Asia Pacific ExxonMobil Low Carbon Solution and Presiden ExxonMobil Indonesia, Irtiza Sayyed di Nusa Dua, Bali pada Minggu, 13 November 2022.
Hadir dalam penandatanganan kerja sama ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, serta serta Duta Besar AS untuk Indonesia, Sung Y. Kim.
Kerja sama Pertamina dengan Exxon dilakukan melalui studi bersama untuk melihat potensi penyimpanan CO2 di formasi saline di wilayah kerja Pertamina. Selain itu, Pertamina juga sedang melakukan studi bagaimana upaya dan inisiatif dekarbonisasi salah satunya melalui CCS yang diharapkan mampu memberikan sumbangsih pada aspek energy security.
Penandatanganan HoA ini merupakan tindak lanjut Joint Study Agreement (JSA) yang ditandatangani di Amerika Serikat pada 13 Mei 2022. Melalui penguatan kerja sama ini, Pertamina dan ExxonMobil akan mematangkan dan menyiapkan rancangan model komersial untuk pengembangan hub CCS regional di wilayah kerja PT Pertamina Hulu Energi OSES dengan potensi untuk menyimpan CO2 domestik dan internasional.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Pemerintah Indonesia sedang berupaya mengembangkan regulasi yang mendukung Carbon Capture and Storage (CCS) dan memulai pembahasan dengan pemerintah di wilayah lain.
"Kesepakatan bersama ini merupakan landasan yang kokoh bagi Indonesia untuk mencapai target nol bersih Indonesia pada tahun 2060 atau lebih cepat,” kata Luhut B. Pandjaitan.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan kerja sama pengembangan CCS dan dekarbonisasi sejalan dengan upaya Pertamina mendukung program pemerintah mempercepat transisi energi dan target penurunan emisi sebesar 29 persen pada 2030.
“Salah satu lapangan terpilih ini miliki kapasitas yang sangat besar untuk menyimpan karbon dioksida. Implementasi teknologi tersebut akan memprioritaskan sumber daya di ranah domestik, pembukaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan bagi negara,” kata Nicke.
Menurut dia, cara cepat pengembangan transisi energi baru terbarukan dan dekarbonisasi di Indonesia adalah melalui partnership. Hal ini untuk menjawab tiga tantangan global sekaligus yaitu teknologi, finance, dan human capital.
Penerapan teknologi CCS, kata Nicke, diharapkan akan berperan penting dalam menurunkan gas rumah kaca di atmosfer, yang berkontribusi terhadap pemanasan global, perubahan iklim, pengasaman laut, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
“Pengembangan teknologi CCS memiliki dampak ganda, selain mengurangi emisi sekaligus meningkatkan produksi migas nasional,” tutur Nicke.
Pertamina tengah menggarap enam proyek CCS/CCUS dengan menyeleksi lapangan-lapangan yang dapat digunakan sebagai tempat injeksi CO2. Keenam lahan potensial tersebut berada di berbagai wilayah lepas pantai Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.
“Pengembangan teknologi CCS sejalan dengan komitmen Pertamina untuk menerapkan environmental, social, and governance (ESG) di semua lini bisnis perusahaan, untuk mendorong keberlanjutan bisnis di masa depan,” kata Nicke.