Jadi Tersangka, Dirjen Kemendag Dianggap Biang Minyak Goreng Langka
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah yang merupakan bahan baku minyak goreng, pada periode Januari 2021 hingga Maret 2022.
Para tersangka itu yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana, serta tiga orang dari pihak swasta, yaitu Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group, Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; serta General Manager PT Musim Mas, Togar Sitanggang.
Menurut Jaksa Agung Burhanuddin, tersangka Indrasari berperan menerbitkan persetujuan ekspor (PE) terkait komoditas CPO dan produk turunan minyak goreng kepada perusahaan tempat ketiga tersangka dari pihak swasta bekerja.
Padahal, secara kebijakan perusahaan-perusahaan tersebut tidak mendistribusikan minyak goreng ke dalam negeri, sesuai kewajiban Domestic Market Obligation (DMO), yaitu 20 persen dari total ekspor.
"Syarat-syarat tidak terpenuhi sesuai peraturan perundang-undangan," jelas Burhanuddin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (19/4).
Berdasarkan pemeriksaan di tingat penyidikan, penyidik Kejaksaan Agung telah mengumpulkan berbagai bukti yang terdiri dari keterangan 19 saksi, ditambah alat bukti surat dan alat bukti elektronik, keterangan ahli, serta 596 dokumen terkait.
Dari proses pemeriksaan ini, penyidik mendapati bahwa ketiga tersangka dari pihak swasta, yaitu Stanley, Parulian Tumanggor, dan Togar Sitanggang telah menjalin komunikasi secara intens dengan tersangka Indrasari terkait penerbitan izin persetujuan ekspor, untuk perusahaan mereka masing-masing.
"Mengajukan permohonan izin persetujuan ekspor dengan tidak memenuhi syarat distribusi kebutuhan dalam negeri," jelas Burhanuddin.
Perbuatan para Tersangka mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian Negara, berupa stok minyak goreng yang menjadi langka, dan pada akhirnya membuat harganya juga menjadi kemahalan. Kondisi ini menyebabkan penurunan konsumsi minyak goreng rumah tangga dan industri kecil, dan menyulitkan kehidupan rakyat.
Perbuatan para Tersangka disangka melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a,b,e dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Selain itu, Keputusan Menteri Perdagangan No. 129 Tahun 2022 juncto No. 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri atau DMO, serta harga penjualan di dalam negeri atau Domestic Price Obligation (DPO).
Para tersangka juga diduga melanggar Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, juncto Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri No. 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, RDB Palm Olein dan UCO.
Simak juga data mengenai daftar makanan wajib bagi orang Indonesia:
Sebelumnya Jaksa Agung menjelaskan bahwa penyidikan kasus ini berawal dari kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran pada akhir tahun 2021. Kondisi ini membuat pemerintah melalui Kemendag mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO serta Domestic Price obligation (DPO) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya.
Selain itu, pemerintah juga menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sawit. "Namun dalam pelaksanaannya perusahaan ekportir tidak memenuhi DPO namun tetap mendapatkan persetujuan ekpor dari pemerintah," jelas Burhanuddin.