Ukraina Urung Gabung NATO, Perang dengan Rusia akan Berakhir?
Perang antara Rusia dan Ukraina berpeluang berakhir setelah kedua negara sepakat gencatan senjata untuk sementara waktu. Kesepatan ini dicapai setelah Ukraina tak lagi berniat menjadi anggota NATO.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengumumkan negaranya tidak lagi mendesak menjadi anggota NATO. Alasan Rusia menyerang Ukraina karena khawatir negara tetangga bergabung dengan kelompok pertahanan pro-Barat.
Zelensky juga mengatakan terbuka untuk "berkompromi" pada status dua wilayah pro-Rusia, yaitu Donetsk and Luhansk, yang telah mengklaim memisahkan diri dari Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan kedua wilayah di sebelah timur Ukraina tersebut sebagai negara independen, sebelum melancarkan invasi pada 24 Februari.
"Saya telah menenangkan diri mengenai pertanyaan ini sejak lama, setelah kami memahami bahwa ... NATO tidak siap untuk menerima Ukraina," kata Zelensky dalam sebuah wawancara yang disiarkan Senin malam di ABC News, seperti dikutip dari France24.
Menurut Zelensky, aliansi takut untuk menghadapi kontroversi, termasuk melakukan konfrontasi dengan Rusia.
Sebelumnya, Rusia telah mengumumkan gencatan senjata untuk sementara waktu, yang berlangsung mulai pukul 10.00 waktu Moscow (14.00 WIB) pada Rabu (9/3).
Dilansir dari CNN, Rusia juga siap untuk memberikan lima jalur evakuasi bagi warga sipil Ukraina, yakni melalui koridor Kyiv, Chernihiv, Sumy, Kharkiv dan Mariupol. Selain itu, terdapat juga dua kota lain yang sedang dinegosiasikan bersama pihak Ukraina sebagai jalur evakuasi.
Markas Besar Koordinasi Rusia untuk Respon Kemanusiaan di Ukraina mengatakan informasi mengenai evakuasi dari lima koridor tersebut akan dikirimkan kepada Deputi Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk.
Pihak Rusia mendesak adanya komunikasi lebih lanjut dengan pihak Ukraina mengenai pertukaran informasi terkait evakuasi warga sipil dan juga warga asing. Selain itu, pihak Kyiv diminta agar informasi gencatan senjata sementara dan evakuasi disampaikan kepada perwakilan kedutaan besar negara asing lainnya dan organisasi internasional yang berada di wilayah Ukraina.
Informasi tersebut harus disampaikan sebelum pukul 03.00 waktu Moscow (07.00 WIB) pada 9 Maret.
Sementara itu, di kota pelabuhan Mariupol selatan yang telah dikepung, ratusan ribu orang terperangkap tanpa makanan dan air di bawah aksi pengeboman secara reguler. Wakil Wali Kota Sergei Orlov mengatakan kepada CNN, bahwa pihak berwenang siap untuk mengevakuasi 6.000 orang pada Sabtu lalu, tetapi Rusia telah mengebom bus yang seharusnya mengangkut mereka. Sebaliknya, Moskow menuduh Ukraina menghalangi evakuasi yang telah direncanakan tersebut.
Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina juga melansir bahwa pasukan Rusia mulai mengumpulkan sumber daya untuk menyerbu Kyiv, kota berpenduduk lebih dari 3 juta. Di sebelah timur Kharkiv, polisi menyebutkan 10 orang lagi tewas, menjadikan total korban tewas dari pengeboman Rusia di wilayah itu menjadi 143.
Di Irpin, orang-orang yang mengungsi memilih jalan melewati reruntuhan jembatan besar yang telah bengkok dan rusak, dengan air sungai mengalir tepat di bawah mereka. "Ini seperti bencana. Kota hampir hancur dan distrik tempat saya tinggal (tidak ada) rumah yang tidak dibom," kata seorang wanita muda yang pergi bersama anak-anaknya kepada Reuters.
Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan sedikitnya sembilan orang telah dipastikan tewas dalam 16 serangan terhadap fasilitas kesehatan sejak dimulainya perang.
Di sisi lain, seorang pejabat senior pertahanan AS mengatakan Putin sekarang telah mengerahkan hampir 100% tentara ke Ukraina. Moskow telah mengakui hampir 500 kematian tentaranya, tetapi negara-negara Barat mengklaim jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi, dan Ukraina menyebut mencapai ribuan.
Meski korban tewas sebenarnya tidak dapat diverifikasi, tetapi rekaman video dari seluruh Ukraina menunjukkan puing-puing tank dan kendaraan taktis Rusia sedang terbakar, termasuk juga sebagian kota Ukraina yang telah menjadi puing-puing akibat serangan Rusia.