Advertisement
Advertisement
Analisis | Mengapa Banyak Caleg Asal Jakarta Mencalonkan Diri di Luar Domisilinya? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Mengapa Banyak Caleg Asal Jakarta Mencalonkan Diri di Luar Domisilinya?

Foto: Katadata/ Bintan Insani
Data KPU mencatat sekitar 20% calon legislatif (caleg) asal Jakarta yang bertarung di daerah pemilihan (dapil) di luar domisilinya pada Pemilu 2024. Masih tergantung pada figur dan kurang kaderisasi menyebabkan partai mengandalkan caleg dari Jakarta.
Reza Pahlevi
25 April 2024, 14.37
Button AI Summarize

Pemilu 2024 adalah kali keempat Meutya Hafid berjibaku sebagai calon legislatif (caleg) DPR. Di empat pemilu, mantan pembawa berita Metro TV tersebut maju di daerah pemilihan (dapil) Sumatera Utara I. Dapil ini meliputi Kota Medan, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Serdang Bedagai.

Kendati mewakili dapil di tanah Batak, Meutya tidak memiliki relasi kultural dengan Sumatera Utara. Politisi Golkar ini lahir di Bandung, tumbuh besar di Jakarta hingga SMP, melanjutkan SMA di Singapura, dan berkuliah di University of New South Wales Australia. Saat ini, Meutya berdomisili di Jakarta bersama suami dan anaknya. 

Meski bukan penduduk di dapilnya, Meutya berhasil melenggang ke Senayan pada tiga kali pemilihan. Pada Pemilu 2024, dia diprediksi kembali duduk sebagai wakil rakyat setelah memperoleh 147.004 suara. Sekaligus menjadi satu-satunya perempuan dari dapil Sumatera Utara I.

“Memang masalah domisili (yang tidak sesuai dapil) itu yang banyak dipakai oleh lawan untuk menyerang saya,” kata Ketua Komisi I DPR RI 2019-2024 ini ketika ditemui di salah satu kedai kopi di kawasan Cikajang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada 19 Februari 2024 lalu.

Asandra Salsabila, caleg dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memiliki pengalaman serupa. Perempuan berusia 25 tahun ini tumbuh besar dan bersekolah di Jakarta, lalu melanjutkan kuliah di Singapura. Saat ini, dia berdomisili di Jakarta Selatan sesuai KTP-nya. Seperti Meutya, Asandra maju di luar domisilinya yaitu di dapil Jawa Timur V yang meliputi Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu.

Berbeda dengan Meutya, Asandra masih memiliki hubungan dengan dapilnya. Kakeknya berasal dari Malang dan ayahnya membuka sebuah sekolah dasar di kota apel tersebut. Lantaran jarak domisili dan dapil yang jauh, Asandra terpaksa mengundurkan diri dari pekerjaannya di Jakarta. Keputusan ini diambilnya agar memiliki waktu lebih banyak untuk mengenal konstituennya.

“Lima hari di Malang, dua hari di Jakarta. Tur ke setiap kecamatan,” katanya saat diwawancara virtual pada Januari 2024 lalu.

Partai yang Menentukan Dapil

Meutya dan Asandra mengakui partai yang menentukan dapil. Saat pertama kali menjajal sebagai calon legislator pada 2009, dapil Meutya diatur oleh Ketua Badan Pemenangan Pemilu Golkar saat itu Burhanuddin Napitupulu (alm). Burhanuddin maju di dapil yang sama dengan nomor urut satu, Meutya di nomor 2.

“Saya tidak bisa memilih dapil, partai punya pemikirannya sendiri,” kata ujar Meutya.

Dia gagal terpilih pada Pemilu 2009. Burhanuddin memperoleh suara terbanyak, Meutya kedua. Namun, dia menjadi anggota DPR pengganti antar waktu (PAW) ketika Burhanuddin wafat pada 2010.

Tiga periode menjadi anggota DPR, Meutya tetap tidak bisa memilih dapil. Menurutnya, keputusan partai untuk memaksimalkan kemenangan di pemilu. “Ketika kita ditunjuk di situ (dapil), ya kita komit,” katanya.

Sementara Asandra mengatakan, dia menjadi caleg PPP untuk dapil Malang saat Sintawati, ibunda Asandra, menyorongkannya ke DPP PPP. Sintawati adalah kader PPP yang mencalonkan diri di DKI Jakarta. Ketika itu, PPP sedang mencari sosok yang dapat menjadi caleg di Malang Raya. 

Meski memiliki kedekatan kultural dengan Malang Raya dan memperoleh posisi di nomor urut satu, Asandra mengakui jika peluangnya tipis menang di dapil Jawa Timur V. Pasalnya, belum pernah ada caleg PPP yang terpilih di dapil ini sejak 2004.

“PPP selama 20 tahun nggak pernah ada yang jadi anggota DPR dari Malang Raya saking kita nggak ada basis suaranya,” kata Asandra. Di Pemilu 2024, dia gagal melaju ke Senayan. Meski berhasil mengoleksi 63.190 suara, dia tidak memperoleh tiket lantaran PPP gagal menembus ambang batas 4% suara. 

Meutya dan Asandra adalah dua dari ratusan caleg asal Jakarta yang mencalonkan diri di luar domisilinya. Meski mengalami penurunan, proporsinya di atas 20% dari total caleg seluruh Indonesia sejak 2014.

Tingginya jumlah caleg asal Jakarta ini membuat proporsi DPR dipenuhi legislator yang juga warga Jakarta. Pada 2014, terdapat 246 legislator asal Jakarta atau 43,9% dari 560 anggota DPR. Jumlah ini termasuk 21 orang yang bertarung di dapil Jakarta. Pada 2019, jumlahnya turun menjadi total 209 orang atau 36% dari 575 anggota DPR.

Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan, fenomena caleg Jakarta di luar Jakarta disebabkan sumber daya ekonomi yang terpusat di Jakarta dan sekitarnya. Ini membuat partai lebih memilih jalan instan untuk memaksimalkan kemenangan partai secara nasional.

“Mereka punya sumber daya untuk memobilisasi orang untuk memilih. Sehingga dikasih saja posisi caleg ke pengusaha, orang-orang populer, artis,” kata Aditya kepada Katadata pada Selasa, 16 April 2024.

Golkar adalah salah satu partai yang paling banyak mengirim caleg asal Jakarta ke berbagai dapil. Meutya merupakan salah satu dari 183 caleg yang dikirim ke luar Jakarta. Golkar hanya kalah dari Perindo. Partai milik bos MNC Hary Tanoesoedibjo ini mengirim 211 caleg Jakarta ke luar Jakarta.

Sekretaris Jenderal Perindo Ahmad Rofiq mengatakan, keputusan mengirim caleg ke luar Jakarta turut mempertimbangkan basis suara masing-masing caleg. Meskipun, kebanyakan dari mereka tidak berdomisili di dapil-dapil tersebut.

“Bagian dari strategi partai, juga mempertimbangkan kemampuan dapil (untuk menarik suara),” katanya kepada Katadata.co.id pada Februari 2024 lalu.

Perindo, seperti kebanyakan partai di Indonesia, mengutamakan figur ketimbang kader. Ini membuat Hary Tanoesoedibjo sebagai ketua umum dominan dalam pengelolaan partai. Posisi pentingnya terlihat dari nama-nama anggota keluarganya sebagai caleg Perindo.

Keluarga Tanoesoedibjo tersebar di banyak daerah luar Jakarta. Hary Tanoesoedibjo caleg di dapil Banten III. Anak sulungnya, Angela Tanoesoedibjo, maju di dapil Jawa Timur I. Anak ketiganya, Jessica di dapil Nusa Tenggara Timur II. Anak keempat Clarissa di Jawa Barat I dan putra bungsu Warren di Jawa Tengah I.

Masyarakat Tak Permasalahkan Asal Domisili Caleg

Keputusan partai yang tidak begitu mempertimbangkan domisili dalam pencalegan selaras dengan pandangan masyarakat. Survei Katadata Insight Center (KIC) menemukan, publik tidak mempertimbangkan asal domisili sebagai preferensi caleg yang akan dipilih.

Survei dilakukan terhadap 1.752 responden berusia 17 tahun atau sudah menikah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Survei dilakukan secara daring dengan non-probability sampling pada 2 Februari – 8 Maret 2024.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira


Button AI Summarize