PPATK Temukan Indikasi Aliran Dana Terorisme Lewat Fintech
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan menelusuri transaksi keuangan melalui financial technology (Fintech). Alasannya, beberapa penyedia jasa keuangan berbasis digital tersebut ditengarai menjadi jalan masuk aliran dana bagi para pelaku kriminal.
Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, keberadaan Fintech memang bertujuan untuk membuat masyarakat lebih mudah untuk mengakses produk-produk keuangan. Selain itu, Fintech juga mempermudah transaksi dan juga meningkatkan literasi keuangan.
Namun, ada dugaan bahwa keberadaan Fintech belakangan juga banyak disalahgunakan oleh beberapa oknum, terutama sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan untuk aksi terorisme.
(Baca juga: Pasok Data ke Pajak, PPATK Hasilkan Penerimaan Rp 3,5 Triliun)
"Makanya PPATK ikut terjun, karena ada indikasi digunakannya Fintech untuk kejahatan-kejahatan, termasuk kegiatan terorisme," ujar Badar saat konferensi pers, di Kantornya, Jakarta, Senin (9/12).
Badar mencontohkan, salah satu penyalahgunaan Fintech ditemukan dalam kasus terorisme dengan tersangka Bahrun Naim. Dia diduga menggunakan sejumlah akun pembayaran online seperti Paypal dan Bit Coin untuk mendapat pendanaan guna membiayai aksinya.
Tersangka Kasus Terorisme yang Ditangkap Polri Selama 2016
Badar mengakui, PPATK sulit untuk melacak transaksi keuangan dengan menggunakan Fintech. Sebab, sistem pencatatannya tidak langsung terhubung perbankan.
PPATK baru bisa menelusuri aliran dana setelah oknum-oknum tersebut memerlukan akses perbankan untuk mancairkan dana yang mereka dapat dari akun Fintechnya untuk membiayai kegiatan mereka.
(Baca juga: Jadi Kepala PPATK, Kiagus Badaruddin Tak Usik Tax Amnesty)
Namun, Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae menuturkan, saat ini PPATK akan berupaya untuk ikut masuk guna menelusuri aliran dana atau transaksi keuangan berbasis digital ini. Oleh karenanya, PPATK segera membentuk desk fiskal, desk narkotika, desk Fintech dan cyber crime.
Untuk mendukung kinerjanya, PPATK akan bekerja sama dengan pihak terkait seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan penegak hukum lainnya.
Kerja sama ini diperlukan guna melakukan pengawasan dan pengaturan secara menyeluruh agar transaksi keuangan berbasis digital ini tidak terganggu pertumbuhannya, tetapi juga tidak disalah gunakan untuk tindak kejahatan.
(Baca juga: PPATK Minta Dilibatkan dalam Proses Seleksi Anggota BPK)
"Kita ingin pengawasan secara menyeluruh. Jika OJK dan BI mengatur dengan baik tata laksana Fintech ini, tentu dimensi pencucian uang dan dimensi kejahatan di dalamnya menjadi tanggung jawab PPATK," ujar Dian.
Lebih lanjut, Dian mengatakan, jajarannya akan melakukan koordinasi secara lebih mendalam bersama dengan BI dan OJK untuk menentukan pemahaman yang sama diantara lembaga-lembaga tersebut, sesuai dengan standar internasional yang berlaku. Dengan demikian, pengungkapan aspek kejahatan-kejahatan yang terjadi dapat dilakukan dengan lebih efisien.