Kontribusi energi baru terbarukan (EBT) dalam menyuplai energi nasional masih terbilang kecil, yakni 12 persen. Angka itu masih jauh tertinggal dari batu bara yang lebih dari 60 persen. Padahal, tahun 2025, bauran EBT diproyeksikan bisa mencapai 23 persen.
Meski demikian, pertumbuhan bauran EBT terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Tahun 2019, sumbangan kapasitas pembangkit EBT sudah lebih dari 10 ribu MegaWatt (MW)
Secara khusus pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) berkembang lebih baik ketimbang pembangkit EBT lainnya. Sampai akhir tahun 2019, total kapasitas sampai 2.130,8 MW datang dari 16 PLTP. Ini menjadikan panas bumi hanya kalah dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dalam hal bauran energi dari EBT secara total.
Meski begitu, perkembangan PLTP sebenarnya bisa lebih cepat lagi. Namun, ada dua kendala utama yang kerap dikeluhkan investor yaitu terkait regulasi dan skema tarif alias harga beli listrik dari PLN. Selain itu beberapa masalah minor lainnya seperti lamanya waktu realisasi dan negosiasi proyek, penolakan masyarakat, dan sulitnya perizinan lintas kementerian.