ZIGI – Saat memasuki remaja, seseorang akan memiliki kecenderungan menyukai lawan jenis. Tidak sedikit pula remaja sudah mengenal berpacaran dan bahkan berganti-ganti pasangan. Menurut penelitian, remaja yang tidak pacaran ternyata cenderung jarang depresi, loh.
Banyak anak remaja mengartikan, berpacaran adalah cara untuk mengenali identitas diri. Benarkah? Yuk simak artikelnya di bawah ini!
Baca Juga: Penyebab Anak Muda Rentan Gagal Jantung, Gini Cara Mencegahnya
Menurut Ahli Remaja Tidak Pacaran Jarang Depresi
Anggapan remaja tidak pacaran lebih jarang depresi telah memiliki sejumlah penelitian dari Brooke Douglas, salah satu profesor di Universitas Georgia, Amerika Serikat.
Penelitian tersebut diterbitkan secara online pada sebuah jurnal bertajuk The Journal of School Health. Dalam jurnal tersebut dituliskan bahwa remaja yang tidak menjalin hubungan (pacaran) selama SMP dan SMA akan memiliki kemampuan bersosial yang bagus dan terhindar dari depresi.
“Kebanyakan remaja memiliki beberapa pengalaman romantis saat usia 15-17 tahun atau remaja pertengahan,” ujar Brooke Douglas seperti di lansir dari situs Public Health Universitas Georgia pada Jumat, 24 Desember 2021.
Brooke Douglas bersama Profesor Promosi Kesehatan dan Perilaku, Pamela Orpinas melakukan penelitian sejak 2013 kepada sekelompok remaja dari kelas 6 hingga 12 di Georgia Timur. Douglas dan Orpinas menemukan bahwa remaja yang tidak pernah berkencan memiliki keterampilan interpersonal lebih baik dibandingkan dengan remaja yang sering berpacaran.
Remaja yang memutuskan untuk tidak berpacaran bukan berarti tidak dapat menyesuaikan diri. Menurut Douglas, keputusan remaja tersebut sangat normal.
“Penelitian ini bukan berarti tidak berkencan bagi remaja sebagai ketidakcocokan saat bersosialisasi. Penelitian ini bagian promosi kesehatan untuk memasukkan remaja yang tidak berkencan sebagai perkembangan remaja yang normal dan sehat,” ujar Brooke Douglas.
Dampak Berpacaran Bagi Remaja
Pacaran bagi remaja pasti menimbulkan dampak yang dirasakan oleh setiap individu. Terutama perasaan emosional keduanya yang sama-sama saling berkembang karena hormon di usia remaja.
“Pacaran saat remaja dapat berdampak pada perkembangan seperti pembentukan identitas dan eksperimen dengan seksualitas,” ujar Brooke Douglas.
Seorang profesor Pusat Medis di Universitas Columbia, New York yakni Elyse Olshen beserta peneliti lainnya melakukan sebuah analasis terhadap 8.080 remaja (usia 14-18 tahun) di 2010. Dari survei tersebut ditemukan adanya tindak kekerasan yang dilaporkan oleh wanita sebanyak 10,6 persen dan 9,5 persen oleh laki-laki.
Dari survei tersebut juga menemukan hasil mengejutkan, diantara 11,7 persen remaja wanita dan 7,2 persen remaja laki-laki mencoba melakukan tindakan bunuh diri.
Bagaimana dengan remaja di Indonesia? Ternyata kekerasan dalam pacaran di Indonesia juga tinggi loh. Dilaporkan dari situs resmi Komnas Perempuan, sejak 2015 hingga 2020, kasus kekerasan dalam pacaran terdapat 11.975 kasus di 34 provinsi.
Selain itu, sejak Januari hingga Oktober 2021, pihak Komnas Perempuan telah menerima laporan sebanyak 4.500 kekerasan seksual dan 1.200 laporan diantaranya adalah kekerasan dalam pacaran.
Terlepas baik buruknya efek pacaran, peneliti tidak menganjurkan untuk memilih salah satunya. Berpacaran maupun tidak saat usia remaja, menurut sebagian peneliti adalah suatu hal pilihan dan itu normal.
Baca Juga: 5 Cara Menjaga Kesehatan Mental Saat Pandemi, Kurangi Berita Buruk