Masuk Bursa Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto Minta Restu Jokowi

Dimas Jarot Bayu
27 November 2017, 14:01
Airlangga Hartarto
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjawab pertanyaan wartawan usai menghadap Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/11).

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan telah meminta izin kepada Presiden RI Joko Widodo untuk maju mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Airlangga menyatakan hal itu ketika bertemu Jokowi pada Senin pekan lalu (20/11) di Istana Negara, Jakarta.

Airlangga mengatakan, permintaan tersebut ia sampaikan mengingat saat ini masih menjadi pembantu Jokowi sebagai menteri. "Jadi saya minta izin. Harus lebih baik," kata Airlangga dalam diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (27/11).

Airlangga berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendorongnya untuk ikut bursa pencalonan pemimpin partai berlambang pohon beringin. Salah satu pihak yang mendorongnya maju, yakni Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

"Ya kalau itu saya berterimakasih kepada teman teman di Kadin yang mendukung moral untuk saya insya Allah ikut dalam kontestasi dan menjadi Ketua Umum di Golkar," kata Airlangga.

(Baca: Pamor Golkar Merosot, Munaslub Menguat Cari Pengganti Setnov)

Airlangga juga mengomentari mengenai elektabilitas Golkar yang saat ini sedang turun. Dia mengatakan kondisi tersebut masih dapat dibenahi sebelum Pemilu 2019. "Tentu itu untuk introspeksi saja karena kami tahu penyebabnya apa dan mudah-mudahan kalau ini kami perbaiki bisa kembali pada posisi semula," kata Airlangga. 

Hasil survei lembaga riset Poltracking Indonesia pada 8 hingga 15 November 2017 menunjukkan tingkat elektabilitas Golkar di posisi ketiga, disalip partai Gerindra. PDI Perjuangan meraih posisi teratas dengan tingkat elektabilitas tertinggi 23,4%. Gerindra berada di posisi kedua dengan elektabilitas 13,6% dan Golkar mendapat 10,9%.

Padahal berdasarkan hasil Pemilu 2014, PDIP di posisi teratas dengan mendapatkan 18,95% suara, yang dilanjutkan dengan Golkar yang meraih 14,75% suara. Sementara Gerindra di posisi ketiga dengan mengumpulkan 11,81% suara.

(Baca: Golkar Kian Panas, Ical Waspadai Perpecahan Partai)

Merosotnya elektabilitas Golkar semakin menguatnya desakan agar Setya Novanto mundur dari kursi pimpinan. Penyebab elektabilitas Golkar mundur akibat Setya Novanto menjadi tersangka kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Novanto sebagai tersangka dengan dugaan mengakibatkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun dalam pengadaan paket KTP elektronik tahun 2011-2012 pada Kemendagri.

Penetapan tersangka dan penahanan Setya Novanto membuat Dewan Pengurus Daerah tingkat I Golkar meminta adanya perubahan terhadap kepengurusan Partai Golkar. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar menggelar pertemuan dengan seluruh DPD Tingkat I di Jakarta pada Sabtu kemarin (25/11).

Pertemuan tersebut menyetujui pelaksanaan munaslub setelah vonis praperadilan yang diajukan Setya Novanto atas status tersangka dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik. Jika Setnov kalah di praperadilan, maka dia harus mengundurkan diri atau Golkar akan mengadakan rapat munaslub.

Beberapa tokoh Golkar mendukung dilakukan suksesi pergantian kepemimpinan. Mereka di antaranya Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono, Jusuf Kalla, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tandjung, dan mantan Sekjen Golkar Sarwono Kusumaatmadja.

(Baca: Pimpinan Golkar di Daerah Desak Setnov Dicopot dari Ketua Umum)

Editor: Yuliawati
    Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

    Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

    Ikuti kami

    Artikel Terkait

    Video Pilihan
    Loading...