Kinerja perdagangan Indonesia menorehkan rekor baru. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan 2018 mengalami defisit sebesar US$ 8,57 miliar. Ini merupakan defisit terbesar dalam sejarah Indonesia.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, defisit terjadi akibat tingginya impor minyak. Impor produk minyak mentah misalnya, naik 29,7 persen (yoy) menjadi US$ 9,2 miliar. Begitu pula dengan impor hasil minyak yang pada 2018 mencapai US$ 17,6 miliar atau naik 21 persen (yoy).
(Baca: Terbesar Sepanjang Sejarah, Neraca Dagang 2018 Defisit US$ 8,57 Miliar)
(Baca: Neraca Dagang Jebol, Lingkungan Dekat Jokowi Ditengarai Berperan)
Di sisi lain, surplus ekspor non-migas Indonesia justru merosot. Pada 2017 nilainya mencapai US$ 20,4 miliar, menjadi US$ 3,8 miliar pada 2018. Ini berarti terjadi penurunan hingga 81 persen.
“Kebijakan peningkatan ekspor dan pengendalian impor harus semakin baik untuk tingkatkan perdagangan,” kata Suhariyanto, Kepala Badan Pusat Statistik.
(Baca: Heboh Indonesia Jadi Importir Gula Terbesar Dunia Jelang Pemilu)
Ekonom Faisal Basri menilai ekspor masih tergantung pada produk komoditas yang harganya naik turun. “Terlalu bergantung pada kelapa sawit dan batu bara tetapi tidak meningkatkan kinerja manufaktur,” ujarnya.