Atlet memiliki risiko tinggi mengalami serangan henti jantung mendadak (Sudden Cardiac Death/SCD). Kondisi tersebut dialami pesepak bola Christian Eriksen dan pebulutangkis Markis Kido baru-baru ini.

Serangan jantung merupakan penyebab medis kematian atlet paling umum. Sebanyak 1 dari 40.000 hingga 1 dari 80.000 atlet meninggal tiap tahunnya karena serangan jantung. (Baca: Bahaya Kesehatan Mengintai Saat Olahraga Pagi Hari di Jakarta

Berdasarkan studi kasus National Collegiate Athletic Association (NCAA) pada 2015, atlet laki-laki berisiko lebih tinggi mengalami serangan jantung ketimbang perempuan. Sebanyak 1 dari 37.790 atlet laki-laki terkena serangan jantung, berbeda dengan serangan pada perempuan di perbandingan 1 dari 121.593 atlet.

Dalam penelitian yang sama dan berfokus pada atlet laki-laki menunjukkan, tiap jenis olahraga memiliki risiko serangan jantung yang berbeda. Studi pada pemain basket laki-laki menunjukkan SDC menyerang 1 dari 8.978 atlet.

Risiko medium dialami pesepakbola yang menyerang 1 dari 23.689 atlet, sedangkan risiko tertinggi terjadi pada atlet rugbi yakni 1 dari 35.951 atlet. Baca: (Daftar Atlet Terkaya Dunia 2021, Ronaldo Urutan Berapa?)

Para atlet riskan akan serangan jantung lantaran memiliki penyakit bawaan (komorbid), dehidrasi, dan menghadapi stresor dalam intensitas latihan berat. Alhasil, atlet yang menunjukkan tanda-tanda SDC biasanya merasakan nyeri dada, napas pendek, jantung berdebar, presinkop, serta merasa lelah saat berolahraga. (Baca: 10 Atlet Wanita dengan Bayaran Tertinggi di Dunia)

Tiap orang dapat memberi pertolongan pertama bagi para pasien SDC. Pertama, kita perlu memastikan keaman sekitar. Setelah itu, hubungi layanan gawat darurat sembari mengecek respons pasien. Kemudian, periksa apakah pasien berhenti bernapas atau hanya terengah-engah. Apabila napas terhenti, lakukan resusitasi jantung paru (RJP/CPR) dengan kompresi dada, buka jalur napas, dan beri napas buatan.