Tingkat transparansi data Indonesia masih tertinggal di kawasan Asia Pasifik. Indikator keterbukaan data yang dikutip Indeks Tata Kelola Sumber Daya 2017 menempatkan Indonesia di bawah Australia, India, dan Filipina. Kurangnya transparansi ini dapat berakibat negatif pada sektor ekstraktif.
Rendahnya keterbukaan data, khususnya di industri ekstraktif berdampak pada buruknya tata kelola pemerintahan dan persaingan tidak sehat antar-pelaku usaha tambang. Selain itu, juga membuka peluang terjadinya monopoli terselubung, pencucian uang, hingga tindak korupsi. Berbagai kondisi tersebut dapat berdampak pada berkurangnya pemasukan negara dari sektor yang menyumbang PDB sebesar 7,2 persen pada 2016.
Sejumlah inisiatif untuk mendorong peningkatan transparansi telah diterapkan di Indonesia, seperti Extractive Transparency Initiative (EITI) dan Open Government Partnership (OGP). EITI merupakan standar global di sektor ekstraktif yang melakukan perbandingan antara pembayaran perusahaan migas dan minerba dengan penerimaan pemerintah. Sedangkan OGP adalah kemitraan antar-negara yang beranggotakan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil. OGP bertujuan mewujudkan pemerintahan yang efektif, efisien, dan akuntabel.