Tak Ekonomis, Pengusaha SPBG Minta Kenaikan Harga Jual CNG

Arnold Sirait
22 Maret 2016, 18:44
SPBG
Katadata | Arief Kamaludin

KATADATA - Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) mulai mengeluhkan murahnya harga jual gas terkompresi atau Compressed Natural Gas (CNG). Harga jual CNG saat ini dinilai tidak ekonomis akibat harga gas bumi di tingkat hulu masih terlalu mahal.  

Direktur Utama Pertagas Niaga Jugi Prajogi mengatakan jika harga gas di hulu masih US$ 4,72 per juta british thermal unit (mmbtu), akan sulit untuk mengembangkan pemakaian BBG. Harga tersebut dianggap terlalu mahal karena setelah gas diolah menjadi BBG, pengusaha hanya dibolehkan menjualnya dengan harga Rp 3.100 per liter setara premium (LSP). Ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 125 tahun 2015 tentang penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga bahan bakar gas untuk transportasi jalan. 

Penetapan harga ini membuat beban perusahaan semakin berat. Hal ini membuat perusahaan merasa kesulitan membangun SPBG baru, akibat dana yang terbatas. Padahal membangunan SPBG ini merupakan penugasan dari pemerintah. Belum lagi saat  melakukan perencanaan, Pertamina menggunakan acuan nilai tukar dolar terhadap Amerika Serikat saat 2011. (Baca: Jokowi Terbitkan Perpres Percepat Konversi BBM ke Gas)

Anak usaha PT Pertamina (Persero) ini pun mengusulkan agar pemerintah menurunkan harga gas di hulu. "Yang kami usulkan ke pemerintah apakah pemerintah bisa berkan harga di mulut sumur  yang rasional, dan apakah pemerintah bisa berikan toll fee yang rasional. Apalagi izin lahan untuk SPBG sulit," ujarnya di Jakarta, Selasa (22/3). Menurut Jugi supaya dapat ekonomis harga di mulut sumur harus turun di kisaran US$ 3 per mmbtu. Selain menurunkan harga gas di hulu, pemerintah juga harus merevisi harga jual CNG.

Senada dengan Jugi, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan CNG Indonesia (APCNGI) Robbi R. Sukardi juga menganggap pemerintah perlu mengubah harga jual CNG. Harga jual CNG seharusnya tidak terlalu jauh dari pasaran BBM pada umumnya. "Kalau BBM rata-rata Rp 7.000 per liter, bahan bakar gas paling enggak Rp 3500 per liter setara premium (lsp) maksimum," kata dia. (Baca: ESDM Mengakui Program Konversi BBM ke Gas Berjalan Lambat)

Assistant Manager CNG & Transportartion Pertamina Ryrien Marisa juga menganggap harga  Rp 3.100 per lsp sudah tidak relevan lagi saat ini. Pemerintah menetapkan harga jual tersebut pada 2011, ketika nilai tukar rupiah sekitar Rp 9.000 per dolar Amerika Serikat. Sedangkan saat ini, kursnya mencapai Rp 13.000 per dolar. Oleh karena itu, harga tersebut harus segera direvisi dengan acuan harga yang baru.

Selain itu, dia juga meminta keringanan bea masuk impor. Pemerintah seharusnya membebaskan bea masuk untuk komponen SPBG. Mengingat semua komponen keperluan SPBG harus impor. Dari segi konsumen, pemerintah juga harus mengurangi pajak kendaraan yang memakai gas. Bisa juga dengan membagikan alat pengubah penggunaan BBM ke gas atau conventer kit secara gratis. Dengan begitu akan mendorong penggunaan BBG.

Tahun ini melalui kas perusahaan, Pertamina akan membangun tiga SPBG di Jakarta. Dengan begitu, Pertamina akan memiliki total sembilan SPBG dan tujuh fasilitas Mobile Refueling Unit (MRU). MRU adalah suatu unit pengisian bahan bakar gas berupa Compressed Natural Gas (CNG) yang dapat berpindah tempat dari satu lokasi ke lokasi lain. Mengingat pada tahun lalu, Pertamina juga  sudah membangun tiga SPBG. (Baca: Pengoperasian 18 SPBG Baru pada Kuartal I-2016 Tertunda)

Selain dari kas perusahaan, sejak tahun lalu Pertamina juga mendapat penugasan dari pemerintah untuk membangun 18 unit SPBG. Ryrien Marisa memperkirakan setengah dari 18 SPBG, lahannya sudah siap lelang di pertengahan tahun ini.

Reporter: Anggita Rezki Amelia
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...