Anak Usaha PGN Bangun 10 SPBG Tahun Ini

Arnold Sirait
23 Maret 2016, 07:00
Perusahaan Gas Negara (PGN)
Donang Wahyu|KATADATA
Perusahaan Gas Negara (PGN)

KATADATA - Meski harga jual gas alam terkompresi atau Compressed Natural Gas (CNG) dinilai belum ekonomis, PT Gagas Energi Indonesia menyatakan tetap akan membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG). Ini untuk mendukung program konversi dari Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG).

Manager Strategic and Management Gagas Energi Indonesia Nova Muharam mengatakan tahun ini perusahaannya akan membangun 10 unit SPBG. Pembangunan SPBG ini akan tersebar di beberapa daerah di wilayah Jawa seperti Jakarta, Surabaya, Siduarjo, Probolinggo, Bogor dan Pasaruan. Penetapan wilayah tersebut karena berdekatan dengan wilayah pipa transmisi gas milikinduk usahanya, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (Baca: ESDM Mengakui Program Konversi BBM ke Gas Berjalan Lambat)

Untuk membangun 10 unit SPBG tersebut, Gagas membutuhkan dana sekitar US$ 2,5 juta sampai US$ 3 juta dengan kapasitas gas satu juta kaki kubik (mmscfd). "Itu belum termasuk biaya lahan," ujarnya di Hotel Shangri-la Jakarta, Selasa (22/3). Masalah lahan ini memang kerap membuat pembangunan SPBG molor dari target. Namun, jika lahan tersebut sudah dibebaskan, proses pembangunan SPBG bisa lebih cepat. Sementara proses konstruksi hanya memakan waktu enam bulan.

Tahun lalu, Gagas berhasil membangun lima unit SPBG di Lampung, Batam, Purwakarta, Sukabumi dan Jakarta. Rencananya SPBG ini akan beroperasi pada semester I tahun ini, karena sudah tahap konstruksinya sudah hampir selesai. Dalam peta jalan (roadmap) perusahaan, hingga 2020 Gagas akan membangun hingga 68 unit SPBG sampai 2020. Saat ini Gagas sudah memiliki 10 unit SPBG yang sebagian besar berada di wilayah pulau Jawa. (Baca: Jokowi Terbitkan Perpres Percepat Konversi BBM ke Gas)

Nova mengatakan selama ini Gagas menghadapi beberapa kendala dalam membangun SPBG. Salah satunya adalah belum semua kendaraan di Indonesia memiliki alat pengubah dari Bahan Bakar Minyak ke Gas atau converter kit. Ini disebabkan harga converter kit yang terlalu mahal. Harga satu converter kit untuk mobil jenis angkot bisa mencapai  Rp 12 juta. "Itu tipe yang paling rendah. Yang paling bagus lebih dari Rp 15 juta,” ujar kata Nova.

Meski belum semua kendaraan memiliki converter kit, Nova mengatakan penggunaan bahan bakar gas untuk transportasi masih memiliki peluang bagus ke depan. Apalagi  untuk mendukung program konversi BBM ke gas. Makanya perusahaan itu tetap terus membangun infrastruktur gas seperti SPBG di lokasi yang sudah tersedia konsumennya. Misalnya di Jakarta yang saat ini banyak kendaraan umum seperti Bajaj dan Busway menggunakan bahan bakar gas. (Baca: Tak Ekonomis, Pengusaha SPBG Minta Kenaikan Harga Jual CNG)

Selain kendala converter kit, Nova mengatakan kendala pengembangan BBG adalah harga jual yang terlalu murah. Harga Rp 3.100 per liter setara premium (lsp) dianggap sudah tidak ekonomis. Dengan harga jual yang rendah membuat perusahaan ikut melakukan subsidi untuk membayar selisih jual harga gas CNG di SPBG milik PGN.  Untuk itu dia meminta pemerintah merevisi harga jual CNG. "Harga jual Rp 4500 per lsp itu usulan dari kita (PGN) dan swasta," ujarnya.

Reporter: Anggita Rezki Amelia
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...