Advertisement
Advertisement
Analisis | Investasi Kunci Momentum Emas Pertumbuhan Ekonomi Indonesia - Analisis Data Katadata

Didukung oleh:

HSBC

Investasi Kunci Momentum Emas Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Produktivitas tenaga kerja juga harus ditingkatkan bila Indonesia ingin menjadi bangsa pemenang

Tim Riset dan Publikasi

7/5/2019, 12.00 WIB


Indonesia pada 2030 diproyeksikan akan masuk ke dalam jajaran 7-10 negara perekonomian terbesar di dunia dan pada 2040-2045 naik lagi ke peringkat 4-5 di dunia. Proyeksi tersebut bukan hanya diberikan oleh institusi atau lembaga di dalam negeri, tapi juga dari institusi atau lembaga global.

Dari dalam negeri ada Bank Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), serta Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia. Adapun dari luar ada Bank Dunia, PricewaterhouseCoopers (PwC), McKinsey Global Institute, dan The Boston Consulting Group.

Dalam acara HSBC Indonesia Economic Update bertajuk “Momentum Emas Ekonomi Indonesia” di Grand Ballroom, Hotel Kempinski, Jakarta, Selasa (30/4), terungkap bahwa untuk mencapai momentum emas tersebut, Indonesia harus segera meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan meraih lebih banyak lagi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing langsung (foreign direct investment/FDI) dan meningkatkan produktivitas sumber daya manusia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan, Indonesia masih bisa menunjukkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2 persen pada 2018 pada saat negara-negara lain tidak mampu melakukannya akibat kondisi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian.

Darmin mengakui pertumbuhan tersebut belum cukup tinggi. Tetapi pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan kualitas pertumbuhan yang semakin baik dalam tiga tahun terakhir. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan tingkat kemiskinan menjadi 9,66 persen, tingkat pengangguran turun menjadi 5,34 persen, gini ratio turun menjadi 0,384 persen, serta inflasi rendah sebesar 3,13 persen pada 2018.

Pemerintah terus berusaha meningkatkan lagi pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca pemilihan umum 17 April, yakni sekitar 5,3-5,6 persen pada tahun ini dan 2020. Namun, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Indonesia juga membutuhkan investasi yang tinggi. Kebutuhan investasi pada 2019 sekitar Rp 5.276 triliun dan 2020 sekitar Rp 5.803-5.823 triliun. Ini akan dipenuhi dari sektor perbankan yang diharapkan bertumbuh 13,5-15 persen dan pasar modal yang diperkirakan tumbuh sebesar 10 persen.

FDI diharapkan meningkat menjadi Rp 427-429 triliun. Hal ini, kata Darmin, antara lain didukung oleh kebijakan insentif fiskal dan relaksasi Daftar Negatif Investasi, dengan tetap menjaga ketahanan usaha di dalam negeri.

Untuk menarik investasi, Darmin menjelaskan, pemerintah telah memberikan tax holiday secara besar-besaran untuk 5-20 tahun. “Tidak ada negara lain yang memberikan tax holiday maksimal sampai selama itu,” ujarnya.

Pemerintah juga telah memberikan insentif kepada lima sektor industri, yaitu makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, dan elektronik. Kelima sektor tengah disiapkan pemerintah menuju Industri 4.0.

Sementara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang massif, pemerintah bekerja sama dengan lembaga perbankan untuk mengalokasikan dan mendistribusikan pendanaan. Bukan hanya ke pengusaha makro, tapi juga pengusaha mikro, bahkan ultra mikro, karena ekonomi Indonesia 80 persennya didominasi oleh mereka yang kesulitan mengakses perbankan.

Hal yang juga penting adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) supaya bisa menyesuaikan dengan kebutuhan industri. Untuk itu, menurut Darmin, pemerintah akan memfokuskan pendidikan di tingkat vokasi dengan tiga layer. Pertama, mengoptimalkan balai latihan kerja dengan rentang pelatihan 3-6 bulan dan maskimal satu tahun. Kedua, mengingkatkan kualitas pendidikan sekolah menengah kejuruan dengan merombak struktur belajar yang didominasi praktik dan magang. Ketiga, meningkatkan kualitas politeknik dengan menyediakan guru dan infrastruktur yang mumpuni.

Tantangan Ekonomi

Menteri Keuangan 2013-2014, Chatib Basri mengatakan tidak mudah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5 persen dengan situasi perekonomian global seperti sekarang. Permasalahannya, jika ingin meraih momentum emas pada 2045, pertumbuhan ekonomi harus jauh di atas 5 persen. “Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5 persen, pendapatan per kapita tetap akan rendah,” katanya pada acara yang sama.

Berdasarkan kategorisasi Bank Dunia, terdapat empat kelompok pendapatan negara-negara di dunia. Pertama, kelompok negara berpendapatan rendah dengan pendapatan per kapita per tahun sebesar 995 dolar AS, negara berpendapatan menengah-bawah di kisaran 996-3.895 dolar AS, negara berpendapatan menengah ke atas 3.896-12.055 dan negara berpendapatan tinggi atau maju di atas 12.056 dolar AS.

Daya Saing

Pada 2018, pendapatan per kapita Indonesia sudah mencapai 4.130 dolar AS dan naik kelas ke kelompok negara berpendapatan menengah-atas. Bandingkan dengan pada posisi 2017 dengan pendapatan per kapita sebesar 3.874 dolar AS per tahun. Pemerintah Jokowi menargetkan pendapatan per kapita Indonesia akan mencapai 29 ribu dolar per tahun pada 2045 atau masuk kategori negara berpendapatan tinggi.

Jika ingin menjadi salah satu negara perekonomian terbesar di dunia pada 2045, menurut Chatib, mengandalkan kebijakan fiskal dan moneter saja tidak cukup. Harus adalah langkah lain, di antaranya menggenjot tabungan masyarakat (saving), FDI, dan reformasi ekonomi, termasuk di dalamnya revisi undang-undang ketenagakerjaan.

Proses menuju golden moment itu bisa dilakukan dalam jangka panjang berupa pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas SDM. Dalam jangka pendek, dengan memperbaiki regulasi yang sifatnya top down, seperti aturan ketenagakerjaan dan kemudahan berinvestasi. “Jika semua itu sudah dilakukan, saya yakin ekonomi Indonesia akan tumbuh 7 persen,” kata Chatib.