Petani dan BUMN Bakal Berbagi Saham dalam Korporasi Agrobisnis
Pemerintah berencana untuk memperkuat proses agrobisnis dengan membuat korporasi yang berisikan himpunan petani. Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan, petani akan berbagi saham dengan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai bentuk pendampingan.
Pembentukan korporasi petani merupakan kemauan Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Sahamnya petani nanti mungkin 49%, sisannya 51% nanti mungkin bagusnya BUMN," kata Amran usai pelantikan pejabat baru di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat (15/9).
(Baca juga: Jokowi Dorong Petani Berhimpun Garap Agrobisnis Seperti Korporasi)
Menurut dia, langkah ini dilakukan untuk melindungi petani. Nantinya, jika himpunan petani besar sudah bisa menjalankan proses bisnis secara mandiri, petani bisa memiliki keseluruhan korporasi.
BUMN akan bertugas sebagai pendamping petani karena proses pembentukan dan operasional korporasi tidak mungkin dilakukan secara otodidak. Namun, Amran dan Menteri BUMN Rini Soemarno masih membahas perusahaan pelat merah apa yang ikut dalam rencana korporasi petani.
Pemerintah mendorong korporasi agar petani bisa memproduksi benih sendiri, memiliki peralatan produksi yang modern, industri pengolahan, hingga pengemasan hasil produksinya. "Perusahaan ini adalah kelompok tani besar. Koperasi ini dikorporasikan," ujar Amran.
Keuntungannya adalah petani melakukan korporasi adalah bisa mengurus asuransi dengan mudah. Kemudian, para petani bisa mendapatkan akses perbankan yang lebih baik untuk mengurus pendanaan proses produksi.
Prosesnya dimulai dari petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani, dan kelompok tani besar atau koperasi dengan cakupan lahan hingga 4-5 ribu hektare. Kemandirian petani juga akan memangkas proses produksi. Amran menyebut korporasi akan membuat keuntungan petani bertambah hingga dua kali lipat.
Ia mencontohkan, biaya produksi benih cuma sekitar Rp 10 ribu per kilogram, namun petani kecil membeli benih eceran dengan harga Rp 25 ribu per kilogram. Hal ini menurutnya tak akan terjadi jika petani berkelompok dan membeli bersama dalam jumlah besar. Selain itu, mereka juga bisa melakukan mekanisasi secara mandiri, hingga proses penggilingan pun lebih efisien.
Mekanisasi proses pertanian, menurut Amran, tidak akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja berkurang. Alasannya, orang-orang yang bekerja selain menjadi petani bisa beralih ke sektor lain. Seperti penggilingan atau malah proses agrobisnis.
"Ada yang namanya transformasi sosial. Kalau bisa dikerjakan 1 orang, untuk apa 5 orang?" ujar Amran. Dia mengungkapkan, pertambahan nilai dalam perdagangan beras paling banyak di proses bisnis pascapanennya.
Selain BUMN, pemerintah akan melibatkan perguruan tinggi untuk melakukan pendampingan, terutama untuk tanaman padi dan komoditas beras. Rencananya, penggarapan paling dekat akan dilakukan di Jawa Barat, namun persiapannya masih dalam pembahasan.
Sementara, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih meminta pemerintah harus memperhatikan aspek kesejahteraan petani secara terus-menerus. "Pemerintah harus membenahi kelembagaan ekonomi petani karena tidak bisa hanya mengandalkan kelompok tani," kata Henry.
Dia mengaku petani belum bisa mengontrol hasil produksinya sendiri. Sehingga, perlu dibentuk kelembagaan yang kuat seperti pembangunan koperasi agar terjadi kemandirian. "SPI sudah membangun sekitar seribu koperasi, namun itu masih belum cukup."