Pengamat Nilai Kunci untuk Jokowi Tiga Periode Ada di MPR
Wacana untuk menambah masa jabatan presiden dan menunda pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi tiga periode terus bergulir. Terakhir, kepala desa pun ikut-ikutan menyerukan dukungan agar jabatan Presiden Joko Widodo dapat dipertahankan sekali lagi.
Melihat fenomena ini, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, menganggap beragam dukungan yang ada tak memiliki makna dalam memberikan Jokowi tambahan masa jabatan. Justru, publik ia harapkan mengalihkan pusat perhatian kepada para wakil rakyat.
Berdasarkan konstitusi, hanya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang berwenang melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Di dalam konstitusi ini termaktub aturan mengenai masa jabatan presiden, pelaksanaan Pemilu, serta tata cara mengubah UUD 1945 melalui amandemen.
“Yang harusnya publik awasi itu adalah para pembuat pengambil keputusannya. Bukan Jokowi, tapi ada di 575 anggota DPR plus 136 anggota DPD,” kata Yunarto kepada Katadata.co.id, Jumat (1/4).
Menurutnya, penambahan masa jabatan kepada Presiden akan turut dinikmati para elit politik yang bernaung di Senayan. Mereka berpotensi menciptakan conflict of interest karena dapat menerima keuntungan dari keputusan yang mereka buat sendiri.
Jika mengacu pada konstitusi, Pasal 22E UUD 1945 mengatur pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Sementara untuk jabatan Presiden, Pasal 7 UUD '45 sesuai amandemen keempat menjelaskan, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Maka untuk memuluskan wacana jabatan Presiden menjadi tiga periode, amandemen perlu mengubah frasa di kedua pasal UUD 1945 tersebut. Hal ini turut mempengaruhi masa jabatan anggota DPR.
Oleh sebab itu, Yunarto menilai sangat penting untuk terus mengawal komitmen dari para anggota dewan, agar tidak terjadi perubahan konstitusi, khususnya pasal-pasal yang mengakomodir masa jabatan presiden.
“Pastikan teman-teman DPR dan DPD yang bisa mengubah UUD 1945 ini dikejar komitmennya, sehinga konsistensinya bisa kita lihat dalam proses politik ke depan,” ujar Toto, panggilan akrab Yunarto.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 37 Ayat 1, perubahan pasal-pasal dapat dilakukan apabila telah diajukan oleh minimal sepertiga jumlah anggota MPR. Dengan anggota MPR periode 2019-2024 yang berjumlah 711 anggota, maka usulan mesti diajukan oleh minimal 237 anggota. Syarat lainnya pada Ayat 2, setiap usulan harus diajukan secara tertulis dengan menunjukan pasal-pasal yang diusulkan untuk diubah.
Kemudian, usulan tersebut dibahas dalam sidang MPR yang dihadiri minimal dua per tiga jumlah anggota MPR, yang berarti 474 anggota. Sementara untuk mencapai perubahan, usulan tersebut harus disetujui lebih dari 50% anggota MPR, sehingga minimal 356 anggota.
Sebelumnya, DPD RI secara resmi menyatakan sikap menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
"Kami satu suara menolak perpanjangan jabatan presiden. Kalau ada anggota DPD yang ikut sidang MPR dan mendukung itu, bisa diproses di Badan Kehormatan. Sanksinya diberhentikan," kata Ketua DPD RI, La Nyalla Mahmud Mattalitti dalam sebuah acara pada Sabtu (19/3).
Sementara itu, komposisi anggota DPR periode 2019-2024 terdiri dari sembilan fraksi partai politik dengan rincian: PDIP 128 anggota, Golkar 85 anggota, Gerindra 78 anggota, Nasdem 59 anggota, PKB 58 anggota, Demokrat 54 anggota, PKS 50 anggota, PAN 44 anggota, dan PPP 19 anggota. Dari seluruhnya, ada empat partai koalisi pemerintah yang menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, yaitu PDIP, Gerindra, Nasdem, dan PPP. Kemudian, dua partai oposisi, yaitu Demokrat dan PKS juga menolak usulan tersebut.
Sejauh ini, diketahui ada tiga partai yang lantang menyuarakan penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, yaitu Golkar, PKB, dan PAN. Dari komposisi fraksi di DPR, partai mereka memiliki 187 suara jika ditotal. Sederhananya, untuk mewujudkan wacana ini, diperlukan 50 suara anggota lagi untuk mengusulkan amandemen UUD 1945, khususnya pasal-pasal yang berkaitan dengan pemilu dan masa jabatan presiden.
Sebelumnya, MPR juga menjelaskan bahwa rencana amandemen kelima UUD 1945 mendatang, dilakukan untuk memasukkan beberapa pokok-pokok haluan negara. Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKB Jazilul Fawaid mengatakan, tidak ada satu pun fraksi di MPR saat ini yang mengusulkan amandemen UUD '45, demi memuluskan wacana perpanjangan masa jabatan presiden, atau penundaan Pemilu.