Soal Pinjaman Cina, Tiga Bank BUMN Klarifikasi ke DPR
KATADATA ? Direksi tiga bank pelat merah memberikan klarifikasi terkait pinjaman senilai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 43 triliun kepada Komisi VI DPR. Mereka menjelaskan, pinjaman dari China Development Bank (CDB) tersebut akan dipakai untuk membiayai proyek infrastruktur.
Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kebutuhan pendanaan infrastruktur hingga lima tahun ke depan mencapai Rp 5.500 triliun. Dari kebutuhan tersebut, pemerintah paling besar hanya dapat memenuhi setengahnya, sedangkan sisanya akan dibiayai oleh swasta dan badan usaha milik negara (BUMN).
Budi mengasumsikan 50 persen yang ditanggung swasta dan BUMN mencapai Rp 2.750 triliun atau US$ 187 miliar. Dari porsi tersebut, perbankan biasanya menanggung 70 persen, atau sekitar US$ 130 miliar. Namun, likuiditas perbankan Indonesia saat ini hanya mencapai US$ 27 miliar, sehingga tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ini yang membuat bank mengambil pinjaman CDB tersebut.
?Jadi sebenarnya ada shortfall dalam pembiayaan infrastruktur. Dana pihak ketiga kita Rp 4.300 triliun, penyaluran kredit kita sudah Rp 3.800 triliun. Sisa hanya US$ 27 miliar, padahal kebutuhan tadi US$ 130 miliar,? kata Budi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Selasa (29/9).
Kendati begitu, dia mengatakan, pinjaman dari CDB tersebut tidak sekonyong-konyong terjadi. Melainkan sudah masuk dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) 2015 yang telah disetujui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). ?Kami juga telah revisi RBB kami pada Juli kemarin ke OJK,? kata Budi.
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Ahmad Baiquni menjelaskan pinjaman tersebut akan digunakan untuk membantu pembiayaan infrastruktur, terutama pembangunan pembangkit listrik sebesar US$ 860 juta. ?Sisanya ada tol dan pelabuhan laut dengan total US$ 281 juta,? kata Baiquni.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Jasa Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan, tidak ada penjualan aset dalam kesepakatan pinjaman tersebut. Sebaliknya, pinjaman tersebut merupakan kepercayaan asing terhadap kondisi ekonomi Indonesia.
Bahkan, masuknya pinjaman ini akan meningkatkan cadangan devisa untuk memperkuat pasar valuta asing (valas). Pinjaman tersebut seluruhnya menggunakan valas, yakni 70 persen berbentuk dolar Amerika Serikat (AS) dan 30 persen renminbi. ?Ini sebenarnya harus dilihat sebagai sinyal positif,? kata Gatot.
Ketua Komisi VI Achmad Hafisz Thohir mengatakan, Komisi VI perlu menanyakan motivasi ketiga bank tersebut mendapat pinjamana dari CDB. Klarifikasi ini agar tidak terjadi kesimpang siuran informasi yang disebabkan pinjaman tersebut.
?Kami perlu tahu karena ingin memastikan apakah tidak ada yang terjadi dengan APBN apabila hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Lalu bagaimana skemanya,? kata Hafisz.