Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan peningkatan hingga 100% dugaan tindak pidana pencucian uang terkait dana kampanye Pemilu 2024 per semester II tahun 2023, pada Kamis, 14 Desember lalu. Transaksi janggal ini mencapai triliunan rupiah dan melibatkan ribuan nama termasuk caleg dan partai politik.
Beberapa temuan PPATK termasuk pemantauan arus transaksi di Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) yang cenderung stagnan alih-alih meningkat di periode kampanye.
Kemudian adanya transaksi lebih dari setengah triliun rupiah di rekening bendahara partai politik sebelum periode kampanye dimulai.
Ditemukan pula penggunaan uang tunai dari ratusan ribu safe deposit box (SDB) di bank BUMN ataupun swasta pada Januari 2022 - September 2023 yang dikhawatirkan menjadi sumber dana kampanye yang tidak sesuai aturan.
PPATK juga menemukan sumber dana kampanye hingga triliunan rupiah yang tidak sah, berasal dari tambang ilegal dan aktivitas kejahatan lingkungan lainnya.
Sebelumnya pada Agustus lalu, PPATK menyebut ada 11 provinsi yang berisiko tinggi menggunakan dana kampanye dari pencucian uang dan dana hasil ilegal saat Pemilu. Sebelas provinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Papua, Bali, dan Bengkulu.
Untuk pasangan capres-cawapres, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat dana awal kampanye pasangan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka total sebesar Rp31,4 miliar, mayoritas berasal dari dana partai politik dan gabungan partai politik. Pasangan Ganjar Pranowo - Mahfud MD memiliki dana awal kampanye sebesar Rp23,3 miliar, mayoritas berasal dari sumbangan perusahaan dan badan usaha non-pemerintah.
Sedangkan pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar memiliki dana awal kampanye sebesar Rp1 miliar yang seluruhnya berasal dari pasangan calon sendiri.