PLN Siapkan Sistem Pembangkit Listrik EBT yang Fleksibel

PLN
Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi (dua dari kanan) membahas transisi energi dalam acara Indonesia National Electricity Day 2022 di Jakarta, Selasa (29/11/2022).
Penulis: Shabrina Paramacitra - Tim Publikasi Katadata
1/12/2022, 13.49 WIB

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyiapkan sistem pembangkit listrik yang fleksibel dalam menopang transisi energi. Pembangkit fleksibel ialah pembangkit listrik yang dapat mengantisipasi sifat intermiten pada bauran energi baru terbarukan (EBT). Hal ini dapat meminimalisasi dampak perubahan kondisi cuaca terhadap keandalan pasokan listrik.

Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi, mengatakan salah satu faktor suksesnya program transisi energi fosil ke EBT adalah teknologi yang bisa mengakomodasi bauran sumber daya EBT, untuk masuk dalam sistem PLN. Sehingga, poin penting dalam proses ini adalah perhitungan suplai dan permintaan listrik dari EBT.

Dahulu, jelas Haryadi, fluktuasi hanya terjadi pada sisi permintaan listrik. Begitu pembangkit EBT digunakan, fluktuasi juga terjadi pada sisi suplai.

“Karena, kita tahu, matahari enggak bersinar terus, dan angin adakalanya berhenti berembus. Sehingga, kita butuh pembangkit yang fleksibel agar pasokan listrik selalu tersedia 24 jam,” paparnya dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (1/12/2022).

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, porsi EBT mencapai 51,6 persen dari keseluruhan pembangkit dalam sistem milik perseroan. PLN pun telah melakukan berbagai inovasi demi mendorong transisi energi fosil ke EBT.

“Seperti yang telah direncanakan, kami akan mengurangi emisi karbon melalui peningkatan pemanfaatan EBT. Nah, saat ini kami sedang menyiapkan, bagaimana EBT ini bukan hanya andal dan efisien, tetapi juga terjangkau oleh masyarakat,” ungkap Haryadi.

Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dininilai memiliki potensi yang besar, karena biaya produksinya rendah dan sifatnya yang fleksibel. Sementara, tantangan pengembangannya adalah potensi lokal air yang terbatas. Di sisi lain, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) masih memiliki kendala dari sisi infrastruktur dan biaya operasionalnya tinggi

PLN mengandalkan PLTA dan PLTP sebagai pembangkit listrik yang fleksibel. “Ke depan, dengan semakin variatifnya EBT yang masuk dalam sistem PLN, kita semakin membutuhkan pembangkit yang fleksibel. Mengingat, sebagian besar pembangkit fosil kita gunakan sebagai base load,” tambahnya.

Sampai tahun 2030, PLN menargetkan EBT mampu menghasilkan 20,9 gigawatt (GW) dari total 40,6 GW daya listrik PLN. Rinciannya, PLTA 10,4 GW, PLTS 4,7 GW, PLTP 3,4 GW, serta 2,5 GW dihasilkan dari pembangkit EBT lainnya.

Sementara itu, PLN tengah membangun smart micro grid dengan manajemen pembangkit dan distribusi yang terdigitalisasi. “Kami juga membangun smart micro grid untuk meningkatkan pemanfaatan EBT di daerah terisolasi. Jadi, perlu saya tegaskan lagi bahwa transisi energi adalah kesempatan untuk bangsa ini mengambil alih masa depan,” tutupnya.