Advertisement
Advertisement
Analisis | Ceruk Baru Mobil Listrik Cina Menyalip Dominasi Otomotif Jepang - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Ceruk Baru Mobil Listrik Cina Menyalip Dominasi Otomotif Jepang

Foto: Katadata/ Ilustrasi/ Bintan Insani
Penjualan mobil merek Cina di Indonesia semakin gencar. Meski belum mampu mengalahkan dominasi Jepang, merek Cina menemukan ceruknya sendiri yakni mobil listrik. Sementara Jepang masih setia fokus memproduksi kendaraan bahan bakar minyak dan hybrid.
Puja Pratama
25 Maret 2024, 12.07
Button AI Summarize

Dalam satu dekade terakhir, pasar mobil merek Cina terus meningkat di Indonesia. Dari hanya terjual 300-an unit pada 2014 menjadi 30 ribuan unit pada 2023. Jumlah penjualannya memang tidak sepadan dengan kendaraan produksi Jepang yang masih menguasai pasar tanah air. Namun, industri otomotif Cina menemukan ceruknya sendiri, yakni mobil listrik berbasis baterai atau Battery Electric Vehicle (BEV).

Pada 2023, Jepang menguasai 92% pasar kendaraan roda empat di Indonesia. Sementara Korea Selatan dan Cina masing-masing sebesar 3,7% dan 3,1%. Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), merek-merek Jepang masih fokus menjual kendaraan Internal Combustion engine (ICE), yakni kendaraan yang masih menggunakan bahan bakar bensin. 

Di segmen kendaraan ICE, produsen mobil Cina hanya menjual sebanyak 23.182 unit sepanjang 2023 di Indonesia. Sementara, Jepang berhasil menjual 871.061 unit. Adapun untuk kendaraan berjenis BEV, produsen Cina lebih unggul dengan penjualan 7.510 unit, sedangkan produsen Jepang hanya sebanyak 799 unit.

Jika dilihat dari merek, Toyota masih yang terbesar di Indonesia. Pada 2023 Toyota berhasil menjual 336.777 unit kendaraan, setara 30% dari total penjualan mobil nasional. Sementara, Wuling merupakan merek Cina dengan penjualan paling banyak. Di antara merek-merek Cina, Wuling menguasai 78% dari total penjualan mobil merek Cina di Indonesia. Namun, porsinya hanya 2% dari total penjualan seluruh mobil di Indonesia pada 2023.

Di Indonesia, Cina mencatatkan 44% penjualan BEV sepanjang 2023. Rival Cina di pasar BEV bukan Jepang, melainkan Korea Selatan yang juga mencatatkan 44% penjualan. 

Peningkatan pasar mobil Cina di tanah air juga terekam dari hasil survei Uzone dan Populix pada Oktober 2023. Sebanyak 37,6% dari 400 responden mengaku tertarik membeli mobil merek Cina. Sementara 49,8% responden menyatakan mungkin akan membeli, dan 12,6% mengaku tidak tertarik.

Dari mereka yang menyatakan tertarik, sebanyak 81,4% responden mengaku membeli mobil merek Cina dengan alasan value for money, sementara 17% tertarik untuk menjadikannya sebagai kendaraan cadangan. Survei ini juga menemukan bahwa Hyundai dari Korsel dan Wuling dari Cina menjadi merek mobil listrik yang paling diminati dalam survei tersebut. 

Andry Satrio Nugroho – Head of Center of Industry, Trade and Investment Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) – menjelaskan bahwa Cina saat ini bahkan sudah menjadi raja kendaraaan listrik dunia.

Namun, saat ini konsumen Indonesia masih menganggap “Jepang lebih bagus, sedangkan Korea dan Cina belum tentu”. Alhasil, penjualan kendaraan ICE merek Jepang lebih masif, meski mobil listrik Cina tengah menjamur. Menurutnya, hal tersebut menyebabkan jalan Cina untuk menyalip Jepang di Industri mobil Indonesia masih panjang.

“Padahal kalau kita lihat mobil EV Cina jauh lebih bagus, mereka sering sekali memiliki program dan pengembangannya lebih advanced dan tidak main-main ketimbang Jepang,” katanya kepada Katadata pada 20 Maret 2024.

Dalam menghadapi persaingan dengan kendaraan listrik, pabrikan Jepang cenderung fokus mengembangkan kendaraan hybrid. Menurut Andry, produsen Jepang tidak ingin beralih ke EV karena itu akan mengubah teknologi kendaraan secara besar-besaran. “Kalau langsung switch ke EV, itu sama saja bunuh diri,” ujarnya. 

Andry mengatakan, Jepang ingin mempertahankan rantai pasokan kendaraannya, termasuk penyediaan suku cadang. “Ini yang berbeda dengan Cina yang sudah fokus semua ke EV sehingga mereka tidak punya ketakutan untuk switching. Jepang masih memikirkan hal itu,” kata dia. 

Alasan Jepang Fokus Menggarap Kendaraan Hybrid 

Jepang dan Cina memang tidak bermain di kolam yang sama. Pabrikan otomotif Jepang lebih banyak menjual kendaraan ICE dan hybrid

Mordor Intelligence memetakan bahwa dua dari lima pemain utama mobil hybrid adalah produsen Jepang, yakni Toyota dan Honda. Selain produsen Jepang, ada juga nama BMW dan Mercedes asal Jerman, dan BYD asal Cina.

Honda memboyong banyak gelar di ranah mobil hybrid pada 2023. Kendaraan hybrid Honda yakni CR-V berhasil menyabet gelar America’s best-selling hybrid vehicle. Varian Accord juga keluar sebagai sedan hybrid dengan penjualan terlaris di Amerika. 

Sementara, laporan penjualan tahunan Toyota menunjukkan bahwa perusahaan mobil kenamaan ini hanya mencatatkan penjualan 104.018 kendaraan EV dengan baterai. Untuk total penjualan untuk kendaraan Hybridnya adalah 3,42 juta unit, dan Hydrogen Fuel Cell EV  (FCEV) Toyota yang baru dipasarkan 2014 menjadi yang paling sedikit terjual dengan 3.924 unit saja pada 2023.

Kondisi ini semakin menunjukkan bahwa Jepang memang lebih fokus menggarap ceruk pasar mobil berjenis Hybrid dan ICE. Selain itu dokumen pemasaran menunjukkan setidaknya ada tiga alasan Toyota belum begitu masif menjual dan memproduksi mobil listrik berbasis baterai atau plug-in. 

Toyota mencatat membutuhkan lebih dari 300 tambang lithium, cobalt, nickel, dan grafit untuk memenuhi kebutuhan baterai di 2035. Kemudian persoalan infrastruktur pengisian daya yang belum ideal dan berbiaya mahal.

Alasan ketiga adalah karena infrastruktur pengisian daya belum memadai, artinya konsumen perlu memasang pengisi daya pribadi di rumah. Dalam perkiraan Toyota, konsumen akan merogoh kocek tambahan sekitar US$1.300. Padahal harga transaksi rata-rata PEV ditaksir mencapai US$48.000 dan BEV mencapai US$58.000 per tahun.

Selain ketiga alasan tersebut, Toyota memiliki perhitungan rasio produksi kendaraan 1:6:90. Menurut Toyota, dengan jumlah bahan baku yang terbatas, bahan baku produksi untuk satu BEV bisa digunakan untuk membuat enam kendaraan PEV, atau bahkan 90 kendaraan hybrid.

Seperti yang ditulis di laman resminya, Toyota tak memungkiri bahwa BEV dan FCEV adalah masa depan untuk mengurangi emisi. Akan tetapi, mereka menilai teknologi ini tak bisa diadopsi dalam waktu cepat.

Toyota menjelaskan bahwa dengan terbatasnya infrastruktur charging port serta masa transisi kendaraan elektrik, kendaraan hybrid dan PEV yang menggunakan bahan bakar rendah karbon merupakan bagian penting dalam strategi produk Toyota untuk turut mengurangi emisi.

Bagaimana Cina Masif Memproduksi EV?

Cina melalui BYD sudah menyalip dominasi pasar global EV dari Tesla. Menurut data EV Volumes, tiga dari lima pemain besar mobil listrik adalah perusahaan otomotif asal Cina, yakni BYD, SAIC, dan Geely-Volvo. BYD dengan total penjualan mobil listrik PHEV dan BEV 2023 mencapai 4,58 juta unit berhasil melampaui Tesla yang hanya menjual 3,61 juta unit pada 2023. 

 

Shanghai Automotive Industry Corporation (SAIC) yang merupakan pemilik perusahaan MG Motor, menempati urutan keempat berkat penjualan 1,53 juta unit mobil listrik pada 2023. Sementara, urutan kelima diduduki oleh Geely-Volvo dengan total penjualan mencapai 1,51 juta unit. 

Yuqian Ding, yang merupakan Kepala Riset Otomotif Tiongkok, dalam “Turning point: All aboard China’s EV juggernaut” pernah memetakan secara garis besar mengapa Cina mendominasi pasar mobil listrik global. 

Menurutnya, skala pasar Cina yang besar membantu perkembangan produksi kendaraan listrik. Kondisi ini cenderung memberikan ruang eksplorasi bagi produsen untuk pengembangan yang intensif.

Kemudian, dukungan pemerintah terhadap produsen kendaraan listrik. Pemerintah Cina pernah memberikan subsidi bagi produsen kendaraan listrik untuk angkutan umum, taksi, dan pasar konsumen sejak tahun 2009. 

Shiqi Yu, dkk (2017) dalam “A Study of China’s Explosive Growth in the Plug-in Electric Vehicle Market” menyebutkan bahwa pada 2009-2012, pemerintah Cina juga menerapkan kebijakan Ten Cities - Thousand Vehicle. Program ini bertujuan untuk mengembangkan 10 kota percontohan setiap tahun untuk mempromosikan 1.000 EV selama tiga tahun. Kebijakan itu dilanjutkan dengan pemberian subsidi pembelian kepada konsumen sejak 2013 hingga 2015.

Xusheng Yao, dkk (2022) dalam “When are new energy vehicle incentives effective? Empirical evidence from 88 pilot cities in China” menjelaskan bahwa rentetan kebijakan terkait mampu membawa Cina menyumbang sekitar 50% penjualan global atas EV sejak 2015.

Publikasi Rocky Mountain Institute (RMI) pada September 2023 bahkan memprediksikan bahwa di 2030, sebesar 86% penjualan mobil global adalah jenis electric cars. Cina diprediksi akan menguasai setidaknya 90% pangsa pasar mobil listrik. Sementara kendaraan Internal Combustion Engine (ICE) akan segera berakhir, sesuai judul publikasinya “The end of the ICE age”.

Editor: Aria W. Yudhistira


Button AI Summarize