Tekan Emisi Gas Rumah Kaca Lewat Energi Terbarukan
Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen pada 2030 (atau 41 persen dengan dukungan internasional). Berdasar data Kementerian ESDM, sektor energi akan menjadi penyumbang emisi GRK terbesar di Indonesia pada 2030, mencapai 58 persen.
Energi terbarukan menjadi solusi tepat guna yang berpeluang untuk dieksplorasi lebih jauh di Indonesia. Dengan bentang alam yang luas, terdapat potensi mencapai 442 GW untuk pemanfaatan energi terbarukan sebagai pembangkit.
Sayangnya sejauh ini kebijakan-kebijakan yang ada masih berpihak pada penggunaan PLTU yang tentu tidak ramah lingkungan. Sejauh ini emisi yang dihasilkan PLTU yang beroperasi mencapai 168 juta ton/tahun --angka ini setara dengan emisi 80 juta unit mobil/tahun. Belum lagi rencana pembangungan PLTU tambahan sampai 2028 mencapai 28 GW, berpotensi menyebabkan emisi sampai 162 juta ton/tahun atau setara dengan emisi 77 juta unit mobil/tahun.
Beberapa 'solusi semu' juga sempat ditawarkan antara lain pemanfaatan Co-firing PLTU, yaitu pemanfaatan cangkang sawit dan sampah sebagai bahan bakar di PLTU batu bara. Hal itu jelas tidak ideal. Sampah subtitusi yang digunakan tidak lebih dari lima persen. Sementara, penggunaan sampah justru menurunkan efisiensi boiler, dan permasalahan sampah plastik pun tak terselesaikan. Jangan lupa juga pemanfaatan cangkang sawit berarti berpotensi membuat ekstensifikasi lahan makin luas.