Advertisement
Advertisement
Analisis | Posisi Kesiapan Indonesia di Dunia Hadapi Ledakan Covid-19 Halaman 2 - Analisis Data Katadata

Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat jumlah ventilator rumah sakit yang ada di Indonesia saat ini hanya 8.413 unit. Sangat jauh dari total kebutuhan yang mencapai 29.876 unit.

Tingginya kebutuhan ventilator membuat Wakil Menteri BUMN Budi G. Sadikin memohon bantuan Elon Musk, pemilik Tesla, menyediakan alat bantu pernafasan ini.

Twitter Elonmusk
Twitter Elonmusk (twitter)

Lalu bagaimana dengan tenaga kesehatan? Andre Rahadian, Koordinator Relawan Gugus Tugas Covid-19, mengatakan Indonesia membutuhkan tambahan 1.500 dokter dan 2.500 perawat dalam menghadapi pandemi. Pada 2018, total ada 93.628 dokter di Indonesia. Dari jumlah itu 56.084 adalah dokter umum dan 37.544 dokter spesialis.

Jika jumlah penduduk Indonesia sebanyak 265 juta jiwa, maka rasionya sebesar 0,4 per 1.000 populasi. Hal ini menunjukkan, hanya terdapat empat dokter untuk melayani 10 ribu penduduk. Rasio ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Korea Selatan, Tiongkok, dan Malaysia yang memiliki dua dokter untuk menangani 1.000 penduduknya. Tak hanya dokter, ketersediaan perawat dan bidan juga rendah yakni hanya dua orang untuk melayani 1.000 penduduk.

Persoalan lain yang menghambat pelayanan Covid-19 adalah minimnya alat perlindungan diri (APD) bagi tenaga kesehatan. Korban dari tenaga medis telah banyak berjatuhan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengimbau tenaga medis tidak turun langsung merawat pasien Covid-19 jika tidak dibekali APD.

Sebelumnya untuk memenuhi ketersediaan APD, tenaga medis—terutama di daerah—berinisiatif membuat APD secara mandiri. Seperti masker dari kain dilengkapi tali, mantel hujan dari plastik, sepatu boots, dan pelindung wajah dari karet tebal. Tentunya APD buatan sendiri ini tidak sesuai standar sehingga tenaga medis rentan tertular Covid-19.

Potensi Ledakan Jumlah Pasien Covid-19

Foto: ANTARA FOTO/REUTERS/Kai Pfaffenbach/pras/dj

Setelah selama ini dinilai tertutup, kini pemerintah mulai membuka data. Selasa (14/4) lalu, Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto mengungkap data Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang ternyata sangat tinggi. Total ODP mencapai 139.137 orang dan PDP sebanyak 10.482 orang.

Dari jumlah tersebut pemerintah baru mampu memeriksa 21% di antaranya atau sebanyak 31.628 orang. Sementara, dari orang-orang yang diperiksa ini pemerintah mencatat orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 4.839 orang. Artinya, 15,3% ODP dan PDP yang diperiksa, hasilnya positif Covid-19.

Mengacu kondisi ini, jika 149.619 orang total ODP dan PDP diperiksa, ada kemungkinan  hasilnya 22.443 orang yang positif. Dengan jumlah ini tentu saja Indonesia akan kewalahan. Tenaga, alat, dan pelayanan kesehatan yang ada saat ini tidak akan mencukupi.

Rendahnya kapasitas fasilitas dan tenaga kesehatan di tanah air menyebabkan kekhawatiran terhadap kemampuan penanganan Covid-19. Terutama jika jumlah kasus mengalami ledakan seperti yang diprediksi banyak pihak. Meski memiliki fasilitas dan tenaga kesehatan yang lebih baik dari daerah lain, tapi Jakarta pun mengalami keterbatasan ketika terjadi peningkatan kasus.

Jika penyebaran kasus melonjak, Indonesia dikhawatirkan akan mengalami kondisi seperti yang terjadi AS, Italia, dan negara lainnya. Meski memiliki sistem kesehatan yang baik, tetap saja tidak optimal dalam menangani pasien. Hal ini akibat kasus yang terinfeksi melebihi kapasitas alat dan tenaga kesehatan yang tersedia.

Pemerintah telah menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan mewajibkan penggunaan masker di tempat-tempat umum. Namun itu perlu diimbangi dengan intervensi yang lebih signifikan untuk menahan laju penyebaran Covid-19. Mulai dari deteksi dini melalui pemeriksaan massal, penelusuran kontak, serta membatasi mobilitas penduduk. Selain itu yang juga penting adalah transparansi data dan informasi agar masyarakat mengetahui persoalan sehingga senantiasa dapat waspada.

***