OJK Akan Rilis Regulasi Fintech Pembiayaan Kuartal I 2018
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih mengkaji rencana pembuatan regulasi financial technology (fintech), khususnya peer to peer lending (P2P lending). Kemungkinan, regulasi ini baru akan dirilis pada kuartal pertama 2018.
Otoritas ingin mengedepankan perlindungan konsumen, sekaligus menjaga pertumbuhan industri. Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida menjelaskan, pihaknya memang telah melakukan focus group discussion (FGD) dengan pelaku usaha fintech.
"Kami perlu mencari balance-nya. Mengatur agar keamanannya terjaga, proteksi, dan perlindungan konsumennya juga ada. Tetapi, industri ini bisa berkembang," ujar Nurhaida saat ditemui di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (28/11).
Nurhaida melanjutkan, OJK masih mempelajari regulasi di beberapa negara yang industri fintech-nya sudah maju. Selain itu, OJK masih menimbang terkait dengan keketatan aturan yang akan menjadi payung hukum bisnis fintech.
Sampai saat ini, OJK telah memiliki wacana untuk perusahaan fintech yang semakin besar secara nilai, maka akan memiliki peraturan yang lebih ketat dibanding yang masih kecil.
(Baca juga: BI Akan Lakukan Kajian Sebelum Adopsi Sistem Blockchain)
Nurhaida menyatakan, semakin besar fintech, maka pengelolaan dan manajemen risikonya harus mengikuti ketentuan yang ada secara penuh. Tetapi, hal yang berbeda jika perusahaan fintech masih memiliki kapastias yang lebih kecil, atau bahkan baru berdiri.
"Jadi kalau rigid, tetapi modal mereka belum terlalu besar, kan nanti tidak berkembang. Maka kami mau mencari balance-nya itu," ujarnya.
Nurhaida mengakui, sebetulnya, target untuk mengeluarkan aturan turunan terkait fintech ini sebagai aturan lebih rinci dari POJK 77/2017 ditargetkan rampung pada akhir tahun ini. Namun, menurutnya, masih ada isu-isu yang harus dilakukan kajian yang lebih mendalam. Alhasil, Nurhadia mengatakan, aturan baru ini kemungkinan akan terbit pada Maret 2018.
Namun, sampai dengan saat ini, Nurhaida mengklaim, POJK 77/2017 tersebut masih cukup untuk menaungi bisnis fintech P2P lending yang ada. Alasannya, secara kuantitas jumlah perusahaannya belum terlalu banyak, yakni hanya 24 perusahaa yang sudah masuk ke OJK, sedangkan sekitar 170 lainnya masih proses pengembangan.
(Baca juga: Hadapi Fintech, Bank Didorong Kembangkan Layanan Digital)
Nurhaida juga menekankan, yang tengah dikejar saat ini adalah membangun fintech center yang berkolaborasi dengan Bank Indonesia, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya. Fintech center ini kan mengkaji keberadaan fintech secara lebih luas dan melakukan penyuluhan serta arahan agar tidak menabrak peraturan jasa keuangan yang ada.
"Jadi mereka pun mengapresiasi saat diajak berkumpul dan diberikan masukan-masukan," ujarnya.