11 Perusahaan Migas dan Tambang Terkena Sanksi Pencemaran Lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat ada belasan perusahaan minyak dan gas bumi (migas) dan tambang yang melakukan pencemaran lingkungan selama 2017-2018. Alhasil perusahaan tersebut terkena sanksi yang beragam.
Direktur Jenderal Penegakkan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani mengatakan, di sektor migas ada lima perusahaan yang terlibat kasus pencemaran. Pertama, PT Chevron Pasific Indonesia di Blok Rokan wilayah operasi kabupaten Kampar yang mengacu hasil pengawasan 18 Januari 2018. Meski sudah dikenai sanksi administrasi, Chevron belum melaksanakan kewajibannya.
Kedua, PT Pertamina EP di Lapangan Sanga-Sanga Kalimantan Timur, Tanjung, Tarakan, Bunyu, Cepu. Namun, hanya Sanga-sanga, Tarakan, Bunyu yang sudah memenuhi sanksi. Sedangkan Tanjung, dan Cepu masih proses pemberian sanksi.
Ketiga, Total E&P Indonesia/PT Pertamina Hulu Mahakam di Lapangan CPA, Senipah, CPU, SPU dan NPU Kalimantan Timur. KLHK telah melakukan pengawasan pada 24 Feruari 2017, dan saat ini perusahaan tersebut telah dikenakan surat teguran tertulis.
Keempat, ExxonMobil Indonesia di Jawa Timur, dalam hal ini KLHK telah melakukan pengawasan pada 10 November 2018 lalu. Proses saat ini dalam tahap pemberian sanksi administrasi.
Kelima, PT Pertamina Hulu Energi NSB di Aceh dan West Madura Offshore. Di kedua blok tersebut, Pertamina telah memenuhi kewajiban. "Kami melakukan pemberian sanksi ke Pertamina, termasuk ExxonMobil," kata Rasio dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR, Jakarta, Senin (21/1).
Menurut Rasio, selain lima perusahaan migas itu ada juga perusahaan migas lainnya yang juga tercatat melakukan pelanggaran seperti CNOOC dan Medco E&P Natuna yang terkena sanksi administrasi. "Kami akan lakukan pengawasan berdasarkan rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan komisi VII ," kata dia.
Sementara itu, perusahaan tambang yang melanggar aturan lingkungan ada enam. Pertama, PT PPCI di Kalimantan Timur. KLHK telah melakukan olah lokasi dan telah melakukan permintaan keterangan kepada pelapor yakni PT Inhutani, Kontraktor PT Singlurus, Pejabat Pemerintah Provinsi, serta pemanggilan dua kali direktur utama perusahaan tersebut. Sayangnya, yang hadir hanya direktur PCCI. Jadi, KLHK akan memanggil ulang direktur utama, untuk menentukan tindaklanjut penanganan kasus.
Kedua, PT Laman Mining di Kalimantan Barat, kini sudah masuk dalam tahap penyidikan P-21. Ketiga, kasus penambangan ilegal timah di Bangka Belitung. Saat ini tersangka HS telah divonis tiga tahun penjara dengan denda Rp 1,5 miliar dan perampasan barang bukti berupa dua excavator.
Keempat, PT Indominco Mandiri di Kutai Kartanegara. Ini merupakan kasus ilegal dumping fly ash dan buttom ash dari PLTU di lokasi Tambang PT Indominco Mandiri. Adapun kasus ini telah dikenai pidana dengan denda Rp 2 miliar dan tindakan tertentu berupa pemulihan lingkungan.
(Baca: Kasus Tumpahan Minyak Paling Banyak Menimpa Medco Tahun Lalu)
Kelima, PT Stanindo di Bangka, yakni kasus penambangan timah di laut dan sudah diputuskan kasusnya dengan membayar denda Rp 1, 4 miliar. Keenam, PT Selatnasik Indokuarsa di Bangka Belitung, yakni gugatan ganti kerugian lingkungan sebesar Rp 32 miliar, dan kasus ini sudah inkrah dan telah dibayar.