Cerita Kain dan Pangan Khas Gorontalo Naik Level imbas Dukungan BI
Tak hanya sebatas menjaga stabilitas Rupiah, Bank Indonesia (BI) juga berperan sebagai motor penggerak lahirnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tangguh, inovatif, dan berdaya saing global, termasuk di Provinsi Gorontalo. Digitalisasi dan inovasi hijau jadi jurus kuncinya.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Gorontalo, Bambang Satya Permana bercerita, pihaknya telah membina 118 UMKM unggulan di provinsi tersebut. Meski jumlahnya kecil dibandingkan total sekitar 105.000–110.000 UMKM di Gorontalo, BI lebih menekankan pada kualitas dan keberlanjutan.
“Kami tidak mengejar jumlah, tapi kualitas. Kami ingin UMKM binaan benar-benar bisa naik kelas, menjadi benchmark bagi pelaku lain di Gorontalo,” ujar Bambang kepada Katadata, Kamis (6/11).
Salah satu sektor yang menjadi perhatian utama BI adalah karawo, kain sulam tradisional khas Gorontalo yang telah mengantongi sertifikat indikasi geografis. Kini, karawo tidak hanya hadir dalam bentuk busana, tetapi juga dikembangkan menjadi tas, sepatu, dan aksesori bernilai tinggi.
Selain itu, BI mendorong pengolahan bahan baku lokal seperti jagung, pisang, hingga eceng gondok agar bernilai tambah tinggi. “Kami ingin bahan lokal tidak lagi dijual mentah. Dengan inovasi, nilai ekonominya bisa berlipat,” jelas Bambang.
Karawo Hingga Produk Ramah Lingkungan
Di Gorontalo, geliat ekonomi juga terlihat dari ruang-ruang kecil tempat para perajin, ibu rumah tangga, dan wirausaha muda menenun mimpi lewat karya. Dari tepian Danau Limboto hingga pesisir Botubarani, semangat untuk maju terus tumbuh seiring dukungan Bank Indonesia.
Salah satu contohnya adalah TIAR Handycraft, usaha yang jadi bagian program Green UMKM ini digagas Isnawati Mohamad, Dosen Seni Rupa dan Desain Universitas Negeri Gorontalo.
Memulai usaha dari kerajinan eceng gondok, Isnawati kemudian mengembangkan eco-print karawo, yang memadukan pewarna alami dengan motif tradisional. Kini, omzetnya mencapai Rp50 juta–Rp100 juta per bulan dan memberdayakan lebih dari 100 perajin perempuan.
“Bantuan BI bukan sekadar modal, tapi pendampingan menyeluruh. Dari mesin jahit, IPAL, hingga pelatihan digital. Semua disesuaikan dengan kebutuhan kami,” ujar Isnawati.
Produk TIAR Handycraft telah dipamerkan di Dubai, Australia, dan ajang Karya Kreatif Indonesia (KKI). Usaha ini juga menjadi pilot project Konsep Hijau binaan BI yang menonjolkan keberlanjutan lingkungan dan pemberdayaan perempuan.
Kisah lain datang dari Risna Thamrin Hasan, pemilik Bilal Mekar Snack, produsen abon ikan dan panada tore khas Gorontalo.
Pada 2008, ia menjual 30 butir kue cucur seharga Rp500 per buah. Namun, usaha kecil itu tak selalu mulus. Ia sempat bangkrut dua kali karena tak memisahkan keuangan pribadi dan bisnis.
“Saya cuma ibu rumah tangga waktu itu. Uang tinggal Rp100 ribu, anak sakit, jadi saya bikin kue cucur dan titip di warung,” kenangnya.
Kebangkitan datang pada 2015 lewat inovasi panada tore, pastel khas Gorontalo berisi abon ikan tuna. Setahun bereksperimen, ia akhirnya menemukan resep ideal. Kini, Bilal Mekar Snack memproduksi berbagai varian abon tuna. Mulai dari rasa original, pedas, kari, hingga iloni (bumbu khas Gorontalo), serta sambal roa, tuna, dan cakalang.
Produk-produknya telah masuk ke 70 gerai Indomaret, aktif di platform e-commerce, dan dikirim ke berbagai daerah. “Omzet kami sekarang bisa sampai Rp100 juta per bulan. Saat musim haji atau Lebaran bisa lebih,” ujar Risna.
Tumbuh Bersama BI: Kurasi dan Ekspor
Risna bergabung dalam program pembinaan BI pada 2018 setelah direkomendasikan Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Gorontalo. Sejak itu, usahanya tumbuh pesat berkat dukungan peralatan, pelatihan, hingga sertifikasi halal dan BPOM.
Melalui aplikasi SIAPIK, Risna kini mencatat laporan keuangan digital yang memudahkan pengajuan proposal dan partisipasi dalam pameran nasional. “Dulu kalau ikut lomba bingung cari neraca. Sekarang tinggal print dari SIAPIK. BI bukan cuma bantu modal, tapi membangun sistem usaha kami,” jelasnya.
Keikutsertaan dalam program IKRA (Industri Kreatif Syariah) Indonesia turut meningkatkan kapasitas produksi. Kini, Bilal Mekar Snack mengolah 300–400 kilogram tuna per bulan bekerja sama dengan Unit Pengusaha Ikan (UPI).
Produk abon tunanya bahkan tampil sebagai camilan VVIP di Hotel Raffles, Dubai, dalam pameran Indonesia Food Innovation 2024. Tahun ini, Risna tengah menjajaki ekspor ke Singapura.
“Kami hampir ekspor ke Filipina sebelum pandemi. Sekarang insyaallah ke Singapura. Produk kami praktis dan cocok untuk pasar luar negeri,” ujarnya optimistis.
Transformasi Lewat QRIS
Transformasi digital menjadi elemen kunci keberhasilan UMKM binaan BI. Melalui adopsi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), pelaku usaha dapat bertransaksi lebih mudah di pameran maupun toko daring.
“Saya bahkan ingin punya QRIS di ID Card, biar kalau lupa bawa dompet tinggal scan saja,” tutur Risna sambil tertawa.
Menurut Bambang, digitalisasi, inovasi, dan kolaborasi lintas sektor adalah fondasi utama pertumbuhan ekonomi daerah. Kisah Risna dan Isnawati membuktikan bahwa UMKM Gorontalo mampu bersaing di tingkat nasional dan global bila mendapat ekosistem yang tepat.
“Pendampingan kami bersifat end-to-end. Dari manajemen, pembiayaan, produksi, sampai pemasaran digital. Tujuannya agar UMKM benar-benar mandiri,” jelasnya.
Selain mendukung UMKM, BI juga mempercepat transformasi digital di sektor pariwisata. Sistem pembayaran berbasis QRIS kini diterapkan di berbagai destinasi unggulan, termasuk Wisata Hiu Paus Botubarani.
“Sinergi BI dengan pemerintah daerah berfokus pada perluasan penggunaan QRIS, terutama di sektor pariwisata dan UMKM, agar transaksi lebih efisien, transparan, dan aman,” ujar Bambang.
Dengan QRIS, wisatawan kini bisa membayar tiket masuk, sewa perahu, hingga produk UMKM tanpa uang tunai. Selain mempermudah wisatawan, sistem ini juga meningkatkan akuntabilitas pengelola kawasan wisata.
“Digitalisasi pembayaran di sektor wisata tidak hanya mempermudah transaksi, tapi juga memperkuat ekosistem ekonomi digital daerah,” tambahnya.
Sebagai bentuk konkret, salah satu kabupaten di Gorontalo tahun ini terpilih menjadi tuan rumah QRIS Jelajah Budaya Indonesia 2025. Kegiatan ini menggabungkan UMKM, pariwisata, dan komunitas budaya dalam satu ekosistem pembayaran digital terintegrasi.
Upaya ini sejalan dengan sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah Gorontalo untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) serta Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) juga terus digalakkan guna memperluas literasi dan ekosistem digital di tingkat lokal.
Sinergi antara inovasi produk, digitalisasi pembayaran, dan kebijakan inklusif menjadi fondasi ekonomi Gorontalo. Dari karawo dan abon tuna, hingga wisata hiu paus Botubarani, seluruhnya terhubung dalam satu ekosistem digital yang memperkuat daya saing daerah.
“Kami ingin memastikan transformasi ekonomi digital juga terjadi di daerah. Dari UMKM sampai wisata, semua bisa tumbuh bersama,” harap Bambang.




Produk UMKM Unggulan 