Dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sering kali dikaitkan dengan praktik perizinan berusaha yang mengancam keberlanjutan lingkungan. Pasca disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, aturan ini kemudian memiliki beberapa perubahan ketentuan terkait Amdal, utamanya terkait hubungan Amdal, persetujuan lingkungan dan perizinan berusaha.

Dalam aturan tersebut, Amdal menjadi prasayarat utama dalam pengambilan keputusan untuk memberikan izin suatu usaha dan kegiatan. Hal ini diatur dalam Pasal 3 yang secara rinci menjelaskan prasyarat persetujuan lingkungan. Di antaranya Amdal dan dokumen UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan Lingkungan) yang harus dimiliki jika ingin mendapatkan persetujuan lingkungan.

Adapun setelah persetujuan lingkungan diperoleh, akan menjadi prasyarat mendapatkan izin berusaha dan kegiatan. Persetujuan lingkungan juga tidak berlaku jika izin usaha telah berakhir.

Sementara PP 22/2021 juga mengatur tentang tambahan usaha yang mendapat pengecualian Amdal. Terdapat dua jenis yakni usaha di Kawasan hutan yang telah memiliki rencana Kelola hutan dan dokumen kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Kedua adalah kegiatan atau program pemerintah yang memiliki rencana induk (masterplan) yang juga dilengkapi dokumen KLHS.

Adapun jenis usaha yang dikecualikan sebelumnya di atur dalam PP 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomer 38 Tahun 2019 tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.