Sebelumnya, kata Dadang, banyak warga desa Jatihurip yang tidak peduli terhadap sampah. Namun berkat program pelatihan pengelolaan sampah terpadu dari BRI, tingkat kesadaran masyarakat meningkat.

Adapun Program BRI Peduli TPST terdiri dari pelatihan pilah sampah dan pelatihan penguatan kelembagaan serta manajemen bisnis Bank Sampah di Desa Jatihurip. 

BRI juga memberikan bantuan berupa mesin penghancur sampah anorganik. Dengan alat tersebut, pihak desa memiliki pendapatan tambahan, karena sampah anorganik yang telah diolah bisa dijual ke pengepul. Pendapatan tersebut digunakan untuk kepentingan operasional pengelolaan sampah, seperti membayar upah pengangkut sampah.

Dalam kesempatan berbeda, Koordinator pengelolaan sampah di Desa Jatihurip Munajat (43 tahun) menambahkan, warga dilatih untuk memilah sampah menjadi sampah organik dan anorganik. Untuk sampah anorganik maka akan diolah dan dijual. Sementara untuk sampah organik dijadikan budidaya maggot.

“Plastik ini kita jual ke pengepul Rp 5.000 s.d. Rp 6,000 per kilo. Uangnya kita gunakan untuk operasional, nanti itu dikumpulkan dalam kas desa. Pengelola sampah juga harus mendapatkan upah atas kerja mereka,” ujarnya.

Sependapat dengan Kepala Desa, Munajat menyebut sebelumnya warga di Desa Jatihurip bersikap apatis terhadap sampah. Namun, berkat program yang dicanangkan BRI terkait pelatihan pengelolaan sampah, kini masyarakat membuang sampah lebih patuh.

Sementara itu, Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto mengatakan, integrasi program TJSL yang dilakukan BRI tidak hanya berdampak terhadap pemberdayaan ekonomi desa, tetapi juga berperan mendorong kesadaran masyarakat untuk menjaga keseimbangan alam dan kebersihan lingkungan melalui pengolahan sampah yang tepat.

“Di Desa BRILiaN, program BRI Peduli TPST akan mendorong kesadaran masyarakat tentang pengolahan sampah sehingga menjadi desa teladan dan inspirasi bagi desa sekitar,” pungkasnya.

Halaman: