Pemilu 2024 adalah kali keempat Meutya Hafid berjibaku sebagai calon legislatif (caleg) DPR. Di empat pemilu, mantan pembawa berita Metro TV tersebut maju di daerah pemilihan (dapil) Sumatera Utara I. Dapil ini meliputi Kota Medan, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Serdang Bedagai.
Kendati mewakili dapil di tanah Batak, Meutya tidak memiliki relasi kultural dengan Sumatera Utara. Politisi Golkar ini lahir di Bandung, tumbuh besar di Jakarta hingga SMP, melanjutkan SMA di Singapura, dan berkuliah di University of New South Wales Australia. Saat ini, Meutya berdomisili di Jakarta bersama suami dan anaknya.
Meski bukan penduduk di dapilnya, Meutya berhasil melenggang ke Senayan pada tiga kali pemilihan. Pada Pemilu 2024, dia diprediksi kembali duduk sebagai wakil rakyat setelah memperoleh 147.004 suara. Sekaligus menjadi satu-satunya perempuan dari dapil Sumatera Utara I.
“Memang masalah domisili (yang tidak sesuai dapil) itu yang banyak dipakai oleh lawan untuk menyerang saya,” kata Ketua Komisi I DPR RI 2019-2024 ini ketika ditemui di salah satu kedai kopi di kawasan Cikajang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada 19 Februari 2024 lalu.
Asandra Salsabila, caleg dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memiliki pengalaman serupa. Perempuan berusia 25 tahun ini tumbuh besar dan bersekolah di Jakarta, lalu melanjutkan kuliah di Singapura. Saat ini, dia berdomisili di Jakarta Selatan sesuai KTP-nya. Seperti Meutya, Asandra maju di luar domisilinya yaitu di dapil Jawa Timur V yang meliputi Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu.
Berbeda dengan Meutya, Asandra masih memiliki hubungan dengan dapilnya. Kakeknya berasal dari Malang dan ayahnya membuka sebuah sekolah dasar di kota apel tersebut. Lantaran jarak domisili dan dapil yang jauh, Asandra terpaksa mengundurkan diri dari pekerjaannya di Jakarta. Keputusan ini diambilnya agar memiliki waktu lebih banyak untuk mengenal konstituennya.
“Lima hari di Malang, dua hari di Jakarta. Tur ke setiap kecamatan,” katanya saat diwawancara virtual pada Januari 2024 lalu.
Partai yang Menentukan Dapil
Meutya dan Asandra mengakui partai yang menentukan dapil. Saat pertama kali menjajal sebagai calon legislator pada 2009, dapil Meutya diatur oleh Ketua Badan Pemenangan Pemilu Golkar saat itu Burhanuddin Napitupulu (alm). Burhanuddin maju di dapil yang sama dengan nomor urut satu, Meutya di nomor 2.
“Saya tidak bisa memilih dapil, partai punya pemikirannya sendiri,” kata ujar Meutya.
Dia gagal terpilih pada Pemilu 2009. Burhanuddin memperoleh suara terbanyak, Meutya kedua. Namun, dia menjadi anggota DPR pengganti antar waktu (PAW) ketika Burhanuddin wafat pada 2010.
Tiga periode menjadi anggota DPR, Meutya tetap tidak bisa memilih dapil. Menurutnya, keputusan partai untuk memaksimalkan kemenangan di pemilu. “Ketika kita ditunjuk di situ (dapil), ya kita komit,” katanya.
Sementara Asandra mengatakan, dia menjadi caleg PPP untuk dapil Malang saat Sintawati, ibunda Asandra, menyorongkannya ke DPP PPP. Sintawati adalah kader PPP yang mencalonkan diri di DKI Jakarta. Ketika itu, PPP sedang mencari sosok yang dapat menjadi caleg di Malang Raya.
Meski memiliki kedekatan kultural dengan Malang Raya dan memperoleh posisi di nomor urut satu, Asandra mengakui jika peluangnya tipis menang di dapil Jawa Timur V. Pasalnya, belum pernah ada caleg PPP yang terpilih di dapil ini sejak 2004.
“PPP selama 20 tahun nggak pernah ada yang jadi anggota DPR dari Malang Raya saking kita nggak ada basis suaranya,” kata Asandra. Di Pemilu 2024, dia gagal melaju ke Senayan. Meski berhasil mengoleksi 63.190 suara, dia tidak memperoleh tiket lantaran PPP gagal menembus ambang batas 4% suara.
Meutya dan Asandra adalah dua dari ratusan caleg asal Jakarta yang mencalonkan diri di luar domisilinya. Meski mengalami penurunan, proporsinya di atas 20% dari total caleg seluruh Indonesia sejak 2014.
Tingginya jumlah caleg asal Jakarta ini membuat proporsi DPR dipenuhi legislator yang juga warga Jakarta. Pada 2014, terdapat 246 legislator asal Jakarta atau 43,9% dari 560 anggota DPR. Jumlah ini termasuk 21 orang yang bertarung di dapil Jakarta. Pada 2019, jumlahnya turun menjadi total 209 orang atau 36% dari 575 anggota DPR.
Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan, fenomena caleg Jakarta di luar Jakarta disebabkan sumber daya ekonomi yang terpusat di Jakarta dan sekitarnya. Ini membuat partai lebih memilih jalan instan untuk memaksimalkan kemenangan partai secara nasional.
“Mereka punya sumber daya untuk memobilisasi orang untuk memilih. Sehingga dikasih saja posisi caleg ke pengusaha, orang-orang populer, artis,” kata Aditya kepada Katadata pada Selasa, 16 April 2024.
Golkar adalah salah satu partai yang paling banyak mengirim caleg asal Jakarta ke berbagai dapil. Meutya merupakan salah satu dari 183 caleg yang dikirim ke luar Jakarta. Golkar hanya kalah dari Perindo. Partai milik bos MNC Hary Tanoesoedibjo ini mengirim 211 caleg Jakarta ke luar Jakarta.
Sekretaris Jenderal Perindo Ahmad Rofiq mengatakan, keputusan mengirim caleg ke luar Jakarta turut mempertimbangkan basis suara masing-masing caleg. Meskipun, kebanyakan dari mereka tidak berdomisili di dapil-dapil tersebut.
“Bagian dari strategi partai, juga mempertimbangkan kemampuan dapil (untuk menarik suara),” katanya kepada Katadata.co.id pada Februari 2024 lalu.
Perindo, seperti kebanyakan partai di Indonesia, mengutamakan figur ketimbang kader. Ini membuat Hary Tanoesoedibjo sebagai ketua umum dominan dalam pengelolaan partai. Posisi pentingnya terlihat dari nama-nama anggota keluarganya sebagai caleg Perindo.
Keluarga Tanoesoedibjo tersebar di banyak daerah luar Jakarta. Hary Tanoesoedibjo caleg di dapil Banten III. Anak sulungnya, Angela Tanoesoedibjo, maju di dapil Jawa Timur I. Anak ketiganya, Jessica di dapil Nusa Tenggara Timur II. Anak keempat Clarissa di Jawa Barat I dan putra bungsu Warren di Jawa Tengah I.
Masyarakat Tak Permasalahkan Asal Domisili Caleg
Keputusan partai yang tidak begitu mempertimbangkan domisili dalam pencalegan selaras dengan pandangan masyarakat. Survei Katadata Insight Center (KIC) menemukan, publik tidak mempertimbangkan asal domisili sebagai preferensi caleg yang akan dipilih.
Survei dilakukan terhadap 1.752 responden berusia 17 tahun atau sudah menikah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Survei dilakukan secara daring dengan non-probability sampling pada 2 Februari – 8 Maret 2024.
Manajer Survei KIC, Satria Triputra mengatakan mayoritas responden lebih memperhatikan kinerja, rekam jejak, visi-misi, dan program caleg ketika harus memilih. “Pemilih lebih condong pada aspek-aspek yang bersifat substansial pada tugas-tugas seorang anggota DPR RI,” kata Satria pada Maret 2024.
Hasil survei menunjukkan sebanyak 84,6% responden melihat rekam jejak, kemudian 82,8% visi-misi dan program, dan 64,3% karakter personalnya. Agama menjadi faktor yang lebih penting sebesar 46,5% ketimbang domisili yang hanya 15%.
Masyarakat juga tidak menganggap domisili caleg sebagai sesuatu yang merepresentasikan mereka. Survei menunjukkan, caleg dianggap menjadi representasi ketika mampu menyuarakan aspirasi masyarakat di satu daerah. Sebanyak 89% responden mengatakan hal ini.
Sentimen ini juga berlaku untuk anggota DPR yang sudah menjabat. Lebih dari setengah responden (51,2%) mengetahui fakta bahwa banyak anggota DPR yang berdomisili di Jakarta. Namun, kebanyakan tetap merasa terwakili oleh anggota DPR yang terpilih di dapilnya. Ada 49,4% yang merasa terwakili dan 12% merasa sangat terwakili anggota DPR yang mewakili dapilnya.
Satria mengatakan, mayoritas pemilih sebenarnya memiliki pandangan ideal mengenai caleg DPR. Apakah harus berasal dari dapil yang akan diwakili? Lalu apakah akan memilih caleg yang berdomisili di daerah pemilihan? Ini terlihat dari 76,4% responden yang menjawab “ya” untuk pertanyaan apakah caleg DPR seharusnya berdomisili di dapil tempat dia mencalonkan diri.
“Namun, yang perlu menjadi catatan adalah, kondisi tersebut terjadi ketika domisili menjadi faktor satu-satunya dan mengabaikan faktor lainnya,” kata Satria.
Dia melanjutkan, faktor domisili hanya menentukan ketika faktor-faktor lain dalam satu caleg dinilai seimbang oleh pemilih. Akan tetapi, ketika faktor rekam jejak, visi misi, karakter personal, kompetensi dan agama lebih unggul di salah satu caleg, maka caleg tersebut yang akan dipilih.
Partai Buruh, salah satu partai baru yang bersaing dalam Pemilu 2024, tidak menganggap caleg perlu berdomisili sesuai dapilnya. Pengolahan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan 71,2% caleg yang maju dari Partai Buruh berdomisili di luar dapil tempat mereka mencalonkan diri.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, ini karena kebanyakan anggotanya berstatus buruh outsourcing yang tidak berdomisili asli di dapil tempat mereka maju. Ini terutama ditemukan di daerah basis industri seperti Jawa Barat, Banten, dan Kepulauan Riau.
“Kami juga harus akui daerah yang tidak ada basis buruh, memang caleg-calegnya agak kesulitan. Misalnya di daerah Papua, kan memang serikat buruhnya sedikit,” kata Said kepada Katadata.co.id pada Sabtu, 6 April 2024.
Kaderisasi Memperkuat Representasi Daerah
Meskipun domisili bukan faktor penting bagi masyarakat dalam memilih, ini tidak berarti semua partai mengabaikannya dalam proses pencalegan. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah partai yang masih mempertimbangkan domisili asli caleg. Walaupun itu bukan satu-satunya faktor.
Berdasarkan data KPU, PKS hanya mengirim 54 caleg domisili Jakarta ke luar Jakarta. Ini jumlah terkecil di antara partai-partai yang mendapat kursi DPR di Pemilu 2024.
Tidak hanya itu, PKS juga memiliki caleg paling banyak yang domisilinya sesuai dengan provinsi dapil tempat mereka maju. Ada total 359 caleg PKS yang memiliki domisili sesuai dengan dapil tempatnya maju. NasDem berada di peringkat kedua dengan 328 caleg yang dapilnya sesuai dengan domisilinya.
Ketua Bidang Hubungan Masyarakat PKS Ahmad Mabruri Mei Akbari menjelaskan, proses penetapan caleg di PKS dimulai dari seleksi di unit terkecil partai, yaitu unit pembinaan anggota (UPA). Selanjutnya, dewan pengurus ranting (setingkat desa/kelurahan) menyaring nama-nama untuk direkomendasikan ke dewan pengurus cabang (setingkat kecamatan). Penyaringan ini dilakukan bertahap hingga ke dewan pengurus pusat (DPP).
“Proses ini membuat kami menyaring kader-kader yang memang sudah dibina partai, tidak semata-mata menjaring orang dari luar partai,” kata Mabruri saat ditemui Katadata.co.id di DPP PKS di Jakarta pada 22 April 2024.
Dia mengatakan, proses yang dimulai dari tingkat desa/kelurahan itu juga yang membuat persebaran caleg PKS lebih merata dan tidak didominasi caleg Jakarta. PKS percaya jika representasi masyarakat dapat dilakukan jika anggota legislatifnya dekat dengan dapil serta masalah-masalahnya.
Peneliti Center of Southeast Asian Studies Northern Illinois University, Kikue Hamayotsu dalam “The rise and fall of religious parties in Indonesia's electoral democracy” (2012) menyebut PKS memiliki peraturan yang mengikat, promosi kader berbasis merit, profesional, dan disiplin.
Berdasarkan AD/ART PKS, keanggotaan partai memiliki tujuh tingkatan mulai dari pemula, siaga, muda, pratama, madya, dewasa, dan utama. Anggota baru dapat langsung maju sebagai caleg, tetapi kepemimpinan struktural partai hanya terbatas untuk anggota madya ke atas. Kepemimpinan dalam struktur partai juga dilakukan bertahap mulai dari tingkat ranting.
Kikue juga menyoroti proses regenerasi yang berjalan di hampir seluruh tingkat partai, kecuali untuk beberapa nama di tingkat tertinggi partai. Ini terlihat dari presiden PKS yang diganti tiap lima tahun sekali. Ini membedakan PKS dengan partai yang mengandalkan figur seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan sosok Megawati Soekarnoputri dan Demokrat melalui sosok Susilo Bambang Yudhoyono.
Meski begitu, sistem ini tidak sepenuhnya sempurna. PKS masih memasukkan purnawirawan TNI-Polri dalam strukturnya tanpa kaderisasi bertahap. Pada 2024, ada 41 purnawirawan TNI-Polri tergabung dalam dewan pakar.
“Kami tidak menutup pintu untuk siapa saja yang ingin bergabung ke partai. Anggota baru juga tidak langsung mendapat posisi di struktur utama partai,” kata Mabruri.
Terlepas dari hal itu, tidak banyak partai yang memiliki sistem kaderisasi terstruktur seperti PKS. Kikue mengatakan, PKS meminta kadernya untuk membangun hubungan rutin dengan masyarakat setiap saat, tidak hanya saat pemilu.
“Tanpa jaringan kader yang juga berkontribusi di masyarakat, PKS tidak mungkin mendapatkan keunggulan politik seperti saat ini,” kata Kikue.
================
Ini adalah bagian kedua liputan khusus Katadata yang didukung Aliansi Jurnalis Independen (AJI) membahas dominasi caleg dan anggota DPR asal Jakarta di luar daerah pemilihan Jakarta.
Editor: Aria W. Yudhistira